Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, Selasa (9/7) di Jakarta, menemui 40 pelaut yang sempat terdampar di perairan Trinidad dan Tobago, Amerika Tengah, serta di Pantai Gading, Afrika Barat pada Oktober-November 2012.
Dalam siaran persnya yang diterima Liputan6.com, Rabu (10/7), Jumhur mennyatakan, para pelaut ini mengaku dipulangkan perwakilan RI di kedua negara tersebut secara bertahap hingga Desember 2012, setelah nasibnya tidak menentu selama puluhan hari. Adapun Jumlah yang dipulangkan mencapai 203 orang. Para korban itu berasal dari Jawa Barat seperti Indramayu dan Cirebon, selain Jawa Tengah yaitu Brebes, Tegal, Kebumen, serta Pemalang.
Mereka adalah pelaut Anak Buah Kapal (ABK) di kapal tangkapan ikan Cunhong 201 dan 302. Sebagian juga bekerja di kapal Youngdoc 3. Ketiga kapal itu milik perusahaan Kwo Jeng, Taiwan.”Mereka menuntut hak-haknya seperti gaji bulanan sebesar 150-180 USD yang tidak pernah dibayarkan selama bekerja, termasuk hak asuransi,” ujarnya.
Menurut Jumhur, pihaknya langsung memfasilitasi nasib para pelaut terdampar antara lain memanggil PT Cartigo pada Selasa sore (9/7). BNP2TKI meminta PT Cartigo untuk memenuhi tuntutan pembayaran gaji, di samping hak asuransi para pelaut melalui perusahaan yang mempekerjakan di Taiwan. Pertemuan serupa akan dilanjutkan pada Kamis (11/7) di BNP2TKI.
Pada umumnya ke 203 pelaut bekerja sejak 2008, 2009, dan 2010, yang ditempatkan dua perusahaan di Indonesia yakni PT Cartigo Multi Global, Jakarta dan PT Bahana, Bekasi, Jawa Barat. PT Cartigo sampai kini masih beroperasi di Jl Jelambar Selatan XII No 8, Jakarta Barat, sedangkan PT Bahana tidak lagi jelas operasionalnya.
Sementara itu, perusahaan Kwo Jeng di Taiwan menyatakan bankrut sejak peristiwa kapalnya terdampar. Perusahaan Kwo Jeng memang menyanggupi untuk membayar gaji, namun menunggu ketiga kapal yang terdampar terjual.
Akibat kasus itu pula, para korban pelaut melaporkan PT Cartigo ke kepolisian. Direktur Utama PT Cartigo, Willy, kini dalam tahanan Mabes Polri. Upaya lain untuk mengadukan PT Bahana tidak tercapai karena ketidakjelasan aktivitas perusahaan itu.
Jumhur menambahkan, 203 pelaut ABK merupakan korban akibat kekosongan peraturan mengenai prosedur penempatan dan perlindungan TKI pelaut, sebelum BNP2TKI menerbitkan Peraturan Kepala BNP2TKI No.PER.03/KA/I/2013 tentang tata cara penempatan dan perlindungan TKI pelaut perikanan di kapal berbendera asing.
Selanjutnya, BNP2TKI menerbitkan satu peraturan tambahan berupa Peraturan Kepala BNP2TKI No.PER.12/KA/IV/2013 tentang tata cara perekrutan penempatan dan perlindungan TKI pelaut di kapal berbendera asing.
Kedua peraturan itu dikeluarkan dalam rangka menertibkan penempatan para pelaut, menetapkan gaji mininum 300 USD, sekaligus mempertegas aspek perlindungan bagi TKI pelaut yang acapkali rentan oleh eksploitasi perusahaan pengguna jasa pelaut itu. (ARI)
Dalam siaran persnya yang diterima Liputan6.com, Rabu (10/7), Jumhur mennyatakan, para pelaut ini mengaku dipulangkan perwakilan RI di kedua negara tersebut secara bertahap hingga Desember 2012, setelah nasibnya tidak menentu selama puluhan hari. Adapun Jumlah yang dipulangkan mencapai 203 orang. Para korban itu berasal dari Jawa Barat seperti Indramayu dan Cirebon, selain Jawa Tengah yaitu Brebes, Tegal, Kebumen, serta Pemalang.
Mereka adalah pelaut Anak Buah Kapal (ABK) di kapal tangkapan ikan Cunhong 201 dan 302. Sebagian juga bekerja di kapal Youngdoc 3. Ketiga kapal itu milik perusahaan Kwo Jeng, Taiwan.”Mereka menuntut hak-haknya seperti gaji bulanan sebesar 150-180 USD yang tidak pernah dibayarkan selama bekerja, termasuk hak asuransi,” ujarnya.
Menurut Jumhur, pihaknya langsung memfasilitasi nasib para pelaut terdampar antara lain memanggil PT Cartigo pada Selasa sore (9/7). BNP2TKI meminta PT Cartigo untuk memenuhi tuntutan pembayaran gaji, di samping hak asuransi para pelaut melalui perusahaan yang mempekerjakan di Taiwan. Pertemuan serupa akan dilanjutkan pada Kamis (11/7) di BNP2TKI.
Pada umumnya ke 203 pelaut bekerja sejak 2008, 2009, dan 2010, yang ditempatkan dua perusahaan di Indonesia yakni PT Cartigo Multi Global, Jakarta dan PT Bahana, Bekasi, Jawa Barat. PT Cartigo sampai kini masih beroperasi di Jl Jelambar Selatan XII No 8, Jakarta Barat, sedangkan PT Bahana tidak lagi jelas operasionalnya.
Sementara itu, perusahaan Kwo Jeng di Taiwan menyatakan bankrut sejak peristiwa kapalnya terdampar. Perusahaan Kwo Jeng memang menyanggupi untuk membayar gaji, namun menunggu ketiga kapal yang terdampar terjual.
Akibat kasus itu pula, para korban pelaut melaporkan PT Cartigo ke kepolisian. Direktur Utama PT Cartigo, Willy, kini dalam tahanan Mabes Polri. Upaya lain untuk mengadukan PT Bahana tidak tercapai karena ketidakjelasan aktivitas perusahaan itu.
Jumhur menambahkan, 203 pelaut ABK merupakan korban akibat kekosongan peraturan mengenai prosedur penempatan dan perlindungan TKI pelaut, sebelum BNP2TKI menerbitkan Peraturan Kepala BNP2TKI No.PER.03/KA/I/2013 tentang tata cara penempatan dan perlindungan TKI pelaut perikanan di kapal berbendera asing.
Selanjutnya, BNP2TKI menerbitkan satu peraturan tambahan berupa Peraturan Kepala BNP2TKI No.PER.12/KA/IV/2013 tentang tata cara perekrutan penempatan dan perlindungan TKI pelaut di kapal berbendera asing.
Kedua peraturan itu dikeluarkan dalam rangka menertibkan penempatan para pelaut, menetapkan gaji mininum 300 USD, sekaligus mempertegas aspek perlindungan bagi TKI pelaut yang acapkali rentan oleh eksploitasi perusahaan pengguna jasa pelaut itu. (ARI)