Suatu hari di akhir bulan Mei, Isabelle Lusalakio sedang memasak di dapur kecilnya. Tiba-tiba, kedua orangtuanya menyeruak masuk ke rumahnya di Desa Kinshasa, Lukala, Republik Demokratik Kongo. Mereka memintanya untuk segera meninggalkan rumah.
"Kemasi barang-barangmu, pulang ke rumah di Boma! Pasanganmu bukan pria pilihan Tuhan," kata ayahnya, seperti dikutip dari situs WorldCrunch, Rabu (3/7/2013).
Orangtuanya lantas menjelaskan, pria yang mendeklarasikan diri sebagai "nabi" di gereja mereka, Jacob Dumbi mengatakan, pasangan yang 10 tahun menikah, tapi tak memiliki anak, adalah pertanda tak mendapatkan "restu" dari Tuhan.
Isabelle memutuskan untuk mematuhi orangtuanya. Ia meninggalkan rumah tanpa menunggu suaminya kembali, untuk sekadar pamitan. Lalu, perselisihan antara kedua keluarga besar tak terelakkan.
Beberapa bulan sebelumnya, di Kota Matadi, seorang perempuan memaksa keponakannya meminum darah ayam jago bercampur minyak. Lalu giliran suami si perempuan yang menendangnya ke luar rumah.
Pasangan itu menuduh keponakannya bertanggung jawab atas kematian anak perempuan mereka yang baru berusia 6 tahun. Bocah itu tewas akibat disambar petir.
Lho, apa hubungannya petir dengan keponakan malang itu?
Usut punya usut, si bibi melakukan aksinya setelah pulang dari kebaktian pagi, "nabi"-nya mengatakan si keponakan bertanggung jawab atas kematian putrinya.
Dan insiden ini berbuntut panjang, ibu si remaja laki laki, yang mendengar putranya diperlakukan kasar, tak terima. Ia mendatangi rumah saudaranya, dan mematahkan tangan adik iparnya setelah bergelut sengit.
Penipuan
Di setiap kota besar atau kota menengah di Provinsi Bas-Congo, kisah ini mulai sering didengar. "Menggambarkan keyakinan buta penduduk terhadap orang-orang yang dianggap nabi, atau yang didewakan. Padahal itu semua adalah penipuan," kata aktivis Didier Mambueni.
Sejumlah "nabi palsu" meminta uang, yang lainnya menggratiskan, apa yang mereka sebut sebagai "kehendak Tuhan".
Keberadaan "nabi palsu" juga memungkinkan warga menyalahkan ketidakberuntungan dan kesalahan mereka pada orang lain.
Kemiskinan Ekstrem
Untuk kasus Kongo, kemiskinan ekstrem dianggap pemicu warga mempercayai ceramah-ceramah "nabi palsu".
"Mereka yang percaya kebanyakan datang dari keluarga yang miskin, yang mencari kebahagiaan, peluang kerja, juga pasangan," kata Gustave Ngoma dari Boma, sebuah kota pelabuhan di tepi Sungai Kongo.
Tapi, Gustave menambahkan, ia pernah menjumpai pemimpin politik terkenal dan pebisnis terkemuka mengunjungi "nabi" terkenal dari Matadi, ibukota Provinsi Bas-Congo.
Sementara, Uskup Damien Lukoki, pemimpin Gereja Kebangkitan di area Bas-Cong mengatakan, menurut dia, "Seorang nabi tidak akan mengumumkan hal yang buruk, tapi dengan ilham ilahiah, ia dapat memprediksi kejadian masa depan."
Secara terpisah, salah satu orang yang memproklamirkan diri sebagai nabi, Kavungu dari Eglise de Jesus-Christ par l'Esprit de Verite Bima mengaku lebih berhati-hati dari "nabi" lainnya.
Ia mengutip ayat dari Injil yang berbunyi, "Gereja tanpa nurbuat adalah gereja mati," kata dia.
Tapi, dia meminta para koleganya untuk tak menunjuk nama atau orang tertentu saat mengungkap sebuah ramalan. "Untuk menghindari penuntutan yang tidak menghormati profesi hamba Allah." (Ein/Sss)
"Kemasi barang-barangmu, pulang ke rumah di Boma! Pasanganmu bukan pria pilihan Tuhan," kata ayahnya, seperti dikutip dari situs WorldCrunch, Rabu (3/7/2013).
Orangtuanya lantas menjelaskan, pria yang mendeklarasikan diri sebagai "nabi" di gereja mereka, Jacob Dumbi mengatakan, pasangan yang 10 tahun menikah, tapi tak memiliki anak, adalah pertanda tak mendapatkan "restu" dari Tuhan.
Isabelle memutuskan untuk mematuhi orangtuanya. Ia meninggalkan rumah tanpa menunggu suaminya kembali, untuk sekadar pamitan. Lalu, perselisihan antara kedua keluarga besar tak terelakkan.
Beberapa bulan sebelumnya, di Kota Matadi, seorang perempuan memaksa keponakannya meminum darah ayam jago bercampur minyak. Lalu giliran suami si perempuan yang menendangnya ke luar rumah.
Pasangan itu menuduh keponakannya bertanggung jawab atas kematian anak perempuan mereka yang baru berusia 6 tahun. Bocah itu tewas akibat disambar petir.
Lho, apa hubungannya petir dengan keponakan malang itu?
Usut punya usut, si bibi melakukan aksinya setelah pulang dari kebaktian pagi, "nabi"-nya mengatakan si keponakan bertanggung jawab atas kematian putrinya.
Dan insiden ini berbuntut panjang, ibu si remaja laki laki, yang mendengar putranya diperlakukan kasar, tak terima. Ia mendatangi rumah saudaranya, dan mematahkan tangan adik iparnya setelah bergelut sengit.
Penipuan
Di setiap kota besar atau kota menengah di Provinsi Bas-Congo, kisah ini mulai sering didengar. "Menggambarkan keyakinan buta penduduk terhadap orang-orang yang dianggap nabi, atau yang didewakan. Padahal itu semua adalah penipuan," kata aktivis Didier Mambueni.
Sejumlah "nabi palsu" meminta uang, yang lainnya menggratiskan, apa yang mereka sebut sebagai "kehendak Tuhan".
Keberadaan "nabi palsu" juga memungkinkan warga menyalahkan ketidakberuntungan dan kesalahan mereka pada orang lain.
Kemiskinan Ekstrem
Untuk kasus Kongo, kemiskinan ekstrem dianggap pemicu warga mempercayai ceramah-ceramah "nabi palsu".
"Mereka yang percaya kebanyakan datang dari keluarga yang miskin, yang mencari kebahagiaan, peluang kerja, juga pasangan," kata Gustave Ngoma dari Boma, sebuah kota pelabuhan di tepi Sungai Kongo.
Tapi, Gustave menambahkan, ia pernah menjumpai pemimpin politik terkenal dan pebisnis terkemuka mengunjungi "nabi" terkenal dari Matadi, ibukota Provinsi Bas-Congo.
Sementara, Uskup Damien Lukoki, pemimpin Gereja Kebangkitan di area Bas-Cong mengatakan, menurut dia, "Seorang nabi tidak akan mengumumkan hal yang buruk, tapi dengan ilham ilahiah, ia dapat memprediksi kejadian masa depan."
Secara terpisah, salah satu orang yang memproklamirkan diri sebagai nabi, Kavungu dari Eglise de Jesus-Christ par l'Esprit de Verite Bima mengaku lebih berhati-hati dari "nabi" lainnya.
Ia mengutip ayat dari Injil yang berbunyi, "Gereja tanpa nurbuat adalah gereja mati," kata dia.
Tapi, dia meminta para koleganya untuk tak menunjuk nama atau orang tertentu saat mengungkap sebuah ramalan. "Untuk menghindari penuntutan yang tidak menghormati profesi hamba Allah." (Ein/Sss)