Pasangan capres dan cawapres dari Partai Hanura, Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo, enggan disamakan seperti Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang memiliki latar belakang etnis dan agama yang berbeda.
Wiranto menjelaskan, kesamaan etnis yang ia miliki seperti Jokowi yang sama-sama dari Solo dan Hary Tanoe dengan Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa adalah kebetulan semata dan tidak dibuat-buat untuk menyamakan popularitas Jokowi-Ahok yang memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
"Bukan ya, jadi ini kebetulan saja. Soal Pak Jokowi dari Solo dan saya dari Solo itu lain soalnya. Jadi tidak ada contoh-mencontoh. Jadi itu hanya kebetulan," kata Wiranto disela-sela deklarasinya sebagai capres Partai Hanura di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa (2/7/2013).
Lebih lanjut Wiranto menegaskan, niatannya bersama Hary Tanoe sebagai pasangan capres dan cawapres untuk Pemilu 2014 lantaran didasari rasa keprihatinan terhadap kondisi Indonesia saat ini.
"Dan kebetulan saya dipertemukan oleh Tuhan dengan seorang tokoh muda yang namanya Hary Tanoesoedibjo. Soal profesinya sebagai apa itu urusan kedua. Tapi yang pertama adalah adanya persamaan visi dan tekad untuk menyamakan perubahan kondisi negeri ini. Itu yang penting," tuturnya.
Yang jelas, kata Wiranto, dia dan Hary Tanoe sudah memperlihatkan keberanian untuk maju dan menyatukan banyak perbedaan. "Kalau sekarang kebetulan seperti komposisi Gubernur DKI yang menang ya tidak apa-apa, Alhamdulilah. Tapi bahwa kita ini ada keberanian ada semangat untuk menyamakan suatu perbedaan antara berbagai keberagaman di Indonesia," terangnya.
Mantan panglima ABRI ini juga menjelaskan bahwa dirinya dengan Hary Tanoe adalah pasangan yang menyinkronkan antara tokoh senior dan tokoh muda. Jadi menurutnya, semua yang diinginkan oleh masyarakat terhadap sosok pemimpin kedepan sudah terjawab melalui 'perkawinan' politik antara dirinya dan Hary Tanoe.
"Lalu masyarakat kalau butuh orang yang tegas, ya saya sebagai Panglima ABRI pasti tegas, masa memble. Lalu misalnya dibutuhkan adanya perbedaan etnik ada di kita, kita persatukan," jelasnya.
Dia berharap apa yang dia lakukan dengan Hary Tanoe bisa menjadi contoh penyatuan akan perbedaan di Indonesia. "Kami berharap pengintegrasian kami menjadi suatu model menyatukan perbedaan. Perbedaan agama kami besatu, perbedaan etnik kami bersatu, perbedaan umur kami bersatu, perbedaan profesi bersatu, artinya marilah kita bersatu. Dan ini bisa menjadi model persatuan Indonesia dalam menghadapi globalisasi," pungkas Wiranto. (Ado/Mut)
Wiranto menjelaskan, kesamaan etnis yang ia miliki seperti Jokowi yang sama-sama dari Solo dan Hary Tanoe dengan Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa adalah kebetulan semata dan tidak dibuat-buat untuk menyamakan popularitas Jokowi-Ahok yang memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
"Bukan ya, jadi ini kebetulan saja. Soal Pak Jokowi dari Solo dan saya dari Solo itu lain soalnya. Jadi tidak ada contoh-mencontoh. Jadi itu hanya kebetulan," kata Wiranto disela-sela deklarasinya sebagai capres Partai Hanura di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa (2/7/2013).
Lebih lanjut Wiranto menegaskan, niatannya bersama Hary Tanoe sebagai pasangan capres dan cawapres untuk Pemilu 2014 lantaran didasari rasa keprihatinan terhadap kondisi Indonesia saat ini.
"Dan kebetulan saya dipertemukan oleh Tuhan dengan seorang tokoh muda yang namanya Hary Tanoesoedibjo. Soal profesinya sebagai apa itu urusan kedua. Tapi yang pertama adalah adanya persamaan visi dan tekad untuk menyamakan perubahan kondisi negeri ini. Itu yang penting," tuturnya.
Yang jelas, kata Wiranto, dia dan Hary Tanoe sudah memperlihatkan keberanian untuk maju dan menyatukan banyak perbedaan. "Kalau sekarang kebetulan seperti komposisi Gubernur DKI yang menang ya tidak apa-apa, Alhamdulilah. Tapi bahwa kita ini ada keberanian ada semangat untuk menyamakan suatu perbedaan antara berbagai keberagaman di Indonesia," terangnya.
Mantan panglima ABRI ini juga menjelaskan bahwa dirinya dengan Hary Tanoe adalah pasangan yang menyinkronkan antara tokoh senior dan tokoh muda. Jadi menurutnya, semua yang diinginkan oleh masyarakat terhadap sosok pemimpin kedepan sudah terjawab melalui 'perkawinan' politik antara dirinya dan Hary Tanoe.
"Lalu masyarakat kalau butuh orang yang tegas, ya saya sebagai Panglima ABRI pasti tegas, masa memble. Lalu misalnya dibutuhkan adanya perbedaan etnik ada di kita, kita persatukan," jelasnya.
Dia berharap apa yang dia lakukan dengan Hary Tanoe bisa menjadi contoh penyatuan akan perbedaan di Indonesia. "Kami berharap pengintegrasian kami menjadi suatu model menyatukan perbedaan. Perbedaan agama kami besatu, perbedaan etnik kami bersatu, perbedaan umur kami bersatu, perbedaan profesi bersatu, artinya marilah kita bersatu. Dan ini bisa menjadi model persatuan Indonesia dalam menghadapi globalisasi," pungkas Wiranto. (Ado/Mut)