Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melaporkan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso ke Badan Kehormatan DPR. Laporan ini terkait tindakan politisi Golkar itu mengirimkan surat pengaduan dari 9 koruptor kepada Presiden SBY.
Koalisi menilai Priyo melakukan pelanggaran kode etik anggota dewan. Selain memfasilitasi koruptor, Priyo juga pernah bertemu dengan koruptor di LP Sukamiskin.
"Tindakan yang dilakukan Priyo pada 22 Mei 2013 yang memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi dengan mengirim surat penyampaian pengaduan kepada presiden dan 1 Juni 2013 mengunjungi LP Sukamiskin patut diduga melanggar peraturan DPR Nomor 1 tahun 2011 tentang kode etik," kata Abdullah Dahlan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tergabung dalam Koalisi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Menurutnya ada 6 pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh terlapor sebagai berikut:
Pasal 2 ayat 1
Anggota DPR dalam setiap tindakannya lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, partai politik dan atau golongan.
Pasal 2 ayat 2
Anggota DPR bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, mempergunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.
Pasal 3 ayat 1
Anggota DPR harus menghindari perilaku tidak pantas yang dapat merendahkan citra dan kehormatan, merusak tata cara dan suasana persidangan, serta merusak martabat lembaga.
Pasal 3 ayat 2
Anggota DPR sebagai wakil rakyat, harus menyadari adanya pembatasan-pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak dan berperilaku.
Pasal 3 ayat 8
Anggota DPR dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kelompoknya.
Pasal 9 ayat 5
Anggota DPR harus bersikap penuh wibawa dan martabat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Laporan itu terdiri dari koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari Jamil Mubarok (Masyarakat Transparansi Indonesia), Ahmad Biky (Lembaga Bantuan Hukum Jakarta), Alvon Kurnia Palma (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Erwin Natosmal Oemar (Indonesia Legal Roundtable), Muji Kartika Rahayu (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional), Wahyu Wagiman (Public Interest Lawyer Network), Abdullah Dahlan (Indonesia Corruption Watch).
Tanggapan Priyo
Priyo menilai laporan ICW berlebihan. "ICW sering salah mengerti dan merespons balik dengan cara berlebih," kata Priyo dalam pesan singkatnya di Jakarta, Senin 15 Juli lalu.
"Silakan dibaca cermat surat tersebut. Itu surat pengaduan biasa yang diteruskan kepada Presiden dan menteri terkait untuk direspons sesuai aturan perundangan, tidak ada embel-embel apapun," imbuh politisi Senior Partai Golkar itu.
Sebagai pimpinan DPR, Priyo biasa meneken ratusan surat serupa yang berasal dari pengaduan masyarakat. Termasuk surat dari mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekalipun. Namun segala keputusan terkait pengaduan masyarakat itu berada di tangan pemerintah. "Itu tugas konstitusi. Sekarang bola ada di pemerintah. Sesuai bidang tugas, masalah politik dan hukum yang meneken biasanya saya," ujar Priyo. (Ary/Sss)
Advertisement