Rervolusi "Arab Spring" yang terjadi di Timur Tengah belum berlalu. Sejumlah diktator dilengserkan paksa dari tampuk kekuasaan, oleh rakyatnya sendiri. Beberapa di antaranya masih terus bercokol, seperti halnya Bashar Al Assad di Suriah.
Yang teranyar justru menimpa penguasa Mesir, Mohammed Morsi. Ia dilengserkan dalam kudeta milite yang didukung sebagian rakyat Mesir, meski baru setahun menjadi presiden.
Liputan6.com, Selasa (9/7/2013), mencatat ada 5 penguasa yang berhasil digulingkan akibat Arab Spring. Berikut ulasannya.
1. Zine El Abidine Ben Ali - Tunisia
Revolusi Arab Spring bermula dari kisah penjual buah di Tunisia. Mohamed Bouazizi namanya. Ia adalah pedagang dengan penghasilan minim Rp 1,3 juta dan harus menghidupi 8 anggota keluarganya.
Alih-alih mendapatkan bantuan dari pemerintah, Bouazizi malah menjadi korban kesewenang-wenangan dari aparat pemerintah. Hanya karena tidak mampu membayar uang pelicin, pria ini habis digusur petugas pemerintah lokal. Ia juga dipentung dan dipukuli.
Kesal dengan ketidakadilan tersebut, Bouazizi melancarkan aksi protes ekstrem dengan membakar diri. Pada 17 Desember 2010, pria ini menyiram tubuhnya dengan bensin lalu menyalakan korek api.
Aksinya itu membuat nyawanya harus melayang. Ia mengalami luka bakar parah. Hampir seluruh tubunya atau sekitar 90 persen terbakar. Pada akhirnya, ia meninggal pada 5 Januari 2011.
Sejak saat ini, kemarahan publik tersulut. Kematian Bouazizi melecut protes rakyat pada pemerintah. Lewat sosial media, aksi protes digalang hingga membuat Presiden Zine El Abidine Ben Ali tumbang setelah 23 tahun berkuasa. Ia kemudian kabur ke Arab Saudi pada 14 januari 2011.
Ben Ali kemudian dijatuhi hukuman tambahan 20 tahun penjara oleh pengadilan militer negara tersebut pada 13 Juni 2012. Ben dianggap bersalah akibat mengambil keputusan yang mengakibatkan terbunuhnya 4 orang dalam kasus yang dikenal sebagai Ouardanine.
Selain hukuman dari pengadilan militer, Ben Ali dijatuhi hukuman 66 tahun penjara oleh pengadilan sipil. Ia dihukum akibat tuduhan melakukan perdagangan senjata ilegal dan penyalahgunaan dana publik.
2. Hosni Mubarak - Mesir
Dari Tunisia, revolusi menjalar ke negara tetangga, Mesir. Unjuk rasa untuk melawan sang diktator Hosni Mubarak digelar sekaligus merayakan Hari Polisi Mesir -- peringatan atas terbunuhnya 50 polisi di Mesir oleh Inggris.
Demonstrasi menyebar begitu cepat lewat bantuan media sosial. Kekuatan terus bertambah. Umat Muslim dan Kristen bersatu hingga bikin aparat pemerintah kocar-kacir.
Pemerintah mencoba mengancam para pemberontak dengan menyatakan dibantu pihak asing untuk menghadang demonstran. Namun massa kelompok penentang itu tidak takut. Demonstrasi tetap berjalan.
Hingga pada hari ke-18 atau tepatnya pada tanggal 11 Februari 2011, Presiden Mubarak menyerah dan menyerahkan kekuasaannya kepada militer. Diktator yang telah duduk di singgasana selama 30 tahun itu berhasil ditumbangkan.
Kini Mubarak tengah menjalani pengobatan sambil menjalani proses hukum yang menjeratnya. Pada akhir Desember 2012, ia dipindahkan dari rumah sakit tahanan ke rumah sakit militer di Mesir, karena keadaannya semakin memburuk setelah terpeleset di kamar mandi.
3. Muammar Khadafi - Libya
Kebangkitan rakyat Timur Tengah juga merembet ke Libya. Sebagian besar rakyat bersatu untuk menumbangkan Presiden Muammar Khadafi.
Aksi demonstrasi pertama kali digelar di kota Benghazi pada 15 Februari 2011. Tentara pemerintah dikerahkan untuk menghadang massa.
Alih-alih mereda, unjuk rasa justru menyebar ke Ibukota Tripoli. Putra Khadafi, Saif al-Islam Khadafi mengimbau agar kerusuhan tidak dilanjutkan karena bisa memicu perang saudara.
Tapi tetap saja aksi protes berlanjut. Terus menerus konflik berlangsung antara kubu rakyat pemberontak dan aparat pemerintah. Semakin rumit, pihak asing pun turut campur.
Meski PBB mengeluarkan resolusi larangan terbang di Libya pada 17 maret 2011, Prancis, Inggris dan Amerika Serikat malah menjatuhkan bom di negara tersebut untuk melawan serangan militer Khadafi.
Mendapat dukungan negara asing, pemberontak semakin kuat. Satu demi satu kota di Libya berhasil dikuasai. Khadafi kemudian hijrah ke kota yang lebih aman hingga pada akhirnya diktator tersebut tewas dibunuh di Kota Sirte, setelah lebih dari 40 tahun berkuasa.
4. Ali Abdullah Saleh - Yaman
Arab Spring di negeri tetangga membuat warga Yaman tersulut untuk melakukan hal serupa. Pada 27 Januari 2011, sekitar 16 ribu rakyat berkumpul di pusat ibukota. Meminta Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa selama 33 tahun itu mundur.
Mundurnya Mubarak pada 11 Februari 2011 membuat rakyat semakin berusaha untuk menjatuhkan Saleh. Sang penguasa sudah mencoba menenangkan rakyat dengan berjanji tidak akan mengikut pemilu selanjutnya. Namun tak berhasil. Aksi protes tetap berjalan. Malah semakin menjadi-jadi sampai berbulan-bulan.
Rakyat berkumpul di depan istana demi menurunkan Saleh. Dan pada akhirnya pemimpin tersebut mundur setelah mengeluarkan dekrit, memberi kuasa kepada Wakil Presiden Abd al-Rab Mansur al-Hadi. Kemudian Saleh menandatangani transfer kekuasaan pada 23 November 2011.
Advertisement
5. Mohammed Morsi - Mesir
"Game Over", begitu tulisan hasil kumpulan sinar laser yang disorot para demonstran di Lapangan Tahrir, Rabu 3 Juli 2013 malam, sebagai pertanda Presiden Mesir Mohammed Morsi resmi digulingkan kekuatan militer yang dipimpin Jenderal Besar Abdel Fattah al-Sisi.
Rangkaian penggulingan ini bermula usai Morsi mengeluarkan dekrit presiden yang kontroversial. Kira-kira begini bunyinya: "Kekebalan hukum bagi semua keputusan presiden."
Sejak itu, revolusi 25 Januari 2011 yang melengserkan Mubarak seperti tak ada gunanya. Sebab Morsi dinilai tidak menjalankan demokrasi penuh setelah mengeluarkan dekrit kebal hukum itu.
'Skenario' penggulingan terus berlanjut. Sepuluh menteri Mesir mengajukan pengunduran diri setelah terjadi unjuk rasa besar-besaran menentang pemerintahan Presiden Mohammed Morsi. Namun, Perdana Menteri Mesir Hisham Qandil menolak pengunduran diri para menteri tersebut.
Tak lama kemudian, militer Mesir memberikan ultimatum kepada semua kekuatan politik di negeri itu. Militer memberikan waktu 48 jam sejak Senin 1 Juli malam untuk semua pihak, penentang dan pendukung Morsi, untuk menyelesaikan konflik mereka. Jika tidak, militer akan turun tangan.
Tenggat waktu ultimatum telah habis. 48 Jam telah berlalu sejak ultimatum diumumkan. Namun situasi tetap tegang tak terkendali. Artinya, sudah waktunya bagi militer untuk bertindak menyelesaikan semuanya. Di bawah komando Jenderal Abdul Fattah Al-Sisi, militer mengambil alih kekuasaan Presiden Morsi.
Transisi politik ini diumumkan langsung oleh al-Sisi setelah bertemu dengan sejumlah pemimpin politik, pemimpin agama, dan pemimpin muda.
Juru bicara Ikhwanul Muslimin -- partai yang membesarkan Morsi -- Gehad El-Haddad menyatakan, Morsi saat ini tengah mendekam di tahanan rumah di Markas Garda Republik, Kairo. Ia kemudian dipindah ke Kantor Menteri Pertahanan. (Riz/Ein)