Tidak terdaftar sebagai penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), puluhan warga Arfak di Manokwari, Papua Barat menyegel kantor Badan Pusat Statistik Manokwari.
Mereka berunjuk rasa dan menuntut agar ribuan warga yang tak terdaftar dimasukkan sebagai penerima BLSM. Dari seribu lebih warga miskin di Manokwari, hanya sekitar seratus orang yang terdaftar sebagai penerima BLSM.
Sementara itu, kekacauan pembagian BLSM juga terjadi di Grobogan, Jawa Tengah, seperti yang tayang pada Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (5/7/2013). Meski hidup sulit, Joko Sutrisno yang tinggal di Kampung Jetis Soponyono, Puwodadi, Grobogan tak mendapatkan BLSM. Sehari-harinya dia hidup dalam kegelapan.
Bukan karena aliran listrik belum mengaliri rumahnya, tapi karena Joko tak mampu. Kompor saja dia tak punya. Untuk kebutuhan memasak, Joko dan istrinya memanfaatkan kayu bekas. Walau tidak mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM senilai Rp 150 ribu per bulan itu, Joko hanya pasrah. Alih-alih melakukan protes, dia memilih diam.
Padahal sejumlah penerima BLSM lain datang menggunakan sepeda motor keluaran terbaru saat mencairkan dana BLSM di kantor pos. Bahkan ada juga yang menggunakan perhiasan emas.
Untuk menangani kasus salah sasaran seperti ini, pemerintah Kabupaten Grobogan membentuk forum penanganan pengaduan masyarakat. Diharapkan kesadaran para warga mampu untuk mengembalikan uang BLSM yang diterimanya untuk dialihkan bagi warga yang sungguh-sungguh berkekurangan. (Ndy/Yus)
Mereka berunjuk rasa dan menuntut agar ribuan warga yang tak terdaftar dimasukkan sebagai penerima BLSM. Dari seribu lebih warga miskin di Manokwari, hanya sekitar seratus orang yang terdaftar sebagai penerima BLSM.
Sementara itu, kekacauan pembagian BLSM juga terjadi di Grobogan, Jawa Tengah, seperti yang tayang pada Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (5/7/2013). Meski hidup sulit, Joko Sutrisno yang tinggal di Kampung Jetis Soponyono, Puwodadi, Grobogan tak mendapatkan BLSM. Sehari-harinya dia hidup dalam kegelapan.
Bukan karena aliran listrik belum mengaliri rumahnya, tapi karena Joko tak mampu. Kompor saja dia tak punya. Untuk kebutuhan memasak, Joko dan istrinya memanfaatkan kayu bekas. Walau tidak mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM senilai Rp 150 ribu per bulan itu, Joko hanya pasrah. Alih-alih melakukan protes, dia memilih diam.
Padahal sejumlah penerima BLSM lain datang menggunakan sepeda motor keluaran terbaru saat mencairkan dana BLSM di kantor pos. Bahkan ada juga yang menggunakan perhiasan emas.
Untuk menangani kasus salah sasaran seperti ini, pemerintah Kabupaten Grobogan membentuk forum penanganan pengaduan masyarakat. Diharapkan kesadaran para warga mampu untuk mengembalikan uang BLSM yang diterimanya untuk dialihkan bagi warga yang sungguh-sungguh berkekurangan. (Ndy/Yus)