Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi bagi narapidana korupsi, terorisme, dan narkoba, masih menjadi dilema berbagai pihak. Di satu sisi banyak yang mendukung demi memberi hukuman efek jera, di sisi lain sebagian pihak menilai PP tersebut tak manusiawi bagi napi.
Mengenai hal itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) memiliki pandangan yang sama dengan pihak-pihak yang mendukung PP No 99 tersebut. Khususnya bagi napi narkoba.
"Kami sangat mendukung PP No 99," kata Kepala Komjen Pol BNN Anang Iskandar saat diskusi 'Obral Remisi Koruptor No, PP No 99 Yes' di Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2013).
Namun, kata Anang, ada beberapa hal yang mesti dilihat dalam kasus narkoba ini. Seharusnya pemerintah bisa memilah-milah napi narkoba yang dapat diberikan remisi.
Misalnya, kata Anang, jika napi itu adalah murni pengguna narkoba, maka dia harus mendapat rehabilitasi lebih dulu. "Harusnya direhabilitasi dulu, baru dapat remisi. Begitu juga dengan pengguna yang juga merangkap sebagai bandar narkoba. Rehabilitasi dulu baru dapat remisi," ujar Anang.
Anang juga mengatakan, remisi bisa diberikan kepada mereka yang murni sebagai bandar. Dengan catatan, mereka harus menjadi justice collabolator yang nyata.
Dalam kasus narkoba, jelasnya, memang semestinya dilakukan lebih dulu pemilahan antara pengguna, pengguna merangkap bandar, dan bandar. Pemilahan itu juga harusnya sedari awal dilakukan, agar mengurangi jumlah napi yang menghuni di lembaga pemasyarakatan (lapas). Yang mana saat ini hampir semua lapas memiliki kelebihan kapasitas.
"Mulai dari awal, di penyidikan, harusnya ada pemilahan, mana pengguna, mana pengguna merangkap bandar, dan mana bandar," ucap Anang.
"Sekarang kan muara seluruhnya ke pengadilan. Ujung-ujungnya ke lapas, karena mereka langsung dipidana. Akhirnya tiga kriteria tadi itu semuanya menghuni lapas. Jadi overcapacity lapasnya," imbuh Anang. (Mut/Ism)
Mengenai hal itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) memiliki pandangan yang sama dengan pihak-pihak yang mendukung PP No 99 tersebut. Khususnya bagi napi narkoba.
"Kami sangat mendukung PP No 99," kata Kepala Komjen Pol BNN Anang Iskandar saat diskusi 'Obral Remisi Koruptor No, PP No 99 Yes' di Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2013).
Namun, kata Anang, ada beberapa hal yang mesti dilihat dalam kasus narkoba ini. Seharusnya pemerintah bisa memilah-milah napi narkoba yang dapat diberikan remisi.
Misalnya, kata Anang, jika napi itu adalah murni pengguna narkoba, maka dia harus mendapat rehabilitasi lebih dulu. "Harusnya direhabilitasi dulu, baru dapat remisi. Begitu juga dengan pengguna yang juga merangkap sebagai bandar narkoba. Rehabilitasi dulu baru dapat remisi," ujar Anang.
Anang juga mengatakan, remisi bisa diberikan kepada mereka yang murni sebagai bandar. Dengan catatan, mereka harus menjadi justice collabolator yang nyata.
Dalam kasus narkoba, jelasnya, memang semestinya dilakukan lebih dulu pemilahan antara pengguna, pengguna merangkap bandar, dan bandar. Pemilahan itu juga harusnya sedari awal dilakukan, agar mengurangi jumlah napi yang menghuni di lembaga pemasyarakatan (lapas). Yang mana saat ini hampir semua lapas memiliki kelebihan kapasitas.
"Mulai dari awal, di penyidikan, harusnya ada pemilahan, mana pengguna, mana pengguna merangkap bandar, dan mana bandar," ucap Anang.
"Sekarang kan muara seluruhnya ke pengadilan. Ujung-ujungnya ke lapas, karena mereka langsung dipidana. Akhirnya tiga kriteria tadi itu semuanya menghuni lapas. Jadi overcapacity lapasnya," imbuh Anang. (Mut/Ism)