Diterapkannya sistem e-Ticketing tarif progresif pada KAI Commuter Jabodetabek tidak hanya dikeluhkan masyarakat, tetapi juga mendapat pujian dari para pelanggannya. Para penumpang mengaku penerapan sistem tarif progresif minimal Rp 2.000 per tiga peron telah membantu pengguna kerata berhemat uang belanja.
Seorang karyaawati yang menjadi penumpang setia KRL Jabodetabek, Dita ardiyanti (23) mengatakan, pemberlakuan tarif progresif sejak Senin, 1 Juli 2013 membuatnya bisa lebih berhemat. Sebelum penerapan sistem baru, Dita mengaku merogoh kocol Rp 9 ribu untuk naik KRL dari stasiun Bojong, Jawa Barat ke Stasiun Manggarai, Jakarta. Kini, Dita mengaku cukup mengambil uang darisakunya sebesar Rp 3 ribu.
"Irit, banget, dari Rp 9 ribu jadi Rp 3 ribu," kata Dini saat berbincang dengan Liputan6.com, di Stasiun Manggarai Jakarta, Selasa (2/7/2013).
Dita menilai, penerapan e-Ticketing merupakan terobosan yang bagus karena bisa menggurangi penggunaan kertas. Meski diakuinya, KAI masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki sistem yang baru tersebut.
"Kaya jumlah tempat loket, bikin orang ngantre panjangg banget, Loket yang disediain juga sedikit, masih banyak yang menumpuk di stasiun," ungkap Karyawati yang bekerja di daerah Manggarai tersebut.
Hal senada diungkapkan Suparyono (37) yang menilai penerapan sistem E-Ticketing membuat aktifitas di stasiun lebih teratur. Selain itu dengan adanya sistem multytrip, dirinya bisa memiliki simpanan uang dalam kartu elektronika ketika akan menggunakan KRL.
"Saya sekarang enak kalau nggak punya uang masih ada saldo," ungkapnya.
Suparyono menambahkan, sistem multytrip juga membantunya menghemat pengeluar. Dari stasiun Citayem, Jawa Barat untuk menuju tempat kerjanya di bilangan Gondangdia, Suparyono mengaku cukup mengeluarkan uang Rp 4 ribu. Padahal sebelumnya, pria 37 tahun ini harus merogoh kocek Rp 9 ribu.
"Semenjak tarif progresif jadi lebih irit. Karena disubsidi, dari Citayem ke Gondangdia. Kantor di Gondangdia. Saya biasanya dari Citayem Rp 9 ribu sekarang Rp 4 ribu," pungkasnya.(Pew/Shd)
Seorang karyaawati yang menjadi penumpang setia KRL Jabodetabek, Dita ardiyanti (23) mengatakan, pemberlakuan tarif progresif sejak Senin, 1 Juli 2013 membuatnya bisa lebih berhemat. Sebelum penerapan sistem baru, Dita mengaku merogoh kocol Rp 9 ribu untuk naik KRL dari stasiun Bojong, Jawa Barat ke Stasiun Manggarai, Jakarta. Kini, Dita mengaku cukup mengambil uang darisakunya sebesar Rp 3 ribu.
"Irit, banget, dari Rp 9 ribu jadi Rp 3 ribu," kata Dini saat berbincang dengan Liputan6.com, di Stasiun Manggarai Jakarta, Selasa (2/7/2013).
Dita menilai, penerapan e-Ticketing merupakan terobosan yang bagus karena bisa menggurangi penggunaan kertas. Meski diakuinya, KAI masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki sistem yang baru tersebut.
"Kaya jumlah tempat loket, bikin orang ngantre panjangg banget, Loket yang disediain juga sedikit, masih banyak yang menumpuk di stasiun," ungkap Karyawati yang bekerja di daerah Manggarai tersebut.
Hal senada diungkapkan Suparyono (37) yang menilai penerapan sistem E-Ticketing membuat aktifitas di stasiun lebih teratur. Selain itu dengan adanya sistem multytrip, dirinya bisa memiliki simpanan uang dalam kartu elektronika ketika akan menggunakan KRL.
"Saya sekarang enak kalau nggak punya uang masih ada saldo," ungkapnya.
Suparyono menambahkan, sistem multytrip juga membantunya menghemat pengeluar. Dari stasiun Citayem, Jawa Barat untuk menuju tempat kerjanya di bilangan Gondangdia, Suparyono mengaku cukup mengeluarkan uang Rp 4 ribu. Padahal sebelumnya, pria 37 tahun ini harus merogoh kocek Rp 9 ribu.
"Semenjak tarif progresif jadi lebih irit. Karena disubsidi, dari Citayem ke Gondangdia. Kantor di Gondangdia. Saya biasanya dari Citayem Rp 9 ribu sekarang Rp 4 ribu," pungkasnya.(Pew/Shd)