KY Segera Tindak Lanjuti Laporan Terdakwa Kasus Chevron

Terdakwa kasus Chevron, Bachtiar Abdul Fatah, melaporkan Ketua Majelis Hakim PN Tipikor terkait kesalahan penulisan tanggal masa penahanan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 19 Jul 2013, 13:30 WIB
Terdakwa kasus bioremediasi PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah, melaporkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Antonius Budi, ke Komisi Yudisial (KY). Laporan itu terkait kesalahan penulisan tanggal masa penahanan Bachtiar sebagai terdakwa.

Laporan itu diantarkan Maqdir Ismail selaku kuasa hukum Bachtiar beserta sejumlah karyawan PT CPI dan diterima langsung Ketua KY, Suparman Marzuki. "Tadi yang terima Pak Suparman," ujar Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar, di kantornya, Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Menurut Asep, KY akan segera menindaklanjuti pengaduan ini sesuai mekanisme yang dimiliki KY. "Pertama itu. Kedua, tadi Pak Parman menyampaikan bahwa jelas kalau terkait dengan perilaku murni akan dilakukan proses secepatnya, apalagi yang sudah ada bukti-bukti cukup jelas," ucap Asep.

Ketiga, lanjut Asep, KY mengimbau majelis hakim untuk menunjukkan profesionalitas saat menangani persidangan. "Jangan sampai hakim tidak pada tempatnya atau juga hakim dalam persidangan malah tertidur," kata Asep.

Menurut Asep, salah satu kewenangan KY adalah membuktikan apakah ada pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim atau tidak. Menurutnya, hal-hal teknis dan substansi putusan bukanlah ranah KY.

"Dan itu kan kalau sebenarnya para pihak, termasuk pihak Chevron, menganggap putusannya tidak tepat, itu kan mekanisme yang bisa ditempuh adalah upaya hukum. KY mempersilahkan itu untuk dilakukan upaya hukum," kata Asep.

Dalam laporan Bachtiar, Antonius dituding telah melakukan kesalahan penulisan tanggal perpanjangan masa penahanan dirinya. Antonius menandatangani surat perpanjangan itu pada 28 Mei 2013, namun berlakunya sejak 22 Mei 2013.

"Meski sudah diperbaiki, harusnya tidak perlu terjadi. Ini sama saja melanggar HAM. Dari tanggal 22 sampai 28 Mei itu sama dengan perampasan kemerdekaan orang," ujar Maqdir. (Ado/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya