Hatta Tanggapi Dingin Investasi Sawah Rp 20 Triliun Asal China

Hatta Rajasa menyatakan Indonesia saat ini lebih membutuhkan teknologi pertanian dibandingkan perusahaan yang membuka sawah baru.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Jul 2013, 19:35 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menanggapi sinis rencana kelompok agribisnis China-Malaysia yang berniat membangun lahan persawahan padi dan kedelai senilai Rp 20,3 triliun di Indonesia.

"Kalau mau cari tanah sawah dan bersawah, memangnya orang Cianjur sudah tidak bisa bersawah lagi?" cetus Hatta saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (23/7/2013).

Hatta mengatakan, Indonesia saat ini sebetulnya lebih membutuhkan teknologi pertanian dari pihak asing yang dinilai lebih canggih dan modern.

"Itu penting, misalnya Pause Harvey Technology. Bagaimana caranya menghilangkan loses (potensi kerugian), dapatkan alat-alat pertanian yang baik dan murah," jelasnya.  

Seperti diketahui, Malaysia Chronicle, perusahaan perkebunan China Liaoning Wufeng Agricultural telah menandatangani nota kesepakatan kerja sama dengan Malaysian Amarak Group dan perusahaan lokal Indonesia, Tri Indah Mandiri.

CEO Wufeng, Ma Dian Cheng mengatakan perusahaannya akan segera mendirikan anak perusahaan lokal lain atas nama Wufeng di dalam negeri. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengadaan beberapa fasilitas proses pengolahan beras terpadu dengan Amarak.

Ma mengatakan 80% dari produksi kelompok perusahaan tersebut akan memenuhi pasar Indonesia. Perusahaan tersebut diketahui akan memproduksi cuka dan minyak dari olahan padi.

Setelah ekstraksi minyak, sekam akan dibakar dan bisa menghasilkan listrik untuk keperluan penggilingan padi. Sementara hasi penggilingan padi dengan silika sendiri dapat digunakan untuk manufaktur ban.

"Dengan fasilitas pengolahan kami, tak ada satupun yang terbuang. Kami adalah perintis dari berbagai teknologi di China dan kami ingin berbagi manfaat teknologi tersebut pada Indonesia," jelas Ma.

Dia lebih lanjut menjelaskan, investasi di Indonesia dapat berkisar di harga US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar yang diperuntukan bagi berbagai penelitian teknis.

Tri Indah sendiri tengah bekerja sama dengan para petani lokal guna menyiapkan 50 ribu hektare (ha) lahan percobaan di Jawa Barat.(Fik/Shd)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya