Seorang anak warga Piyaman II, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Prasetyo Adi Pamungkas,13, diduga menderita dermatitis eksfoliatif atau eritroderma sejak kecil.
Kepala UPT Puskesmas Wonosari II, Yolanda Barahama di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan eritroderma, merupakan eritematosa, dermatitis bersisik yang melibatkan sebagian besar tubuh, khususnya kulit.
"Penyakit ini langka, faktanya sudah berobat kemana-mana belum juga ketemu obatnya. Bahkan sejak empat tahun silam sampel kulit dan darah Prasetyo Adi Pamungkas ini sudah dikirim ke sebuah laboratorium di Australia. Namun hasilnya belum juga ketahuan, yang jelas karena kondisi ekonomi tidak bisa melanjutkan," kata Yolanda seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/7/2013).
Ibu Prasetyo, Nanik Endartilah mengatakan anaknya menderita penyakit ini sudah belasan tahun. Kondisi tubuh anaknya melepuh sehingga menyebabkan kulit disekujur tubuhnya mengelupas sejak lahir.
Ia mengatakan, anaknya memang sejak lahir menderita penyakit kulit yang hingga sekarang dokter pun belum menemukan jenis penyakitnya. Pengobatan sudah dijalani sejak rawat inap hingga berbulan-bulan lamanya di RSUD Wonosari bahkan rumah sakit di Yogyakarta semua sudah ditempuh. Beberapa dokter spesialis juga sudah pernah dimintai tolong.
"Tetapi hasilnya nihil, Prasetyo Adi Pamungkas tidak ada perubahan sama sekali. Kami hampir putus asa, kami tidak tega melihat kondisi Prasetyo yang selalu melepuh dan mengelupas," katanya dengan nada terbata-bata menahan air mata.
Nanik yang tinggal di rumah dengan dinding bambu yang sudah rusak dan berlantaikan tanah ini, menceritakan dirinya dan suaminya Mujiyo telah menjual tanah pekarangan hingga barang-barang yang ada di rumah demi pengobatan Prasetyo.
"Saya sudah tidak punya apa-apa untuk pengobatan anak kami. Pekarangan selebar telapak tangan sudah habis dijual untuk pengobatan Prasetyo. Bahkan untuk makan sehari-hari saja kami kesulitan, maklum bapaknya hanya sopir pocokan (sopir pengganti) yang penghasilannya tidak pasti. Rumah ini juga sudah reot, bocor di sana-sini dan belum bisa mengganti karena ketiadaan biaya," keluh Nanik.
Dia mengatakan untuk periksa ke dokter dirinya harus menyiapkan anggaran tidak kurang dari satu juta rupiah. Biaya dokternya mungkin tidak seberapa, untuk menebus resep dokter itu yang mahal. Biasanya habis antara Rp Rp400 ribu hingga Rp 800 ribu sekali berobat, belum ongkos bensinnya.
"Kami memang memiliki kartu Jamkesmas, tetapi untuk biaya lain-lain seperti menunggu di RSU itu menelan biaya tidak sedikit. Saat ini saya seperti sudah kehabisan segalanya, bahkan anak saya yang kedua terpaksa harus bekerja keras ikut membantu menegakkan ekonomi keluarga," kata dia.
Ayah Prasetyo, Mujiyono mengatakan setiap malam anaknya selalu merintih dan menangis memilukan hati. Apalagi saat melepuhnya mengelupas hingga menempel di baju yang dipakainya.
"Tidak tega rasanya bila melihat dia menangis. Ingin saya menjerit, tetapi tidak berdaya. Pada saat kambuh, semalam suntuk sekeluarga tidak tidur hanya untuk menemani dan menghiburnya," katanya.
Ia mengatakan, keluarganya belum pernah mendapat bantuan dari Pemkab Gunung Kidul. "Sakit ya kami derita sendiri, susah juga kami sangga sendiri. Kami berharap ada dermawan yang terketuk hatinya dan bersedia meringankan beban keluarga kami," kata dia.
Ketua Komisi D DPRD Gunung Kidul, Supriyadi meminta Dinkes Gunung Kidul agar proaktif dalam membantu. Meski anak ini sudah memiliki Jamkesmas, karena ada biaya-biaya yang tidak bisa dijangkau dengan kartu itu, maka Komisi D berharap Dinkes bisa proaktif membantu.
"Jangan sampai mau berobat saja mesti sewa mobil. Ambulans di Gunung Kidul yang dimili Dinkes kan banyak dan dapat dimanfaatkan untuk membantu warga dari pada dianggurkan," kata dia.
Kepala Dinkes Gunung Kidul, Widodo mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinsosnakertrans supaya dapat membantu. Pascalebaran nanti jika akan berobat akan diantar gratis menggunakan ambulance milik Puskesmas lengkap dengan tenaga medis pendampingnya.
"Sedangkan masalah dana, nanti kami akan koordinasi dengan bupati dan BAZDA agar diperhatikan," kata dia.
Kepala UPT Puskesmas Wonosari II, Yolanda Barahama di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan eritroderma, merupakan eritematosa, dermatitis bersisik yang melibatkan sebagian besar tubuh, khususnya kulit.
"Penyakit ini langka, faktanya sudah berobat kemana-mana belum juga ketemu obatnya. Bahkan sejak empat tahun silam sampel kulit dan darah Prasetyo Adi Pamungkas ini sudah dikirim ke sebuah laboratorium di Australia. Namun hasilnya belum juga ketahuan, yang jelas karena kondisi ekonomi tidak bisa melanjutkan," kata Yolanda seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/7/2013).
Ibu Prasetyo, Nanik Endartilah mengatakan anaknya menderita penyakit ini sudah belasan tahun. Kondisi tubuh anaknya melepuh sehingga menyebabkan kulit disekujur tubuhnya mengelupas sejak lahir.
Ia mengatakan, anaknya memang sejak lahir menderita penyakit kulit yang hingga sekarang dokter pun belum menemukan jenis penyakitnya. Pengobatan sudah dijalani sejak rawat inap hingga berbulan-bulan lamanya di RSUD Wonosari bahkan rumah sakit di Yogyakarta semua sudah ditempuh. Beberapa dokter spesialis juga sudah pernah dimintai tolong.
"Tetapi hasilnya nihil, Prasetyo Adi Pamungkas tidak ada perubahan sama sekali. Kami hampir putus asa, kami tidak tega melihat kondisi Prasetyo yang selalu melepuh dan mengelupas," katanya dengan nada terbata-bata menahan air mata.
Nanik yang tinggal di rumah dengan dinding bambu yang sudah rusak dan berlantaikan tanah ini, menceritakan dirinya dan suaminya Mujiyo telah menjual tanah pekarangan hingga barang-barang yang ada di rumah demi pengobatan Prasetyo.
"Saya sudah tidak punya apa-apa untuk pengobatan anak kami. Pekarangan selebar telapak tangan sudah habis dijual untuk pengobatan Prasetyo. Bahkan untuk makan sehari-hari saja kami kesulitan, maklum bapaknya hanya sopir pocokan (sopir pengganti) yang penghasilannya tidak pasti. Rumah ini juga sudah reot, bocor di sana-sini dan belum bisa mengganti karena ketiadaan biaya," keluh Nanik.
Dia mengatakan untuk periksa ke dokter dirinya harus menyiapkan anggaran tidak kurang dari satu juta rupiah. Biaya dokternya mungkin tidak seberapa, untuk menebus resep dokter itu yang mahal. Biasanya habis antara Rp Rp400 ribu hingga Rp 800 ribu sekali berobat, belum ongkos bensinnya.
"Kami memang memiliki kartu Jamkesmas, tetapi untuk biaya lain-lain seperti menunggu di RSU itu menelan biaya tidak sedikit. Saat ini saya seperti sudah kehabisan segalanya, bahkan anak saya yang kedua terpaksa harus bekerja keras ikut membantu menegakkan ekonomi keluarga," kata dia.
Ayah Prasetyo, Mujiyono mengatakan setiap malam anaknya selalu merintih dan menangis memilukan hati. Apalagi saat melepuhnya mengelupas hingga menempel di baju yang dipakainya.
"Tidak tega rasanya bila melihat dia menangis. Ingin saya menjerit, tetapi tidak berdaya. Pada saat kambuh, semalam suntuk sekeluarga tidak tidur hanya untuk menemani dan menghiburnya," katanya.
Ia mengatakan, keluarganya belum pernah mendapat bantuan dari Pemkab Gunung Kidul. "Sakit ya kami derita sendiri, susah juga kami sangga sendiri. Kami berharap ada dermawan yang terketuk hatinya dan bersedia meringankan beban keluarga kami," kata dia.
Ketua Komisi D DPRD Gunung Kidul, Supriyadi meminta Dinkes Gunung Kidul agar proaktif dalam membantu. Meski anak ini sudah memiliki Jamkesmas, karena ada biaya-biaya yang tidak bisa dijangkau dengan kartu itu, maka Komisi D berharap Dinkes bisa proaktif membantu.
"Jangan sampai mau berobat saja mesti sewa mobil. Ambulans di Gunung Kidul yang dimili Dinkes kan banyak dan dapat dimanfaatkan untuk membantu warga dari pada dianggurkan," kata dia.
Kepala Dinkes Gunung Kidul, Widodo mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinsosnakertrans supaya dapat membantu. Pascalebaran nanti jika akan berobat akan diantar gratis menggunakan ambulance milik Puskesmas lengkap dengan tenaga medis pendampingnya.
"Sedangkan masalah dana, nanti kami akan koordinasi dengan bupati dan BAZDA agar diperhatikan," kata dia.