Konseptor Pertamina Ibnu Sutowo Meninggal

Peletak dasar PT Pertamina Ibnu Sutowo meninggal dunia di Jakarta pagi tadi. Mantan direktur utama yang berkuasa selama 19 tahun itu dimakamkan di TMP Kalibata, Jumat siang.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Jan 2001, 16:27 WIB
Liputan6.com, Jakarta: PT Pertamina kehilangan seorang pendirinya, Letnan Jenderal (Pur) TNI Angkatan Darat Prof Dr Ibnu Soetowo DSc. Sosok mantan direktur utama perusahaan minyak terbesar di Tanah Air yang baru lima bulan menikmati usia 86 tahun itu meninggal pada hari Jumat (12/01) sekitar pukul 05.04 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta karena sakit. Jenazah Ibnu Sutowo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara militer yang dipimpin Panglima TNI Laksamana TNI AL Widodo A.S. sekitar pukul 14.30 WIB tadi.

Beberapa sumber keluarga menyebutkan bahwa Ibnu meninggal lantaran uzur. Namun sebelum menghembuskan napas terakhir, almarhum sempat menderita penyakit pernapasan seperti asma dan gangguan saraf. Sementara upacara persemayaman di rumah duka siang tadi dipimpin oleh mantan Kepala Staf AD Jenderal Tyasno Sudarso. Pelepasan jenazah juga dilakukan dengan adat Brobosan. Dalam upacara acara militer, putra almarhum Pontjo Sutowo menyerahkan jenazah kepada Ketua Legiun Veteran RI Letjen (Pur) Ahmad Taher.

Sejumlah pejabat yang tampak melayat adalah Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, anggota DPR Taufik Kiemas, mantan Dirut Pertamina A. Ramli, mantan Pangkostrad Kemal Idris, pengamat ekonomi dan koperasi Sri Edi Swasono, mantan Pangkostrad Prabowo, anggota DPR Sumargono dan mantan Wakil Presiden Sudharmono. Selain itu hadir juga mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, mantan Wakil Ketua DPR Abdul Gafur, Des Alwi, dan Dirut Pertamina Baihaqi Hakim.

Menurut keterangan yang diperoleh, Ibnu hanya sejenak dirawat di RS Pertamina. Pria kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, 23 September 1941 itu tak mampu bertahan. Sekitar pukul 05.04 WIB, Ibnu meninggal. Jenazah sempat disemayamkan di Jalan Tanjung nomor 16, Jakarta Pusat. Menurut rencana, jenazah almarhum yang meninggalkan seorang istri Zaleha, 77 tahun, lima orang putri, dua orang putra, dan 21 orang cucu ini akan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan.

Sosok lelaki purnawirawan TNI ini memang bukan orang biasa di Indonesia. Sebab sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina periode tahun 1957-1976, Ibnu juga sibuk dengan jabatan sebagai Deputi II Kepala Staf pada Markas Besar TNI AD. Sebelumnya -dengan pangkat mayor tituler- dia sempat ikut bergerilya di masa Agresi Militer Belanda II. Beres turun ke hutan, Ibnu ditugaskan di Medan sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Tentara T&T Sumatra Utara. Tetapi, tak lama Ibnu dikirim ke Sumatra Selatan dengan memangku jabatan Panglima TT II.

Selepas tugas tadi, Ibnu ditunjuk KSAD -waktu itu A.H. Nasution- untuk mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina), 1957. Sejak saat itulah, kiprah Ibnu di dunia perminyakan dimulai.

Namun dia tak berjalan seorang diri. Sebab berkat kerja sama dengan Mayor Harijono, Mayor Geudong, dan J.M. Pattiasina, Ibnu berhasil mengembangkan perusahaan bahkan sempat mengubah nama PT Permina menjadi PT Pertamina. Bidang kerja Pertamina mulai melebarkan sayap hingga ke usaha nonminyak. Sebut saja bisnis properti, angkutan udara, hingga pabrik baja. Sayang di bawah tampuk pimpinannya pula, Pertamina dinyatakan menimbun banyak utang lantaran kasus korupsi. Buntutnya, Ibnu menyerahkan jabatannya kepada Piet Haryono di awal 1976.

Selepas "bermain" di dunia minyak, Ibnu mulai melangkah sendirian. Dia kembali menekuni PT Indobuildco yang didirikannya tatkala masih aktif di Pertamina. Tak hanya itu. Ibnu pun mulai membangun Garden Tower dan memperluas Hotel Hilton sejak 1983.

Angin baik kesuksesan tampaknya memang akrab dengan seorang Ibnu sejak awal. Sebagai anak ketujuh Raden Sastrodiredjo yang bekas wedana dan keturunan ke-13 Sultan Pajang, Ibnu tak pernah kesulitan masuk sekolah. Buktinya, selama 10 tahun belajar di sekolah kedokteran Nederlandsche Artsen School (NIAS) Surabaya dan meraih gelar Indisch arts. Setelah itu dia menjalankan masa dinas kedokteran di Palembang dan Martapura. Pada masa Kemerdekaan, Ibnu pun sempat menjabat Kepala Rumah Sakit Umum Plaju, Palembang, dan Kepala Jawatan Kesehatan Tentara se-Sumatra Selatan.

Peraih gelar doctor honoris causa pada tahun 1984 dari Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) ini terkenal royal. Buktinya, dia telah melengkapi Yayasan Pendidikan Alquran, yang didirikannya pada 1969 dengan gedung laboratorium bahasa Alquran senilai Rp 115 juta, 1983. Untuk PTIQ pun, Ibnu yang juga memperoleh gelar doctor honoris causa untuk ilmu ekonomi di tahun 1972 dari Universitas Airlangga ini rela merogoh kocek sebesar Rp 6 juta setiap bulan.(BMI/Kawiyan dan Zakaria)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya