Masjid Agung Sang Cipta Rasa dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan Cirebon adalah masjid yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat. Konon, masjid tertua di Cirebon itu dibangun sekitar tahun 1480 Masehi atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Kamis (11/7/2013), nama masjid Sang Cipta Rasa itu diambil dari kata Sang yang bermakna keagungan, Cipta yang berarti dibangun, dan Rasa yang berarti digunakan. Di beranda samping kanan (Utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadan. Sumur ini digunakan sebagai tempat berwudhu bagi jamaah.
Kekhasan masjid ini antara lain terletak pada atapnya yang tidak memiliki puncak atap sebagaimana yang lazim ditemui pada atap masjid-masjid di Pulau Jawa. Masjid ini terdiri dari 2 ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Untuk menuju ruangan utama, terdapat 9 pintu, yang melambangkan Wali Songo. Namun meski berjumlah 9, pintu yang dibuka setiap hari hanya 1 buah.
"Karena sebagai filsafat bahwa hidup itu 1 hari, hari ini. Sultan hingga masyarakat awam pun masuk dari pintu itu hari ini. Namun besok belum tentu pintu itu yang dibuka," kata pengurus Masjid Kasepuhan, Azhari.
Selain itu, Ia menambahkan, pembangunan masjid yang seluruhnya dibuat dari kayu jati itu konon melibatkan sekitar 500 orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. (Adi/Mut)
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Kamis (11/7/2013), nama masjid Sang Cipta Rasa itu diambil dari kata Sang yang bermakna keagungan, Cipta yang berarti dibangun, dan Rasa yang berarti digunakan. Di beranda samping kanan (Utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadan. Sumur ini digunakan sebagai tempat berwudhu bagi jamaah.
Kekhasan masjid ini antara lain terletak pada atapnya yang tidak memiliki puncak atap sebagaimana yang lazim ditemui pada atap masjid-masjid di Pulau Jawa. Masjid ini terdiri dari 2 ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Untuk menuju ruangan utama, terdapat 9 pintu, yang melambangkan Wali Songo. Namun meski berjumlah 9, pintu yang dibuka setiap hari hanya 1 buah.
"Karena sebagai filsafat bahwa hidup itu 1 hari, hari ini. Sultan hingga masyarakat awam pun masuk dari pintu itu hari ini. Namun besok belum tentu pintu itu yang dibuka," kata pengurus Masjid Kasepuhan, Azhari.
Selain itu, Ia menambahkan, pembangunan masjid yang seluruhnya dibuat dari kayu jati itu konon melibatkan sekitar 500 orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. (Adi/Mut)
