Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengadukan dugaan penganiayaan yang dilakukan polisi dalam proses penyidikan kasus pembunuhan dengan tersangka Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo. Terlebih, dalam kasus itu, Ruben dan Markus merupakan korban salah tangkap.
"Hari ini kami (Kontras) ke Irwasum Mabes Polri untuk melaporkan tindakan penyiksaan dalam proses unprosedural saat tangkap Ruben dan Markus," kata Wakil I Koordinator Kontras Sri Suparyati di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Menurut Kontras, selain adanya penyiksaan dari penyidik terhadap tersangka selama penyidikan, banyak fakta yang tidak sinkron antara berita acara pemeriksaan terhadap 8 tersangka dengan bukti-bukti yang muncul di persidangan.
"Seperti di BAP Agustinus tertulis menarik rok mini, namun yang dihadirkan dalam persidangan adalah celana panjang," ungkap Sri.
Ia menuturkan, kedatangannya yang semula hendak melaporkan bukti-bukti tersebut harus menjadi sebuah bentuk pengaduan. Karena, Sri mengatakan Irwasum Mabes Polri hanya mengagendakan menerima laporan Kontras.
"Tidak ada tanggapan. Padahal, dalam pertemuan kasus-kasus sebelumnya ada diskusi intensif. Mereka tanyakan banyak (pertanyaan) terhadap laporan yang disampaikan. Sebelumnya sering menanggapi dengan mengatakan akan menelusuri," ujarnya.
Martinus, salah seorang terpidana yang turut datang bersama Kontras membenarkan adanya penganiayaan. Dirinya kini telah bebas setelah menjalani hukuman selama 7 tahun penjara.
"Dipukul bahkan dibawa ke tempat gelap. Bagaimana polisi bilang tidak ada penganiayaan? Selama di Polres (Tana Toraja) tidak pernah didampingi pengacara. Kami juga tidak tahu harus didampingi atau tidak," paparnya.
Sebelumnya, kasus Ruben dan anaknya Markus menjadi korban salah tangkap yang dikeluarkan pengadilan karena membunuh Andrias Pandin pada Desember 2005 lalu.
Setelah vonis dijatuhkan, pelaku utama yang melakukan pembunuhan, Agustinus, mengakui perbuatannya. Namun Ruben dan Markus masih tetap harus menjalani vonis hukuman mati. (Mut/Sss)
"Hari ini kami (Kontras) ke Irwasum Mabes Polri untuk melaporkan tindakan penyiksaan dalam proses unprosedural saat tangkap Ruben dan Markus," kata Wakil I Koordinator Kontras Sri Suparyati di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Menurut Kontras, selain adanya penyiksaan dari penyidik terhadap tersangka selama penyidikan, banyak fakta yang tidak sinkron antara berita acara pemeriksaan terhadap 8 tersangka dengan bukti-bukti yang muncul di persidangan.
"Seperti di BAP Agustinus tertulis menarik rok mini, namun yang dihadirkan dalam persidangan adalah celana panjang," ungkap Sri.
Ia menuturkan, kedatangannya yang semula hendak melaporkan bukti-bukti tersebut harus menjadi sebuah bentuk pengaduan. Karena, Sri mengatakan Irwasum Mabes Polri hanya mengagendakan menerima laporan Kontras.
"Tidak ada tanggapan. Padahal, dalam pertemuan kasus-kasus sebelumnya ada diskusi intensif. Mereka tanyakan banyak (pertanyaan) terhadap laporan yang disampaikan. Sebelumnya sering menanggapi dengan mengatakan akan menelusuri," ujarnya.
Martinus, salah seorang terpidana yang turut datang bersama Kontras membenarkan adanya penganiayaan. Dirinya kini telah bebas setelah menjalani hukuman selama 7 tahun penjara.
"Dipukul bahkan dibawa ke tempat gelap. Bagaimana polisi bilang tidak ada penganiayaan? Selama di Polres (Tana Toraja) tidak pernah didampingi pengacara. Kami juga tidak tahu harus didampingi atau tidak," paparnya.
Sebelumnya, kasus Ruben dan anaknya Markus menjadi korban salah tangkap yang dikeluarkan pengadilan karena membunuh Andrias Pandin pada Desember 2005 lalu.
Setelah vonis dijatuhkan, pelaku utama yang melakukan pembunuhan, Agustinus, mengakui perbuatannya. Namun Ruben dan Markus masih tetap harus menjalani vonis hukuman mati. (Mut/Sss)