Penjualan telur ayam Arab yang disebut sebagai telur ayam kampung kian marak di pasar baik tradisional maupun ritel modern. Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan pun angkat bicara soal ini.
"Telur Arab itu produk Indonesia, itu nama lain dari telur ayam kampung," kata Rusman saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (25/6/2013).
Menurut Rusman, nama telur Arab dipakai untuk menggantikan istilah telur ayam kampung yang berkesan murahan dan terbelakang. Namun hingga kini penggunaan sebutan telur Arab masih belum dipakai secara luas.
"Itu hanya sebuah nama, produknya sama saja. Hanya orang tua masih menyebutnya telur ayam kampung," jelas dia.
Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade M Zulkarnain sebelumnya mengungkapkan, kini banyak dijual telur berlabel ayam kampung tapi bersumber dari jenis ayam yang dikenal sebagai `ayam arab`. Artinya telur ini bukan berasal dari ayam kampung asli ras Indonesia.
"Jadi bisa dimungkinkan juga hampir 90% telur ayam kampung dari telur ayam arab," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia menyebutkan ayam arab itu sebenarnya ayam petelur dari Belgia yang dikenal dengan brakel kriel. Bibit ayam ini awalnya masuk ke Indonesia karena banyak dibawa para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab.
Kemudian ayam Belgia ini dikembangbiakkan di tanah air. Setelah melalui proses perkawinan, jenis ayam ini mulai dikenal masyarakat dan lama-lama dipanggil dengan nama ayam arab.
Dia mengakui sudah cukup lama ayam arab ini disebut sebagai ayam lokal pendatang, namun tetap bukan ayam lokal asli. Minimnya pasokan telur ayam kampung di tengah permintaan yang tinggi menjadi peluang pasar bagi telur dari ayam jenis lain, seperti ayam arab.
Maklum, bentuk telur ayam Arab hampir sama dengan ayam putih, sama-sama berwarna putih. Bahkan ukuran telurnya juga hampir sama. Perbedaan terletak pada kuning telurnya.
Harga telur ayam kampung yang tinggi dibandingkan telur ayam broiler kian menarik minat. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) harga telur ayam kampung rata-rata sebesar Rp 35 ribu per kilogram (kg), sementara telur ayam broiler hanya Rp 19 ribu per kg. (Ndw)
"Telur Arab itu produk Indonesia, itu nama lain dari telur ayam kampung," kata Rusman saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (25/6/2013).
Menurut Rusman, nama telur Arab dipakai untuk menggantikan istilah telur ayam kampung yang berkesan murahan dan terbelakang. Namun hingga kini penggunaan sebutan telur Arab masih belum dipakai secara luas.
"Itu hanya sebuah nama, produknya sama saja. Hanya orang tua masih menyebutnya telur ayam kampung," jelas dia.
Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade M Zulkarnain sebelumnya mengungkapkan, kini banyak dijual telur berlabel ayam kampung tapi bersumber dari jenis ayam yang dikenal sebagai `ayam arab`. Artinya telur ini bukan berasal dari ayam kampung asli ras Indonesia.
"Jadi bisa dimungkinkan juga hampir 90% telur ayam kampung dari telur ayam arab," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia menyebutkan ayam arab itu sebenarnya ayam petelur dari Belgia yang dikenal dengan brakel kriel. Bibit ayam ini awalnya masuk ke Indonesia karena banyak dibawa para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab.
Kemudian ayam Belgia ini dikembangbiakkan di tanah air. Setelah melalui proses perkawinan, jenis ayam ini mulai dikenal masyarakat dan lama-lama dipanggil dengan nama ayam arab.
Dia mengakui sudah cukup lama ayam arab ini disebut sebagai ayam lokal pendatang, namun tetap bukan ayam lokal asli. Minimnya pasokan telur ayam kampung di tengah permintaan yang tinggi menjadi peluang pasar bagi telur dari ayam jenis lain, seperti ayam arab.
Maklum, bentuk telur ayam Arab hampir sama dengan ayam putih, sama-sama berwarna putih. Bahkan ukuran telurnya juga hampir sama. Perbedaan terletak pada kuning telurnya.
Harga telur ayam kampung yang tinggi dibandingkan telur ayam broiler kian menarik minat. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) harga telur ayam kampung rata-rata sebesar Rp 35 ribu per kilogram (kg), sementara telur ayam broiler hanya Rp 19 ribu per kg. (Ndw)