KemenkumHAM `Patahkan` Gugatan UU KPK yang Diajukan Farhat Abbas

Makna kolektif kolegial dalam ketentuan a quo tidak inkonstitusional karena tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945

oleh Oscar Ferri diperbarui 26 Jun 2013, 15:19 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang permohonan uji materi Pasal 21 ayat 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Uji materi ini dimohonkan oleh advokat Farhat Abbas dan Narliz Wandi Piliang.

Dalam sidang beragendakan mendengar keterangan pemerintah yang diwakili Direktur Ligitasi Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, KPK dalam setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh para pimpinan KPK.

"Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat 5 tersebut, yakni 'bekerja secara kolektif kolegial'," kata Mualimin dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (26/6/2013).

Mualimin menjelaskan, yang dimaksud dengan 'bekerja secara kolektif kolegial' adalah bahwa setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh para pimpinan KPK.

Ketentuan itu, lanjut Mualimin, sangat berkaitan erat dengan tugas, wewenang serta kewajiban KPK yang sangat luar biasa. Di mana hal itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dimiliki para pimpinan KPK.

Maka dari itu, menurutnya, para pimpinan KPK sangat diperlukan harus memiliki kecakapakan, kejujuran, dan integritas moral yang memadai. "Termasuk dalam proses pengambilan keputusannya harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh pimpinan KPK," ujar dia.

Lebih jauh Mualimin menilai, makna kolektif kolegial dalam ketentuan a quo tidak inkonstitusional karena tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 sebagaimana yang didalilkan para Pemohon. "Karena keberadaan makna kolektif kolegial justru mewujudkan prinsip keseimbangan atau check and balances," jelas Mualimin.

Sebelumnya, Farhat Abbas selaku Pemohon I dan Narliz Wandi Piliang sebagai Pemohon II merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 21 ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Para Pemohon menilai pasal tersebut inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Inkonstitusional yang dimaksud adalah pengambilan keputusan yang disyaratkan secara kolektif kolegial oleh para pimpinan KPK mengakibatkan penanganan suatu perkara suap dan korupsi jadi terhambat lantaran memakan waktu yang lama. Oleh karena itu para Pemohon menilai keberadaan Pasal 21 UU KPK itu melanggar hak konstitusional mereka, karena tidak memberikan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Para Pemohon kemudian mendalilkan perkara suap Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang sebagai contoh terhambatnya penanganan hukum sebagai akibat keputusan yang diambil secara kolektif kolegial oleh para pimpinan KPK. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya