PT Freepot Indonesia menyatakan masih belum menyepakati 2 dari 6 poin renegosiasi kontrak karya, yaitu pembangunan pengolahan dan pemurnian mineral serta waktu perpanjangan kontrak.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Soetjipto mengatakan, pihaknya setuju melakukan renegosiasi. Namun dari 6 poin bahan renegosiasi yaitu penerimaan negara, penciutan luas wilayah, divestasi, pembangunan pemurnian, peningkatan belanja dalam negeri, dan status kontrak kerjasama, ada dua poin yang belum bisa disepakati.
"Kami bersedia melakukan renegosiasi, dari 6 isu pokok ada yang masih jadi ganjalan bagi kami," kata Rozik, Jumat (5/7/2013).
Dia menambahkan poin yang masih jadi ganjalan yang pertama pengolahan mineral dalam negeri terutama pada jangka waktu 2014 sudah tidak dizinkan mengekspor konsentrat. Sementara pengolahan mineral di dalam negeri hanya 35%-40% di Gresik Jawa Timur.
Menurut dia untuk membangun pengolahan mineral tersebut saat ini Freeport sedang melakukan pembicaraan dengan investor untuk membangun smelter di Indonesia dan perusahaan menjamin pasokan konsentratnya.
"Kami sedang studi kelayakan bersama Petrokimia Gresik studi pembangunan smelter dan refinary di Indonesia, dengan studi ini pemerintah bisa melihat unsur apa yang dibantu sehingga layak dan feasible," jelas dia.
Rozik menambahkan poin berikut terkait masalah kontrak karya. Menurut dia, cadangan Freeport akan habis pada 2016, sehingga harus mengkonversikan produksi dari permukaan ke bawah tanah.
Disebutkan ada 2,5 miliar ton bijih kadar emas dan perak yang 87% berada di bawah tanah sejak 2011 sampai 2021. Freeport berencana menanamkan investasi Rp 9,8 miliar untuk itu.
Sebab itu perusahaan menginginkan penambahan waktu operasi. "Untuk tambang bawah tanah, desain kapasitas di 2019. Sementara kontrak kami 2021," pungkasnya. (Pew/Nur)
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Soetjipto mengatakan, pihaknya setuju melakukan renegosiasi. Namun dari 6 poin bahan renegosiasi yaitu penerimaan negara, penciutan luas wilayah, divestasi, pembangunan pemurnian, peningkatan belanja dalam negeri, dan status kontrak kerjasama, ada dua poin yang belum bisa disepakati.
"Kami bersedia melakukan renegosiasi, dari 6 isu pokok ada yang masih jadi ganjalan bagi kami," kata Rozik, Jumat (5/7/2013).
Dia menambahkan poin yang masih jadi ganjalan yang pertama pengolahan mineral dalam negeri terutama pada jangka waktu 2014 sudah tidak dizinkan mengekspor konsentrat. Sementara pengolahan mineral di dalam negeri hanya 35%-40% di Gresik Jawa Timur.
Menurut dia untuk membangun pengolahan mineral tersebut saat ini Freeport sedang melakukan pembicaraan dengan investor untuk membangun smelter di Indonesia dan perusahaan menjamin pasokan konsentratnya.
"Kami sedang studi kelayakan bersama Petrokimia Gresik studi pembangunan smelter dan refinary di Indonesia, dengan studi ini pemerintah bisa melihat unsur apa yang dibantu sehingga layak dan feasible," jelas dia.
Rozik menambahkan poin berikut terkait masalah kontrak karya. Menurut dia, cadangan Freeport akan habis pada 2016, sehingga harus mengkonversikan produksi dari permukaan ke bawah tanah.
Disebutkan ada 2,5 miliar ton bijih kadar emas dan perak yang 87% berada di bawah tanah sejak 2011 sampai 2021. Freeport berencana menanamkan investasi Rp 9,8 miliar untuk itu.
Sebab itu perusahaan menginginkan penambahan waktu operasi. "Untuk tambang bawah tanah, desain kapasitas di 2019. Sementara kontrak kami 2021," pungkasnya. (Pew/Nur)