Meski kurs rupiah terhadap dolar AS terus melemah, Menteri Keuangan Chatib Basri justru menilai pelemahan yang terjadi masih lebih baik dibandingkan nilai tukar rupee India. Mata uang India dikatakan menjadi salah satu yang paling terpukul dengan adanya rencana pengetatan likuiditas (quantitaive easing) oleh Amerika Serikat (AS).
"Dalam forum G20, Menteri Keuangan dan Bank Sentral India menyampaikan nilai tukar Rupee terdepresiasi sampai dengan 10%," tutur dia usai Rapat Koordinasi (Rakor) Asahan di Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Chatib menjelaskan, permintaan surat utang (bond) sejumlah negara mengalami penurunan. Dengan tingkat yield yang terus meningkat, nilai tukar dari mata uang biasanya bakal tertekan.
"Sekarang yang penting adalah meminimalisir goncangan dengan menjaga likuiditas. Karena walaupun yield dari bond naik tapi dari absorsi bond cukup baik, dua minggu lalu saja bond Indonesia sudah Rp 9-10 triliun dan kemarin keluarin bond US$ 1 miliar," tukas dia.
Dengan penerbitan surat utang tersebut, pemerintah yakin Indonesia tidak kekeringan likuiditas. Jika cadangan mata uang asing atau likuiditas terjaga, kekeringan likuditas bisa terhindari. Selama ini sebuah krisis di sebuah negara biasanya bermula dari likuiditas yang 'seret'.
"Kami juga sudah mulai koordinasi dengan BUMN karena pasar forex Indonesia kan tipis. Jadi harus koordinasi dengan Bank Indonesia juga sehingga efeknya tidak terlalu memukul nilai tukar," tandas dia.
Chatib mengimbau, pemerintah harus menyelesaikan pekerjaan rumah di dalam negeri sehingga tidak menimbulkan ekspektasi inflasi terlalu tinggi yang mendorong nilai tukar ikut terdepresiasi.
"Makanya penting membuka jalur distribusi makanan, seperti daging dan lainnya supaya inflasi turun dan imbasnya tekanan ke rupiah dan surat utang mengecil," pungkasnya. (Fik/Shd)
"Dalam forum G20, Menteri Keuangan dan Bank Sentral India menyampaikan nilai tukar Rupee terdepresiasi sampai dengan 10%," tutur dia usai Rapat Koordinasi (Rakor) Asahan di Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Chatib menjelaskan, permintaan surat utang (bond) sejumlah negara mengalami penurunan. Dengan tingkat yield yang terus meningkat, nilai tukar dari mata uang biasanya bakal tertekan.
"Sekarang yang penting adalah meminimalisir goncangan dengan menjaga likuiditas. Karena walaupun yield dari bond naik tapi dari absorsi bond cukup baik, dua minggu lalu saja bond Indonesia sudah Rp 9-10 triliun dan kemarin keluarin bond US$ 1 miliar," tukas dia.
Dengan penerbitan surat utang tersebut, pemerintah yakin Indonesia tidak kekeringan likuiditas. Jika cadangan mata uang asing atau likuiditas terjaga, kekeringan likuditas bisa terhindari. Selama ini sebuah krisis di sebuah negara biasanya bermula dari likuiditas yang 'seret'.
"Kami juga sudah mulai koordinasi dengan BUMN karena pasar forex Indonesia kan tipis. Jadi harus koordinasi dengan Bank Indonesia juga sehingga efeknya tidak terlalu memukul nilai tukar," tandas dia.
Chatib mengimbau, pemerintah harus menyelesaikan pekerjaan rumah di dalam negeri sehingga tidak menimbulkan ekspektasi inflasi terlalu tinggi yang mendorong nilai tukar ikut terdepresiasi.
"Makanya penting membuka jalur distribusi makanan, seperti daging dan lainnya supaya inflasi turun dan imbasnya tekanan ke rupiah dan surat utang mengecil," pungkasnya. (Fik/Shd)