TB Hasanuddin: RUU TNI Hapus Peran TNI di KKP dan Penanganan Masalah Narkotika

TB mengatakan, penambahan lima pos untuk prajurit TNI aktif dicantumkan pada RUU TNI karena dalam UU terkait kementerian/lembaga yang dimaksud memang sudah dicantumkan aturan tentang hal tersebut sehingga agar lebih rigid, maka dimasukkan juga di dalam RUU TNI.

oleh Delvira Hutabarat Diperbarui 18 Mar 2025, 09:32 WIB
Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin. (Tim News).
Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin. (Tim News).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI TB Hasanuddin mengatakan ada yang menarik dalam rapat lanjutan Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 atau RUU TNI antara DPR dan Pemerintah pada Senin (17/3/202) malam. 

Ia menyebut ada dua perubahan pasal, yakni pasal 7 ayat 2 dan pasal 47. Pertama, pada pasal 7 ayat 2 terkait operasi non-militer yang sebelumnya dalam naskah hasil pembahasan, pemerintah mengusulkan penambahan tiga tugas militer TNI di luar perang. Namun, ada perubahan, tidak ada lagi poin soal TNI memiliki wewenang untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika.

"Awalnya dalam RUU terbaru, pemerintah mengusulkan tiga tugas baru. Namun, saat ini hanya ada dua usulan. Pertama, TNI memiliki tugas untuk membantu dan menanggulangi ancaman siber. Kedua, TNI bisa membantu dan menyelamatkan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri. Untuk TNI memiliki wewenang untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika itu sudah dihilangkan," kata TB Hasanuddin dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

Sementara, kata TB, perubahan Pasal 47 di mana dalam UU TNI 2004, prajurit dapat menduduki jabatan pada 10 kementerian atau lembaga. Dalam RUU terbaru, perwira TNI aktif hanya dapat menjabat di 15 kementerian/lembaga, yang sebelumnya diusulkan menjadi 16 K/L. 

"Yang sebelumnya diusulkan 16 K/L, saat ini hanya menjadi 15 K/L, dimana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu dihapus," katanya.

TB mengatakan, penambahan lima pos untuk prajurit TNI aktif dicantumkan pada RUU TNI karena dalam UU terkait kementerian/lembaga yang dimaksud memang sudah dicantumkan aturan tentang hal tersebut sehingga agar lebih rigid, maka dimasukkan juga di dalam RUU TNI.


Rincian Peran TNI

Rinciannya yakni sebagai berikut:

1. Peran TNI dalam penanggulangan bencana:

- UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berlaku sejak tahun 2007.

-Dilanjutkan dengan terbitnya Perpres 1/2019 tentang BNPB dimana TNI dilibatkan sebagai unsur pengarah dalam penanggulangan bencana.

2. Peran TNI pada Keamanan Laut

- Perpres 178/2014 tentang Bakamla mengatur peran TNI dalam melakukan patroli keamanan dan keselamatan wilayah perairan. Berlaku sejak 2014

- UU 32/2014 tentang Kelautan mengatur tugas Bakamla untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan. Berlaku sejak 2014

3. Peran TNI dalam pengelolaan perbatasan

- Perpres 44/2017 tentang Perubahan atas Perpres 12/2010 tentang Badan Nasional Penegelola Perbatasan yang mengatur Panglima TNI sebagai Anggota BNPP pada Pasal 6. Berlaku sejak 2017

4. Peran TNI pada BNPT:

- Dalam Pasal 43 I ayat (1) UU No. 5 Tahun 2018, disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Berlakuk sejak tahun 2018. Berlaku sejak 2018

5. Peran TNI pada Kejaksaan Agung

- UU 11/2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Mengatur tentang jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer. Berlaku sejak tahun 2021

"Sementara, di luar posisi tersebut, prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil lain setelah mundur dari dinas keprajuritan," katanya.


Batas Pensiun

Selain itu, TB juga menjelaskan, pasal 53 terkait batas usia pensiun, RUU TNI mengubah batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Dalam UU saat ini, batas usia pensiun dibagi menjadi dua klaster, yakni 58 bagi perwira dan 53 bagi tamtama dan bintara.

Sementara, dalam RUU TNI berdasarkan naskah DIM, batas usia pensiun dirinci kembali berdasarkan pangkat. Rinciannya yakni sebagai berikut:

Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Bintara dan Tamtama paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
  • Perwira sampai dengan pangkat Kolonel paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
  • Perwira tinggi bintang 1 (satu) paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
  • Perwira tinggi bintang 2 (dua) paling tinggi 61 (enam puluh satu) tahun; dan
  • Perwira tinggi bintang 3 (tiga) paling tinggi 62 (enam puluh dua).

Kemudian, untuk perwira tinggi bintang 4 (empat) atau jenderal, batas usia pensiun paling tinggi yakni umur 63 tahun.

“Dapr diperpanjang maksimal dua kali (dalam setahun) sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden,” pungkas TB.

Infografis Poin-Poin Krusial Revisi UU TNI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya