Anda mungkin pernah melihat deretan `inang-inang` alias penjaja uang receh di kawasan Kota Tua, Jakarta Pusat. Mereka biasa menawarkan jasa penukaran uang receh sambil membawa tumpukan uang pecahan Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu di tangan.
Bisnis dadakan seperti jasa penukaran uang ternyata menjadi rebutan masyarakat yang berharap mendulang untung di bulan Ramadan.Meski modal yang dikeluarkan cukup besar tak menciutkan nyali masyarakat untuk menggeluti usaha tersebut.
Salah satunya adalah warga Tanjung Priok, Nurma. Dia mengakui usaha jasa penukaran uang hanya bersifat musiman saja, karena paling laris manis saat puasa dan lebaran.
"Bisnis penukaran uang cuma setahun sekali. Selain puasa dan lebaran, tidak laku misalnya saja pada saat Imlek," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Namanya berbisnis, setiap pengusaha pasti ingin mencari keuntungan. Sama halnya dengan wanita yang masih kental dengan logat Bataknya itu. Dia bilang, pihaknya memotong sebesar 10% dari setiap tumpukan uang receh senilai Rp 100 ribu.
"Keuntungannya ya 10% dari setiap uang receh Rp 100 ribu, karena modal yang disiapkan sekitar Rp 50 juta," ucap dia yang mulai berbisnis jasa penukaran uang sejak tahun 2008 itu.
Nurma menjelaskan, transaksi penukaran uang mulai ramai diborong pembeli sekitar satu pekan menjelang Lebaran. Pasalnya di saat itu, bank-bank sudah mulai menutup operasional layanannya sehingga masyarakat akan beralih ke tempat penukaran uang yang paling mudah lewat `inang`.
"Kalau awal-awal puasa seperti ini, masyarakat belum dapat gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR). Jadi masih sepi peminat. Nah sekarang ini waktunya stok uang recehnya," tandas dia.
Jika sedang ramai, Nurma mengaku dapat meraup omzet hingga jutaan rupiah setiap hari. "Kalau lagi ramai, penjualan uang receh bisa mencapai Rp 5 juta per hari. Kadang tidak tentu juga, namanya juga usaha," pungkasnya. (Fik/Nur)