Kini, 17 tahun sejak Dolly si domba, mamalia pertama yang berhasil dikloning dari sel dewasa "lahir" di Institut Roslin, Skotlandia, para ilmuwan mengaplikasikan teknik yang sama untuk membuat sel induk (stem cell) embrionik dari sel-sel kulit manusia.
Hal itu menjawab pertanyaan yang terbesit saat Ian Wilmut, ahli embrio tak terkenal dari Roslin Institute, yang membuat dunia tercengang karena berhasilmengkloning mamalia pertama: apakah manusia bisa dikloning dengan cara yang sama? Sebuah topik yang juga melecut debat panas dan sengit, terutama soal etika dan moralitas.
Apapun, fakta membuktikan, meski lusinan spesies berhasil dikloning menggunakan teknik itu, sel manusia menunjukkan resistensi.
Hingga saat ini. Dr Shoukhrat Mitalipov, pengajar di Oregon Health & Science University dan para koleganya mengumumkan keberhasilan mereka memprogram ulang sel kulit manusia ke kondisi embrionik, dalam jurnal Cell. Mirip teknik kloning Dolly.
Namun, mereka menyebut, tujuan studi bukan untukmenghasilkan klon manusia, namun memproduksi garis sel induk embrionik -- yang bisa dikembangkan menjadi otot, syaraf, otak, jantung, atau sel-sel lainnya yang membentuk jaringan tubuh.
Dengan proses yang relatif singkat, hanya beberapa bulan, yang bisa bermanfaat besar bagi pengobatan.
Ini adalah keberhasilan yang pertama. Sebelumnya, ilmuwan Korea Selatan, Hwang Woo-suk mengklaim telah menciptakan sel induk dari embrio manusia hasil kloning. Belakangan ia diketahui memalsukan bukti.
Untuk Pengobatan
Kloning manusia telah digunakan untuk menghasilkan embrio awal, menandai "langkah signifikan" dalam hal pengobatan. Embrio yang dikloning diyakini akan menciptakan kemajuan di dunia medis.
Para peneliti mengatakan sumber sel induk mungkin lebih mudah, lebih murah dan kurang kontroversial. Namun, di sisi penentang mengatakan, tidak etis untuk melakukan percobaan pada embrio manusia.
Sel induk adalah salah satu harapan besar untuk obat. Mampu membuat jaringan baru yang mungkin bisa menyembuhkan kerusakan yang disebabkan oleh serangan jantung atau memperbaiki sumsum tulang belakang yang putus.
Namun, sel-sel induk yang disumbangkan donor bisa jadi tidak cocok untuk pasien sehingga mereka ditolak oleh tubuh. Kloning mengatasi masalah ini.
Teknik yang digunakan mirip dengan yang dilakukan untuk membuat Dolly, transfer inti sel somatik.
Caranya, sel-sel kulit yang diambil dari orang dewasa dan informasi genetik ditempatkan di dalam telur donor yang telah dilucuti dari DNA-nya sendiri. Listrik digunakan untuk mendorong telur untuk berkembang menjadi embrio.
Tim dari Oregon Health and Science University telah mengembangkan embrio ke tahap blastokista - sekitar 150 sel - yang cukup untuk menyediakan sumber sel induk embrionik.
"Pemeriksaan menyeluruh dari sel-sel induk yang berasal dari teknik ini menunjukkan kemampuan mereka untuk mengubah diri seperti sel induk embrio normal, menjadi beberapa jenis sel yang berbeda, termasuk sel-sel saraf, sel-sel hati dan sel-sel jantung," kata Dr Shoukhrat Mitalipov, seperti dimuat BBC, Rabu 15 Mei 2013.
"Meskipun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam mengembangkan pengobatan sel induk yang aman dan efektif, kami percaya ini adalah langkah maju yang signifikan dalam mengembangkan sel-sel yang dapat digunakan dalam kedokteran regeneratif."
Sementara Chris Mason, ahli kedokteran regeneratif di University College London mengatakan, temuan itu terlihat menjanjikan.
Persoalan Etis
Penelitian sel induk embrio telah berulang kali menyuarakan keprihatinan etis. Apalagi saat ini, saat proses
kloning manusia menunjukkan hasil. Dr David King, dari kelompok Human Genetics Alert memperingatkan, langkah tersebut bisa jadi mengarah pada kloning manusia secara utuh.
"Para ilmuwan akhirnya "melahirkan bayi" yang akan menjadi kloning manusia: metode andal menciptakan embrio manusia hasil kloning," kata dia.
"Penting untuk membuat larangan hukum internasional untuk kloning manusia sebelum penelitian lebih lanjut seperti ini terjadi."
Namun, para pendukung teknik baru tersebut mengatakan, embrio yang tercipta dari proses seperti itu tak akan bisa jadi manusia utuh.
Mitalipov juga mengaku gagal "menciptakan" bayi monyet lewat kloning. Itu berarti cara yang sama tak bakal bisa diterapkan pada manusia. Itu kata dia.(Ein)
Hal itu menjawab pertanyaan yang terbesit saat Ian Wilmut, ahli embrio tak terkenal dari Roslin Institute, yang membuat dunia tercengang karena berhasilmengkloning mamalia pertama: apakah manusia bisa dikloning dengan cara yang sama? Sebuah topik yang juga melecut debat panas dan sengit, terutama soal etika dan moralitas.
Apapun, fakta membuktikan, meski lusinan spesies berhasil dikloning menggunakan teknik itu, sel manusia menunjukkan resistensi.
Hingga saat ini. Dr Shoukhrat Mitalipov, pengajar di Oregon Health & Science University dan para koleganya mengumumkan keberhasilan mereka memprogram ulang sel kulit manusia ke kondisi embrionik, dalam jurnal Cell. Mirip teknik kloning Dolly.
Namun, mereka menyebut, tujuan studi bukan untukmenghasilkan klon manusia, namun memproduksi garis sel induk embrionik -- yang bisa dikembangkan menjadi otot, syaraf, otak, jantung, atau sel-sel lainnya yang membentuk jaringan tubuh.
Dengan proses yang relatif singkat, hanya beberapa bulan, yang bisa bermanfaat besar bagi pengobatan.
Ini adalah keberhasilan yang pertama. Sebelumnya, ilmuwan Korea Selatan, Hwang Woo-suk mengklaim telah menciptakan sel induk dari embrio manusia hasil kloning. Belakangan ia diketahui memalsukan bukti.
Untuk Pengobatan
Kloning manusia telah digunakan untuk menghasilkan embrio awal, menandai "langkah signifikan" dalam hal pengobatan. Embrio yang dikloning diyakini akan menciptakan kemajuan di dunia medis.
Para peneliti mengatakan sumber sel induk mungkin lebih mudah, lebih murah dan kurang kontroversial. Namun, di sisi penentang mengatakan, tidak etis untuk melakukan percobaan pada embrio manusia.
Sel induk adalah salah satu harapan besar untuk obat. Mampu membuat jaringan baru yang mungkin bisa menyembuhkan kerusakan yang disebabkan oleh serangan jantung atau memperbaiki sumsum tulang belakang yang putus.
Namun, sel-sel induk yang disumbangkan donor bisa jadi tidak cocok untuk pasien sehingga mereka ditolak oleh tubuh. Kloning mengatasi masalah ini.
Teknik yang digunakan mirip dengan yang dilakukan untuk membuat Dolly, transfer inti sel somatik.
Caranya, sel-sel kulit yang diambil dari orang dewasa dan informasi genetik ditempatkan di dalam telur donor yang telah dilucuti dari DNA-nya sendiri. Listrik digunakan untuk mendorong telur untuk berkembang menjadi embrio.
Tim dari Oregon Health and Science University telah mengembangkan embrio ke tahap blastokista - sekitar 150 sel - yang cukup untuk menyediakan sumber sel induk embrionik.
"Pemeriksaan menyeluruh dari sel-sel induk yang berasal dari teknik ini menunjukkan kemampuan mereka untuk mengubah diri seperti sel induk embrio normal, menjadi beberapa jenis sel yang berbeda, termasuk sel-sel saraf, sel-sel hati dan sel-sel jantung," kata Dr Shoukhrat Mitalipov, seperti dimuat BBC, Rabu 15 Mei 2013.
"Meskipun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam mengembangkan pengobatan sel induk yang aman dan efektif, kami percaya ini adalah langkah maju yang signifikan dalam mengembangkan sel-sel yang dapat digunakan dalam kedokteran regeneratif."
Sementara Chris Mason, ahli kedokteran regeneratif di University College London mengatakan, temuan itu terlihat menjanjikan.
Persoalan Etis
Penelitian sel induk embrio telah berulang kali menyuarakan keprihatinan etis. Apalagi saat ini, saat proses
kloning manusia menunjukkan hasil. Dr David King, dari kelompok Human Genetics Alert memperingatkan, langkah tersebut bisa jadi mengarah pada kloning manusia secara utuh.
"Para ilmuwan akhirnya "melahirkan bayi" yang akan menjadi kloning manusia: metode andal menciptakan embrio manusia hasil kloning," kata dia.
"Penting untuk membuat larangan hukum internasional untuk kloning manusia sebelum penelitian lebih lanjut seperti ini terjadi."
Namun, para pendukung teknik baru tersebut mengatakan, embrio yang tercipta dari proses seperti itu tak akan bisa jadi manusia utuh.
Mitalipov juga mengaku gagal "menciptakan" bayi monyet lewat kloning. Itu berarti cara yang sama tak bakal bisa diterapkan pada manusia. Itu kata dia.(Ein)