Jaksa Ragukan Keterangan Saksi Soal Pendapatan Djoko Susilo

Jaksa Pulung Rinandoro meragukan keterangan Subekti, rekan bisnis Djoko Susilo saat mengatakan pendapatan Djoko diperoleh dengan halal.

oleh Sugeng Triono diperbarui 31 Jul 2013, 02:22 WIB
JPU KPK meragukan keterangan saksi meringankan yang diajukan terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang terkait korupsi alat Simulator SIM dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo.

Jaksa Pulung Rinandoro meragukan keterangan Subekti yang merupakan rekan bisnis Djoko saat mengatakan pendapatan mantan Kepala Korlantas Mabes Polri tersebut diperolehnya dengan cara halal.

"Saudara punya catatan soal semua transaksi itu? Karena ini bisnisnya nilai besar, sampai miliaran. Karena dalam persidangan ini tidak bisa hanya lewat lisan saja," kata Jaksa Pulung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Mendapat pertanyaan semacam itu, Subekti yang sebelumnya mengaku merintis bisnis dengan Djoko sejak 1991 tersebut pun tak dapat menjelaskan. Ia hanya mengatakan tidak ada sistem pembukuan dalam menjalankan bisnis yang awalnya hanya bermodal Rp 200 juta, namun menghasilkan miliaran rupiah dalam waktu singkat.

"Saya enggak pernah mencatat. Semua hanya lisan saja. Modal percaya saja," jawab Subekti.

"Kok seperti tidak lazim? Karena di zaman sekarang kan sudah ada bank. Kenapa masih menggunakan tunai. Kan tidak aman," tanya jaksa kembali.

"Lalu apakah saksi tahu dari mana asal uang Rp 200 juta buat investasi dari Pak Djoko? Saksi pernah mempertanyakan tidak dari mana asal uang itu?" lanjut jaksa mempertanyakan.

"Saya tidak tahu. Saya tidak pernah menanyakan dari mana uangnya," kata Subekti.

Sebelumnya, selain memiliki bisnis jual beli tanah, Djoko juga menjalankan bisnis jual beli batu permata dan mata uang asing, dollar Amerika Serikat. Menurut Subekti, dari bisnis yang awalnya hanya bermodal sebesar Rp 200 juta pada 2001, mereka sanggup meraup keuntungan mencapai Rp 14 miliar.

Subekti menjelaskan dari modal awal tersebut terjadi kesepakatan antara dirinya dengan Djoko. Komposisi keuntungannya adalah 70 persen untuk Djoko, sementara 30 persen bagian untuknya.

"Saya kelola untuk apa saja Pak Djoko percaya. Uang Rp 200 juta itu kami belikan barang. Terus ada keuntungan, lalu kita simpan lagi, terus kita gulung lagi. Jadi kita bisa dapat Rp 230 juta setiap akhir tahun dan naik terus. Tiap tahun kita buat laporan ke Pak Djoko," ujarnya.

Keuntungan yang melonjak secara fantastis tersebut dijelaskan Subekti lebih banyak dihasilkan dari jual beli dollar. Pada kesempatan itu, Subekti juga merinci keuntungan usahanya tiap tahun sejak 2001.

"Tahun 2001 jadi Rp 5,8 miliar, tahun 2002 jadi Rp 8 miliar. Waktu itu Pak Djoko butuh dana, diambil Rp 2 miliar, jadi sisanya Rp 6 miliar. Tahun 2003 jadi Rp 7,9 miliar. Tahun 2004 awal Rp 10,366 miliar. Tahun 2005 jadi Rp 13,6 miliar. Tahun 2006 jadi Rp 17,5 miliar. Tahun 2007 Rp 22 miliar. Djoko ambil lagi Rp 10 miliar, jadi Rp 12,7 miliar. Tahun 2008 Rp 16,6 miliar, Djoko ambil lagi jadi sisa Rp 8,8 miliar. Di awal 2009 jadi Rp 11,389 miliar," terang dia.

"Dan pada tahun 2010 jadi totalnya Rp 14,8 miliar. Di 2011 dimbil lagi, dari situ selesai," ungkap Subekti. (Frd)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya