25% Siswa SMAN 23 Tangerang Kategori Miskin

Persoalan pembiayaan pendidikan masih membelit para siswa di SMA Negeri 23 Kelapadua Kabupaten Tangerang Banten

oleh Liputan6 diperbarui 27 Jul 2013, 10:32 WIB
Citizen6, Tangerang: Persoalan pembiayaan pendidikan masih membelit para siswa di SMA Negeri 23 Kelapadua Kabupaten Tangerang Banten. Banyaknya siswa tak mampu miskin telah membuat besarnya biaya pendidikan. Sedikitnya 25% atau 125 orang dari 450 jumlah siswa terpaksa harus mendapatkan  dispensasi biaya agar tak terjadi putus sekolah.

Meskipun pendidikan lanjutan atas mendapat kucuran dana Rintisan Biaya Operasional Sekolah (R- BOS), Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM) dan Biaya Operasional Manjemen Mutu (BOMM), namun tetap belum maksimal dilakukan. Pasalnya, selain untuk biaya siswa dana yang didapat tidak maksimal itu juga dialokasikan membayar guru yang masih berstatus honor.  

“Untuk R-BOS kami hanya mendapat kuota 32 siswa masing-masing Rp 1 juta per tahun dan BKMM untuk kuota 25 siswa per orang Rp 780 Ribu per tahun.  Sementara Peraturan Daerah sebanyak 20% siswa miskin  diwajibkan diterima sekolah sebagai bina lingkungan,” terang Wakasek Bidang Humas SMA Zamzami di kantornya, Jumat 27 Juli  kemarin.

Untuk mengatasi masalah ini pihak sekolah harus mencari solusi pada penerimaan murid baru mengadakan satu kelas inovatif dengan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) lebih besar dibandingkan tiga kelas regular. Lebih besarnya biaya kelas inovatif dimaksudkan untuk mensubsidi silang biaya pendidikan kepada siswa tidak mampu.

“SPP pada kelas regular siswa dibebankan Rp 260 Ribu sedangkan kelas inovatif Rp 350 ribu per bulan. Jika kelas regular belajar dari pagi hingga jam 14.00 WIB, maka kelas inovatif hingga pukul 17.00 WIB. Untuk masuk kelas inovatif, dilakukan tes awal untuk pesertanya. Selain itu, jika kelas regular materi pelajaran berkisar 2-4 jam, pada kelas inovatif,  untuk pelajaran matematika, Bahasa Inggris dan IPA, jam pelajarannya sekitar 4-6 jam. Sedangkan untuk Komputer ditambah pelajarannya hingga 50%,” papar Zamzami.

Meski demikian, dipastikannya tidak ada akan ada perbedaan perlakuan pada kelas inovatif dan kelas regular. Mengenai perbedaan uang pendidikan ini pihaknya bersama kepala sekolah dan dewan guru serta komite merapatkan dulu dengan orang tua siswa agar tercapai kesepahaman. Intinya, lanjutnya, adanya subsidi silang dari orang tua yang mampu akan membuat siswa akan tetap dapat menikmati pendidikan SMA dengan tanpa kendala.

“Di sini tak ada istilah anak orang miskin tak bisa bersekolah. Dengan sistem ini tak ada siswa kami yang putus sekolah. Kalau ada siswa yang mempunyai masalah biaya, bilang langsung pada saya agar dapat diatasi. Sedangkan untuk peningkatan SDM pendidik kami merencanakan berbagai pelatihan guru dari biaya  partisipasi masyarakat. Maklumlah Diklat pengembangan sumber daya guru oleh pemerintah masih belum merata,” pungkasnya.  (Edy Syahputra Tanjung/Bnu)      

Edy Syahputra Tanjung adalah pewarta warga.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya