Dewan Energi Nasional (DEN) menilai terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan peningkatan pemintaan energi di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Hadi Purnomo mengatakan laju pertumbuhan konsumsi energi dalam beberapa tahun terakhir lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan pasokan. Hal tersebut lantaran hambatan penyediaan sumber energi khususnya energi fosil.
"Hambatan dari sisi hulu sampai ke sisi hilir, di mana sebagian merupakan isu atau permasalahan yang sudah muncul sejak lama seperti subsidi energi," kata Hadi pada Dialog Energi 2013, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Hadi menambahkan, penurunan produksi yang tidak diimbangi dengan penemuan cadangan baru mengakibatkan tingginya impor sumber energi terutama minyak mentah.
Sedangkan tingginya ekspor energi fosil sebagai dampak dari sumber energi difungsikan sebagai penghasilan devisa negara.
"Selain itu pengelolaan energi belum efisien dan belum kuatnya keberpihakan untuk mendorong penguatan industri energi nasional," ungkap dia.
Hadi mengungkapkan, permasalahan di bidang infrastruktur energi yang menyebabkan harga energi di dalam negeri menjadi lebih mahal dan akses masyarakat kepada energi rendah terutama dialami masyarakat yang berada di kepulauan dan daerah terpencil.
Menurut dia, pertumbuhan konsumsi energi dunia masih didominasi energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) harus berhadapan dengan fakta bahwa sumber daya dan cadangan energi fosil yang sifatnya tak terbarukan terus menurun dan suatu saat akan habis.
"Di sisi lain pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi harapan untuk menggantikan peran energi fosil masih terkendala dalam pengembangannya," pungkas dia. (Pew/Nur)
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Hadi Purnomo mengatakan laju pertumbuhan konsumsi energi dalam beberapa tahun terakhir lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan pasokan. Hal tersebut lantaran hambatan penyediaan sumber energi khususnya energi fosil.
"Hambatan dari sisi hulu sampai ke sisi hilir, di mana sebagian merupakan isu atau permasalahan yang sudah muncul sejak lama seperti subsidi energi," kata Hadi pada Dialog Energi 2013, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Hadi menambahkan, penurunan produksi yang tidak diimbangi dengan penemuan cadangan baru mengakibatkan tingginya impor sumber energi terutama minyak mentah.
Sedangkan tingginya ekspor energi fosil sebagai dampak dari sumber energi difungsikan sebagai penghasilan devisa negara.
"Selain itu pengelolaan energi belum efisien dan belum kuatnya keberpihakan untuk mendorong penguatan industri energi nasional," ungkap dia.
Hadi mengungkapkan, permasalahan di bidang infrastruktur energi yang menyebabkan harga energi di dalam negeri menjadi lebih mahal dan akses masyarakat kepada energi rendah terutama dialami masyarakat yang berada di kepulauan dan daerah terpencil.
Menurut dia, pertumbuhan konsumsi energi dunia masih didominasi energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) harus berhadapan dengan fakta bahwa sumber daya dan cadangan energi fosil yang sifatnya tak terbarukan terus menurun dan suatu saat akan habis.
"Di sisi lain pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi harapan untuk menggantikan peran energi fosil masih terkendala dalam pengembangannya," pungkas dia. (Pew/Nur)