Cerita TKI Singapura dan Sapu Purbalingga yang Mendunia

Siapa sangka banyak TKI di luar negeri yang semakin sukses sekembalinya ke Tanah Air.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 19 Jul 2013, 11:40 WIB
Siapa sangka banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang semakin sukses sekembalinya ke Tanah Air. Dengan usaha kerasnya, mereka berhasil merintis bisnis di tanah sendiri. Pundi-pundi rupiah pun hadir tanpa harus menunggu perintah majikan. Episode inilah yang pernah dilalui Rohimah dan sapu glagah khas Purbalingga.

Rohimah pernah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura. Selama 7 tahun memerah keringat di negeri singa itu, perempuan berusia 32 tahun ini pun pulang ke kampung halamannya di Purbalingga, Jawa Tengah.

Keprihatinan pada tingkat pengangguran di desanya membuat Rohimah bertekad membuka lapangan pekerjaan. Dengan sapu glagah khas Purbalingga, kini dia pun mereguk manisnya menjadi seorang wirausahawan. Berbeda dengan sapu pada umumnya, sapu glagah ini terbuat dari rumput gelagah.

"Dorongan dari lingkungan yang masih banyak pengangguran," kata Rohimah saat dikunjungi Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Purbalingga, Jumat (19/7/2013).

"Di lingkungan sini belum ada juga bisnis ini. Lumayan bisa tampung 10 pekerja," imbuhnya.

Dari bisnis sapu ini, Rohimah bisa mengantongi Rp 75 juta hanya dalam waktu sebulan. Padahal harga sapunya terbilang murah, hanya Rp 5 ribu saja untuk setiap gagangnya. Banyaknya permintaan pasar membuat dia kewalahan. Sapu glagah buatan Rohimah memang masih diproduksi secara manual.

"Menuhi pasar kurang terus. Permintaan pasar kurang terus. Bandung, Jakarta, Sumatra, ditambah lagi harus ekspor. Ini mesin potongnya belum ada. Produksi 500 sapu sehari dan dikerjakan manual," tuturnya.

Bisnis sapu Rohimah mampu mendunia. Namun dalam prosesnya, membangun bisnis ini tak selalu mudah. Ada saja hambatan yang harus dilalui Rohimah. Misalnya, pembayaran dari perusahaan luar negeri yang kerap macet. "India, Singapura ini lagi macet bayarnya, hampir setengah miliar. Ada brokernya yang main juga. Saya kirim 2 kontainer. Belum dibayar sampai sekarang," keluhnya.

"Saya bingung waktu itu MoU-nya kan pakai bahasa Inggris," ucap Rohimah.

Untuk itu, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat pun berjanji untuk membantu menyelesaikan masalah Rohimah ini. "Kasih tahu saja nama perusahaan di Singapura dan India-nya di mana. Kalau buat neken perusahaan di sana saya bantu. Biar saya tekan nanti. Enak saja, masa nggak dibayar," janji Jumhur. (Ndy/Sss)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya