Korupsi BLBI, KPK Periksa Mantan Menperindag Rini Suwandi

Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, menyatakan kedatangan Rini dalam rangka penyelidikan kasus BLBI.

oleh Widji Ananta diperbarui 25 Jun 2013, 10:47 WIB
Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini Soewandi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangannya adalah untuk dimintai keterangan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Rini tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2013), dengan menumpang BMW silver berplat B 906 RN. Rini tampak mengenakan blazer dan celana hitam.

Rini yang ditemani seorang pria enggan berkomentar. Dia langsung masuk ke lobi KPK.

Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, menyatakan kedatangan Rini dalam rangka penyelidikan kasus BLBI. "Dimintai keterangan penyelidikan KPK soal SKL BLBI," kata Johan.

Kasus SKL ini memang sedang menjadi sorotan KPK. KPK sedang menyelidiki apakah kewajiban para debitur BLBI sudah tuntas. KPK melihat ada kemungkinan beberapa debitur belum menyelesaikan kewajiban, tetapi telah menerima SKL.

Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Kejaksaan Agung saat dipimpin MA Rachman menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas. (Ary/Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya