Byar pet atau mati lampu masih terus menghantui sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan baru-baru ini warga Padang, Sumatera Barat, masih harus menikmati mati lampu tiga kali sehari, seperti minum obat.
Meski PLN terus membangun pembangkit untuk meningkatkan pasokan listrik, namun sepertinya upaya itu masih belum cukup membuahkan hasil. Konsumsi listrik tumbuh lebih tinggi dibandingkan penambahan kapasitas pembangkit.
Selain masalah kurangnya pasokan, ada sejumlah kendala lain yang membuat suatu daerah mati lampu. Penyebabnya cukup sepele yaitu ranting patah atau kelelawar yang nyangkut di kabel listrik.
Keluhan soal mati lampu sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari buat PLN. Perusahaan listrik pelat merah itu mengaku siap untuk membayar ganti rugi jika listrik mati dalam jangka waktu cukup lama.
Ditemui Nurseffi Dwi Wahyuni dari Liputan6.com di kediamannya, Jalan Gedung Raya, Jakarta, Direktur Utama PLN Nur Pamudji buka-bukaan soal masalah mati lampu yang masih terjadi di sejumlah daerah.
Berikut petikan hasil wawancaranya, seperti ditulis Senin (5/8/2013):
Dibandingkan di Jawa, listrik di luar Jawa lebih sering padamnya. Kenapa bisa seperti itu?
Daerah-daerah yang masih pas-pasan itu persoalannya yaitu keterlambatan menambah kapasitas listrik. Pertumbuhan kebutuhan listrik di situ lebih cepat dari penambahan kapasitas.
Strateginya beda-beda untuk masing-masing daerah, Sulawesi, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat itu beda penanganannya. Kalau daerah seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, itu bikin saja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) karena banyak batu bara di sana.
Misalnya, Kalimantan Timur sekarang sedang dibangun PLTU Kariangau 2x100 megawatt (MW) dan di Embalut juga sedang ada pembangunan 1x50 MW. Keduanya tahun depan sudah mulai beroperasi. Lalu tahun ini ada pembangunan di Senipah 80 MW, dan itu juga bisa diekspansi tambah 40 MW sampai 150 MW. Itu juga akan memberi harapan bagi Kalimantan Timur. Terus kita juga sedang menunjuk kontraktor listrik swasta (IPP) untuk proyek pembangkit 2x100 MW.
Beda dengan Medan yang masih pakai bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar. Dari total konsumsi BBM di Sumatera sebesar tiga juta kiloliter (kl) per tahun, itu sebagian besar dihabiskan Medan. Porsi pemakaian BBM di Medan akan kami kurangi dan diganti dengan pembangkit lain.
Jadi tiap-tiap daerah itu solusinya beda-beda?
Iya, daerah-daerah di Indonesia memang harus dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok itu solusinya tidak sama. Tidak bisa dicampuradukan solusi untuk pulau kecil dan pulau besar. Itu susahnya mengurusi listrik di negara kepulauan. Jangan mengambil satu solusi dan diterapkan di semua tempat. Itu harus dilihat kasus per kasus.
Sulawesi itu tidak kami kembangkan dengan memanfaatkan energi setempat. Dia tidak punya batu bara, tapi di sana kami bangun PLTU karena dia dekat dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Pilihan di Sulawesi itu juga terbatas, di sana bisa pembangkit listrik tenaga air (PLTA), tapi bangun PLTA itu panjang sekali prosesnya, bisa lima tahun belum tentu selesai, mungkin bisa jadi 7 hingga 10 tahun baru beres karena persoalan non teknisnya banyak sekali.
Batu bara ini relatif lebih terkendali persoalannya. Orang yang pro lingkungan hidup bisa bilang itu tambah polusi. Itu fakta, tapi pilihannya kita tambah polusi sedikit tapi elektrifikasi cukup. Atau kita tidak tambah polusi tapi kita pilih lain, misalnya PLTA.
Namun PLTA itu tidak aman, karena PLTU itu bergantung pada musim. Misalnya, tahun ini hujan terus, PLTA panen. Tapi tahun berikutnya belum tentu. Jangan-jangan setahun banyak kemarau, tidak ada hujan.Kalau begitu listriknya bisa tidak cukup.
Oleh karena itu, ketergantungan pada satu jenis energi primer itu tidak bagus. Makanya PLTA itu tidak boleh dominan kalau curah hujan itu tidak bisa diprediksi dengan baik.
Mati lampu itu terkadang disebabkan gardu meledak, atau jaringan putus, apa benar hal itu terjadi karena infrastrukturnya sudah tua?
Namanya barang teknik yang dialiri energi panas memang selalu ada peluang untuk mengalami kerusakan. Kita bisa menilai apakah tingkat kerusakan ini normal atau terlalu banyak. Kalau terlalu banyak, maka harus ada perbaikan.
Kalau tingkatnya masih normal, ya artinya harus diatasi dengan cadangan. Jadi tingkat kerusakan peralatan, tahun ini sudah sangat menurun drastis dibanding masa lalu. Kenapa? karena sekarang ini anggaran pemeliharaan cukup.
Kemudian juga dampaknya ke masyarakat bisa lebih pendek (waktu mati lampu) karena trafo cadangannya sekarang tersedia. Kalau dulu, pengadaaan trafo susah karena anggaran kita terbatas banget sebelum ada margin buat PLN.
Beberapa daerah itu trafonya sudah overload banget. Trafo dalam kondisi overload kalau didiemin aja itu bisa cepat rusak.
Isolasinya cepat rusak karena kena panas terus, ya trafonya rusak. Karena itu, kalau sekarang trafo sudah mendekati overload, harus cepat-cepat dipasang trafo yang kedua biar umur trafo lebih panjang.
Setiap daerah sudah ada trafo cadangan?
Iya, ada di setiap daerah dan itu bisa kita pindah-pindahin. Contoh waktu gempa di Benar Meriah, Aceh kemarin, itu ada beberapa trafo PLN rusak dan cepat kami ganti karena kami punya trafo cadangan.
Makanya dari segi jaringan dan trafo dalam waktu kurang dari seminggu sudah pulih. Cuma sambungan ke rumah belum bisa pulih karena rumahnya juga masih hancur.
Berdasarkan data, mati lampu itu paling banyak disebabkan apa?
Dari dulu gangguannya tetap yaitu gangguan vegetasi sama gangguan binatang. Di daerah-daerah tertentu itu binatang penyebabnya. Jadi misalnya di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo, itu ada kelelawar yang bentangan sayapnya hampir 2 meter dan dia suka hinggap di tiang listrik.
Pas dia mau terbang, bentangi sayap, kena kabel langsung konslet, sehingga listrik mati. Kelelawarnya juga ikut mati, jadi kami tahu mati lampunya karena gangguan binatang.
Kedua, gangguan vegetasi, ini yang paling sering. Ini seperti ranting patah, pepohonan, itu sumber gangguan yang dominan. Makanya saya selalu katakan ke para Gubernur, Bupati, Walikota kalau saya ketemu. Pak, tolong kalau pegawai PLN pangkas pohon jangan ditangkap polisi Pamong Praja.
Di beberapa daerah yang komunikasinya masih belumlancar itu, kita dianggap merusak lingkungan, padahal kita mengamankan jaringan. Kemudian, kalau bangun jalan baru, itu tolong disediakan bahu jalan untuk listrik. Bahu jalan yang kiri disediakan untuk listrik, dan bahu jalan yang kanan untuk pohon. Jadi jalur untuk listrik disediakan juga, karena masyarakat kan butuh listrik yang handal.
Kenapa di daerah Jakarta yang di tengah relatif aman dari gangguan mati lampu, karena di situ pakai kabel. Misalnya rumah-rumah di Pondok Indah, itu penggunaan listriknya besar-besar. Jadi kalau kita salurkan listrik pakai kabel, itu masih bisa balik modal. Karena kabel itu, biayanya hampir delapan kali lipat lebih mahal dari tiang.
Maka di daerah yang konsumsi listriknya tinggi lebih baik pakai kabel bawah tanah, karena masih bisa balik modal.
Namun di daerah yang konsumsi listriknya relatif rendah, kita memakai saluran yang cukup ekonomis yaitu pakai tiang listrik. Itu kelemahannya, jalur untuk menyalurkan listrik tidak tersedia di semua tempat, karena sering diadu dengan pohon.
Tak hanya di Jakarta, di semua daerah juga. Ada beberapa pemerintah daerah yang sangat kooperatif. Contohnya di pemerintah daerah (pemda) Kalimantan Selatan. Itu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang memberi hak kepada PLN untuk memotong pohon yang mengganggu jaringan listrik. Itu bagus, mereka sangat memahami betul kebutuhan PLN untuk melayani masyarakat.
Ada di tingkat kabupaten, jadi bupatinya yang memberikan peraturan berupa hak ke PLN untuk memotong pohon demi amankan jaringan.
Di Jakarta atau daerah lain itu belum, kami tentu harus memberi tahu kalau kita akan melakukan pemangkasan pohon. Tapi kalau di daerah tadi itu haknya otomatis, kalau PLN memangkas pohon untuk pemeliharaan itu otomatis diperbolehkan.
Maksimal mati lampu sebenarnya itu berapa lama?
Ada standarnya. Ini yang bisa bicara detil direktur operasi, kalau ganti trafo berapa jam, sekering berapa jam dan tergantung daerahnya karena daerah yang gampang dijangkau dan sulit dijangkau itu beda penanganannya.
Itu juga tergantung penyebabnya, ada yang bisa cepat diatasi seperti kalau gangguannya itu sekering. Jadi kalau ada hubungan singkat di tingkat jaringan rendah,lalu sekringnya putus, itu tinggal diganti sekeringnya, setelah itu listrik langsung nyala.Sementara yang ganguan trafo itu agak lama.
Ada lagi konsumen yang komplain ke PLN, lama (mati lampu), tapi PLN tidak bisa berbuat apa-apa. Itu kalau di perumahan-perumahan mewah, di mana jaringan ke rumah-rumahnya itu milik pengembang. Kalau itu PLN tidak bisa, sementara kadang-kadang pengembangnya tidak punya petugas (teknisi). Itu pernah kejadian sampai berjam-jam mati lampu. Saya dapat keluhan pesan singkat.Akhirnya jadi berlama-lama padahal cuma ganti sekring.
Jika terlalu lama mati lampu, apakah PLN siap beri ganti rugi?
Kan aturannya kalau sampai 3x24 jam listrik itu tak bisa dipulihkan (penyalaan) maka akan ada potongan harga untuk rekening di bulan berikutnya. Bukan mengganti rugi, tapi potongan harga.
Itu diberikan karena akibat mati lampu aktivitas masyarakat terganggu. Biasanya diumumkan via media, PLN memberitahukan akan memberikan diskon karena ada pelayanan listrik yang tidak bisa diselenggarakan dalam waktu 3x24 jam. Tapi itu (potongan harga) diberikan di luar gempa bumi atau bencana alam, hanya untuk yang sifatnya kerusakan peralatan teknis saja.
Tapi biasanya, kalau ada kerusakan dan tidak menyeluruh, PLN masih bisa menggilir pemakaian listrik. Karena tidak terus-menerus (3x24 jam) maka diskon tidak diberikan. (Ndw)
Meski PLN terus membangun pembangkit untuk meningkatkan pasokan listrik, namun sepertinya upaya itu masih belum cukup membuahkan hasil. Konsumsi listrik tumbuh lebih tinggi dibandingkan penambahan kapasitas pembangkit.
Selain masalah kurangnya pasokan, ada sejumlah kendala lain yang membuat suatu daerah mati lampu. Penyebabnya cukup sepele yaitu ranting patah atau kelelawar yang nyangkut di kabel listrik.
Keluhan soal mati lampu sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari buat PLN. Perusahaan listrik pelat merah itu mengaku siap untuk membayar ganti rugi jika listrik mati dalam jangka waktu cukup lama.
Ditemui Nurseffi Dwi Wahyuni dari Liputan6.com di kediamannya, Jalan Gedung Raya, Jakarta, Direktur Utama PLN Nur Pamudji buka-bukaan soal masalah mati lampu yang masih terjadi di sejumlah daerah.
Berikut petikan hasil wawancaranya, seperti ditulis Senin (5/8/2013):
Dibandingkan di Jawa, listrik di luar Jawa lebih sering padamnya. Kenapa bisa seperti itu?
Daerah-daerah yang masih pas-pasan itu persoalannya yaitu keterlambatan menambah kapasitas listrik. Pertumbuhan kebutuhan listrik di situ lebih cepat dari penambahan kapasitas.
Strateginya beda-beda untuk masing-masing daerah, Sulawesi, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat itu beda penanganannya. Kalau daerah seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, itu bikin saja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) karena banyak batu bara di sana.
Misalnya, Kalimantan Timur sekarang sedang dibangun PLTU Kariangau 2x100 megawatt (MW) dan di Embalut juga sedang ada pembangunan 1x50 MW. Keduanya tahun depan sudah mulai beroperasi. Lalu tahun ini ada pembangunan di Senipah 80 MW, dan itu juga bisa diekspansi tambah 40 MW sampai 150 MW. Itu juga akan memberi harapan bagi Kalimantan Timur. Terus kita juga sedang menunjuk kontraktor listrik swasta (IPP) untuk proyek pembangkit 2x100 MW.
Beda dengan Medan yang masih pakai bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar. Dari total konsumsi BBM di Sumatera sebesar tiga juta kiloliter (kl) per tahun, itu sebagian besar dihabiskan Medan. Porsi pemakaian BBM di Medan akan kami kurangi dan diganti dengan pembangkit lain.
Jadi tiap-tiap daerah itu solusinya beda-beda?
Iya, daerah-daerah di Indonesia memang harus dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok itu solusinya tidak sama. Tidak bisa dicampuradukan solusi untuk pulau kecil dan pulau besar. Itu susahnya mengurusi listrik di negara kepulauan. Jangan mengambil satu solusi dan diterapkan di semua tempat. Itu harus dilihat kasus per kasus.
Sulawesi itu tidak kami kembangkan dengan memanfaatkan energi setempat. Dia tidak punya batu bara, tapi di sana kami bangun PLTU karena dia dekat dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Pilihan di Sulawesi itu juga terbatas, di sana bisa pembangkit listrik tenaga air (PLTA), tapi bangun PLTA itu panjang sekali prosesnya, bisa lima tahun belum tentu selesai, mungkin bisa jadi 7 hingga 10 tahun baru beres karena persoalan non teknisnya banyak sekali.
Batu bara ini relatif lebih terkendali persoalannya. Orang yang pro lingkungan hidup bisa bilang itu tambah polusi. Itu fakta, tapi pilihannya kita tambah polusi sedikit tapi elektrifikasi cukup. Atau kita tidak tambah polusi tapi kita pilih lain, misalnya PLTA.
Namun PLTA itu tidak aman, karena PLTU itu bergantung pada musim. Misalnya, tahun ini hujan terus, PLTA panen. Tapi tahun berikutnya belum tentu. Jangan-jangan setahun banyak kemarau, tidak ada hujan.Kalau begitu listriknya bisa tidak cukup.
Oleh karena itu, ketergantungan pada satu jenis energi primer itu tidak bagus. Makanya PLTA itu tidak boleh dominan kalau curah hujan itu tidak bisa diprediksi dengan baik.
Mati lampu itu terkadang disebabkan gardu meledak, atau jaringan putus, apa benar hal itu terjadi karena infrastrukturnya sudah tua?
Namanya barang teknik yang dialiri energi panas memang selalu ada peluang untuk mengalami kerusakan. Kita bisa menilai apakah tingkat kerusakan ini normal atau terlalu banyak. Kalau terlalu banyak, maka harus ada perbaikan.
Kalau tingkatnya masih normal, ya artinya harus diatasi dengan cadangan. Jadi tingkat kerusakan peralatan, tahun ini sudah sangat menurun drastis dibanding masa lalu. Kenapa? karena sekarang ini anggaran pemeliharaan cukup.
Kemudian juga dampaknya ke masyarakat bisa lebih pendek (waktu mati lampu) karena trafo cadangannya sekarang tersedia. Kalau dulu, pengadaaan trafo susah karena anggaran kita terbatas banget sebelum ada margin buat PLN.
Beberapa daerah itu trafonya sudah overload banget. Trafo dalam kondisi overload kalau didiemin aja itu bisa cepat rusak.
Isolasinya cepat rusak karena kena panas terus, ya trafonya rusak. Karena itu, kalau sekarang trafo sudah mendekati overload, harus cepat-cepat dipasang trafo yang kedua biar umur trafo lebih panjang.
Setiap daerah sudah ada trafo cadangan?
Iya, ada di setiap daerah dan itu bisa kita pindah-pindahin. Contoh waktu gempa di Benar Meriah, Aceh kemarin, itu ada beberapa trafo PLN rusak dan cepat kami ganti karena kami punya trafo cadangan.
Makanya dari segi jaringan dan trafo dalam waktu kurang dari seminggu sudah pulih. Cuma sambungan ke rumah belum bisa pulih karena rumahnya juga masih hancur.
Berdasarkan data, mati lampu itu paling banyak disebabkan apa?
Dari dulu gangguannya tetap yaitu gangguan vegetasi sama gangguan binatang. Di daerah-daerah tertentu itu binatang penyebabnya. Jadi misalnya di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo, itu ada kelelawar yang bentangan sayapnya hampir 2 meter dan dia suka hinggap di tiang listrik.
Pas dia mau terbang, bentangi sayap, kena kabel langsung konslet, sehingga listrik mati. Kelelawarnya juga ikut mati, jadi kami tahu mati lampunya karena gangguan binatang.
Kedua, gangguan vegetasi, ini yang paling sering. Ini seperti ranting patah, pepohonan, itu sumber gangguan yang dominan. Makanya saya selalu katakan ke para Gubernur, Bupati, Walikota kalau saya ketemu. Pak, tolong kalau pegawai PLN pangkas pohon jangan ditangkap polisi Pamong Praja.
Di beberapa daerah yang komunikasinya masih belumlancar itu, kita dianggap merusak lingkungan, padahal kita mengamankan jaringan. Kemudian, kalau bangun jalan baru, itu tolong disediakan bahu jalan untuk listrik. Bahu jalan yang kiri disediakan untuk listrik, dan bahu jalan yang kanan untuk pohon. Jadi jalur untuk listrik disediakan juga, karena masyarakat kan butuh listrik yang handal.
Kenapa di daerah Jakarta yang di tengah relatif aman dari gangguan mati lampu, karena di situ pakai kabel. Misalnya rumah-rumah di Pondok Indah, itu penggunaan listriknya besar-besar. Jadi kalau kita salurkan listrik pakai kabel, itu masih bisa balik modal. Karena kabel itu, biayanya hampir delapan kali lipat lebih mahal dari tiang.
Maka di daerah yang konsumsi listriknya tinggi lebih baik pakai kabel bawah tanah, karena masih bisa balik modal.
Namun di daerah yang konsumsi listriknya relatif rendah, kita memakai saluran yang cukup ekonomis yaitu pakai tiang listrik. Itu kelemahannya, jalur untuk menyalurkan listrik tidak tersedia di semua tempat, karena sering diadu dengan pohon.
Tak hanya di Jakarta, di semua daerah juga. Ada beberapa pemerintah daerah yang sangat kooperatif. Contohnya di pemerintah daerah (pemda) Kalimantan Selatan. Itu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang memberi hak kepada PLN untuk memotong pohon yang mengganggu jaringan listrik. Itu bagus, mereka sangat memahami betul kebutuhan PLN untuk melayani masyarakat.
Ada di tingkat kabupaten, jadi bupatinya yang memberikan peraturan berupa hak ke PLN untuk memotong pohon demi amankan jaringan.
Di Jakarta atau daerah lain itu belum, kami tentu harus memberi tahu kalau kita akan melakukan pemangkasan pohon. Tapi kalau di daerah tadi itu haknya otomatis, kalau PLN memangkas pohon untuk pemeliharaan itu otomatis diperbolehkan.
Maksimal mati lampu sebenarnya itu berapa lama?
Ada standarnya. Ini yang bisa bicara detil direktur operasi, kalau ganti trafo berapa jam, sekering berapa jam dan tergantung daerahnya karena daerah yang gampang dijangkau dan sulit dijangkau itu beda penanganannya.
Itu juga tergantung penyebabnya, ada yang bisa cepat diatasi seperti kalau gangguannya itu sekering. Jadi kalau ada hubungan singkat di tingkat jaringan rendah,lalu sekringnya putus, itu tinggal diganti sekeringnya, setelah itu listrik langsung nyala.Sementara yang ganguan trafo itu agak lama.
Ada lagi konsumen yang komplain ke PLN, lama (mati lampu), tapi PLN tidak bisa berbuat apa-apa. Itu kalau di perumahan-perumahan mewah, di mana jaringan ke rumah-rumahnya itu milik pengembang. Kalau itu PLN tidak bisa, sementara kadang-kadang pengembangnya tidak punya petugas (teknisi). Itu pernah kejadian sampai berjam-jam mati lampu. Saya dapat keluhan pesan singkat.Akhirnya jadi berlama-lama padahal cuma ganti sekring.
Jika terlalu lama mati lampu, apakah PLN siap beri ganti rugi?
Kan aturannya kalau sampai 3x24 jam listrik itu tak bisa dipulihkan (penyalaan) maka akan ada potongan harga untuk rekening di bulan berikutnya. Bukan mengganti rugi, tapi potongan harga.
Itu diberikan karena akibat mati lampu aktivitas masyarakat terganggu. Biasanya diumumkan via media, PLN memberitahukan akan memberikan diskon karena ada pelayanan listrik yang tidak bisa diselenggarakan dalam waktu 3x24 jam. Tapi itu (potongan harga) diberikan di luar gempa bumi atau bencana alam, hanya untuk yang sifatnya kerusakan peralatan teknis saja.
Tapi biasanya, kalau ada kerusakan dan tidak menyeluruh, PLN masih bisa menggilir pemakaian listrik. Karena tidak terus-menerus (3x24 jam) maka diskon tidak diberikan. (Ndw)