dr. R. Dina Garniasih dan Suka Dukanya dengan Anak-anak Kanker

Sedari kecil sudah menyukai dunia anak-anak dan senang berurusan dengan anak-anak. Inilah yang membuat dr Dina Garniasih jadi dokter anak.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 01 Agu 2013, 20:30 WIB

Sedari kecil sudah menyukai dunia anak-anak, senang bermain dengan anak-anak, dan memang senang berurusan dengan anak-anak. Inilah yang membuat dr. R. Dina Garniasih SpA, MKes, memutuskan untuk langsung mengambil spesialis anak, setelah lulus dari sarjana kedokteran.

"Sebenarnya, awal mula sekali jadi dokter, ini dokter ya, adalah karena keluarga. Banyak dari keluarga saya, terutama ayah, sepupu, om, dan tante yang kuliah mengambil jurusan kedokteran, saya pun memilih untuk jadi dokter," ujar dr. Dina Garniasih, saat berbincang dengan Liputan6.com, yang ditulis Rabu (31/7/2013)

Sewaktu dirinya ditempatkan di bangsal anak, di situ Dina menemukan seorang teman yang tengah menempuh pendidikan di bidang pediatrik. Karena itulah, Dina berpikir untuk lebih serius memperdalam spesialis yang satu ini.

"Pengalaman paling menyenangkan yang saya rasakan adalah, berhubungan langsung dengan anak-anak, dan membuat saya serius untuk memperdalam Pediatrik ini," ujarnya.

Tak butuh waktu lama bagi Dina untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah tamat S1 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 2007, ia memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang S2 di universitas yang sama.

"Kalau saya kebenaran begitu selesai jadi dokter umum, langsung mengambil spesialis anak, langsung kanker anak," ujarnya

Suka duka dengan anak-anak kanker

Walaupun banyak duka yang ia rasakan, tapi Dina tak menutup matanya kalau masih banyak hal-hal menyenangkan yang membuatnya suka pada spesialis kanker anak ini.

"Dukanya begini. Sampai sekarang 'kan, obat kanker yang pasti itu belum ada. Apalagi pada anak yang kanker stadium lanjut. Sehingga, membuat saya berurusan dengan penyakit yang sering mematikan pada anak ini. Saya sedih," kata Dina.

Rasa sedih yang dialaminya pun terus berlanjut, tatkala Dina melihat atau menemani anak yang tengah menjalani kemoterapi. "Kemoterapi yang dijalani pada anak itu menyakitkan. Bagaimana caranya saya bisa men-support mereka terus, dan juga keluarganya. Itu tidak mudah," tambah Dina.

Menurut ibu satu orang anak ini, pada penyakit kanker, bukan hanya seorang anak saja yang menderita, tetapi orangtua juga mendapatkan tekanan mental yang tidak kecil dan luar biasa besar.

"Saya harus bisa men-support anaknya dan men-support keluarganya juga," jelasnya.

Ketika seorang anak penderita kanker mendapatkan sedikit saja kesembuhan, itu hal sederhana yang membuat Dina Garniasih ceria dan bersuka ria. "Sukanya yang lain, misalnya yang awalnya lemah, enggak bergairah, tiba-tiba tumbuh semangat dan dapat bermain dengan anak banyak. Itu menumbuhkan rasa suka pada saya," tutupnya.

Tidak otoriter meski seorang dokter

Meskipun wanita cantik ini adalah seorang dokter, bukan berarti dia bersikap otoriter ketika menerapkan sesuatu ke anak semata wayangnya yang masih berusia 7 tahun.

"Saya anggapnya seperti teman dan sahabat untuk anak saya. Di lain kesempatan, saya juga adalah seorang ibu, yang membimbing anak dan mengayomi sepenuh hati," ujarnya.

Tapi, terkadang otoriter itu dibutuhkan olehnya untuk diterapkan ke anaknya. Intinya, Dina ingin memberikan semua yang lengkap untuk anaknya-anaknya.

(Adt/Igw)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya