Rancangan Undang-undang Pendidikan Kedokteran yang akan disahkan pada rapat paripurna DPR Kamis, 11 Juli 2013 esok, diharapkan memberikan akses yang terbuka bagi masyarakat. Terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa mengikuti pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi.
"RUU ini juga telah mendesain keberpihakan bagi para mahasiswa yang memenuhi syarat tertentu untuk memperoleh beasiswa dan bantuan biaya pendidikan, seperti tertulis dalam Pasal 32 dan Pasal 33 RUU ini," kata anggota Komisi X DPR Rohmani dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Menurut Rohmani, hal itu tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) RUU ini yang menyatakan bahwa seleksi penerimaan calon mahasiswa (kedokteran dan kedokteran gigi) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa dari daerah, sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Menurut dia, instrumen beasiswa ini pun didesain dalam kerangka program pemerataan penempatan dokter dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
"Bagi masyarakat miskin RUU ini juga membuka kesempatan untuk mendapatkan bantuan biaya pendidikan tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi. Hal ini dinyatakan dalam pasal 33 ayat (3)," ujar Rohmani.
Tak hanya itu, adanya ketentuan soal penetapan biaya pendidikan kedokteran yang harus ditanggung mahasiswa harus dilakukan dengan persetujuan Menteri, menjadi instrumen untuk mencegah praktek komersialisasi biaya pendidikan kedokteran yang selama ini memang sangat mahal, seperti termaktub dalam pasal 52 ayat (2).
"Beberapa rumusan dalam RUU yang memberikan akses kepada masyarakat berpenghasilan rendah ini, memang menjadi harapan bagi seluruh masyarakat yang ingin menikmati pendidikan kedokteran yang bermutu dan terjangkau," kata Rohmani. (Ein/Ism)
"RUU ini juga telah mendesain keberpihakan bagi para mahasiswa yang memenuhi syarat tertentu untuk memperoleh beasiswa dan bantuan biaya pendidikan, seperti tertulis dalam Pasal 32 dan Pasal 33 RUU ini," kata anggota Komisi X DPR Rohmani dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Menurut Rohmani, hal itu tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) RUU ini yang menyatakan bahwa seleksi penerimaan calon mahasiswa (kedokteran dan kedokteran gigi) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa dari daerah, sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Menurut dia, instrumen beasiswa ini pun didesain dalam kerangka program pemerataan penempatan dokter dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
"Bagi masyarakat miskin RUU ini juga membuka kesempatan untuk mendapatkan bantuan biaya pendidikan tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi. Hal ini dinyatakan dalam pasal 33 ayat (3)," ujar Rohmani.
Tak hanya itu, adanya ketentuan soal penetapan biaya pendidikan kedokteran yang harus ditanggung mahasiswa harus dilakukan dengan persetujuan Menteri, menjadi instrumen untuk mencegah praktek komersialisasi biaya pendidikan kedokteran yang selama ini memang sangat mahal, seperti termaktub dalam pasal 52 ayat (2).
"Beberapa rumusan dalam RUU yang memberikan akses kepada masyarakat berpenghasilan rendah ini, memang menjadi harapan bagi seluruh masyarakat yang ingin menikmati pendidikan kedokteran yang bermutu dan terjangkau," kata Rohmani. (Ein/Ism)