Ketua Integrated Design and Technology (IDTech) Mohammed Ali Berawi mengatakan, kebijakan subsidi pemerintah terhadap pengembangan transportasi kereta api tetap mutlak diperlukan sebagai bentuk kebijakan pro-publik.
"Pemerintah harus tetap memberikan subsidi bagi pengembangan transportasi kereta api, karena sebagai bentuk kebijakan bagi masyarakat banyak," ujar Mohammed ketika ditemui di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Menurut Mohammed, institusi-institusi penyelenggara sarana dan prasarana kereta api diharapkan dapat meningkatkan kinerja untuk menjadi lebih efisien, efektif dan kompetitif, serta dapat melakukan program-program yang inovatif dalam pengembangan bisnis dan pelayanan kepada publik.
Dari pertimbangan diatas nantinya bisa dasar pengambilan besaran kebijakan untuk biaya Track Access Charge (TAC), Infrastructure Maintenance Operation dan Public Service Obligation (PSO).
"Besaran TAC yang dikenakan kepada operator adalah sebesar 50%-70% dari besaran TAC atau 20%-30% dari besaran revenue operator. Subsidi pemerintah terhadap TAC sebesar 30%-50 dan ditambah dengan subsidi PSO yang diberikan," ungkapnya.
Rekomendasi kebijakan TAC baik bagi pemerintah maupun operator diatas menghasilkan besaran nilai akhir TAC yang lebih kecil dari IMO sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam mewujudkan sistem transportasi kereta api yang lebih kompetitif untuk kedepannya.
Ia menambahkan, kebijakan subsidi terhadap pengembangan kereta api perlu direalisasikan dengan dibarengi infrastruktur yang lebih baik. Sehingga, sistem transportasi kereta api bisa lebih kompetitif.
Sementara itu, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar Z Tamin menyatakan pemerintah harus segera mengembangkan moda transportasi kereta api, sehingga bisa mengurangi pemakaian jalan raya yang saat ini sudah melebihi batas maksimal. Jika kereta api tidak segera ditambahkan, dikhawatirkan uang negara hanya akan habis dalam pemeliharaan jalan raya, bukan menambah infrastruktur lainnya.
Menurut Ofyar, biaya pemeliharaan jalan raya pada 2006 tercatat memakan anggaran pemerintah hingga hingga Rp 5,1 triliun. Dana anggaran pun kembali membengkak hingga Rp 12 triliun di 2009. "Anggaran dana lebih difokuskan untuk memilihara jalan raya. Maka dari itu harus ada alternatif lain, seperti memajukan transportasi lain," kata Ofyar.
Ia menegaskan, kalau pengalihan fungsi dari jalan raya ke kereta api harus segera dilaksanakan dengan cepat. Dengan hanya mengalihkan 10-20% anggaran infrastruktur jalan raya, pemerintah sudah bisa mengembangkan angkutan kereta api, khususnya angkutan barang.
"Kereta api itu cocok untuk segala jenis angkutan massal. Sangat disayangkan kereta api masih banyak di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera. Sedangkan yang lainnya masih sangat sedikit," jelas Ofyar. (Dis/Shd)
"Pemerintah harus tetap memberikan subsidi bagi pengembangan transportasi kereta api, karena sebagai bentuk kebijakan bagi masyarakat banyak," ujar Mohammed ketika ditemui di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Menurut Mohammed, institusi-institusi penyelenggara sarana dan prasarana kereta api diharapkan dapat meningkatkan kinerja untuk menjadi lebih efisien, efektif dan kompetitif, serta dapat melakukan program-program yang inovatif dalam pengembangan bisnis dan pelayanan kepada publik.
Dari pertimbangan diatas nantinya bisa dasar pengambilan besaran kebijakan untuk biaya Track Access Charge (TAC), Infrastructure Maintenance Operation dan Public Service Obligation (PSO).
"Besaran TAC yang dikenakan kepada operator adalah sebesar 50%-70% dari besaran TAC atau 20%-30% dari besaran revenue operator. Subsidi pemerintah terhadap TAC sebesar 30%-50 dan ditambah dengan subsidi PSO yang diberikan," ungkapnya.
Rekomendasi kebijakan TAC baik bagi pemerintah maupun operator diatas menghasilkan besaran nilai akhir TAC yang lebih kecil dari IMO sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam mewujudkan sistem transportasi kereta api yang lebih kompetitif untuk kedepannya.
Ia menambahkan, kebijakan subsidi terhadap pengembangan kereta api perlu direalisasikan dengan dibarengi infrastruktur yang lebih baik. Sehingga, sistem transportasi kereta api bisa lebih kompetitif.
Sementara itu, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar Z Tamin menyatakan pemerintah harus segera mengembangkan moda transportasi kereta api, sehingga bisa mengurangi pemakaian jalan raya yang saat ini sudah melebihi batas maksimal. Jika kereta api tidak segera ditambahkan, dikhawatirkan uang negara hanya akan habis dalam pemeliharaan jalan raya, bukan menambah infrastruktur lainnya.
Menurut Ofyar, biaya pemeliharaan jalan raya pada 2006 tercatat memakan anggaran pemerintah hingga hingga Rp 5,1 triliun. Dana anggaran pun kembali membengkak hingga Rp 12 triliun di 2009. "Anggaran dana lebih difokuskan untuk memilihara jalan raya. Maka dari itu harus ada alternatif lain, seperti memajukan transportasi lain," kata Ofyar.
Ia menegaskan, kalau pengalihan fungsi dari jalan raya ke kereta api harus segera dilaksanakan dengan cepat. Dengan hanya mengalihkan 10-20% anggaran infrastruktur jalan raya, pemerintah sudah bisa mengembangkan angkutan kereta api, khususnya angkutan barang.
"Kereta api itu cocok untuk segala jenis angkutan massal. Sangat disayangkan kereta api masih banyak di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera. Sedangkan yang lainnya masih sangat sedikit," jelas Ofyar. (Dis/Shd)