Menanggapi pesatnya pertumbuhan ekosistem aplikasi game mobile dan 'meledaknya' bisnis pengembang game membuat mantan orang nomor satu Electronic Arts (EA), John Riccitiello angkat bicara. Mantan CEO EA ini menilai, mayoritas pengembang game mobile saat ini salah langkah dalam mengembangkan bisnis mereka.
Pada kesempatan wawancara khusus dengan situs web Polygon, Riccitiello mengatakan bahwa para pengembang game mobile seharusnya tidak perlu terlalu memfokuskan diri untuk mempercantik grafis game besutan mereka sehingga menyamai kualitas konsol game. Namun, Riccitiello menyarankan agar mereka lebih bekerja keras dalam menghadirkan gameplay yang unik.
"Menginvestasikan grafis yang canggih tanpa menghadirkan gameplay berbeda, tanpa memikirkan bagaimana gameplay bisa memuaskan gamer adalah langkah menuju kehancuran. Pengembangan game bergrafis cantik akan memakan banyak biaya, padahal yang dapat memuaskan seorang gamer adalah pengalaman terhadap gameplay yang menarik," tutur Riccitiello seperti dikutip dari laman Polygon, Senin (5/8/2013).
Menurut Riccitiello, kondisi seperti saat ini serupa dengan apa yang terjadi pada era 90-an. Saat itu banyak developer dan studio game memaksakan diri untuk bisa menyajikan grafis 3D ke berbagai judul game. Namun pada akhirnya hal itu menjadi sia-sia.
Pembaruan grafis justru menambah ongkos produksi game, sementara penghasilan rata-rata pengembang tetap sama karena gagal menghadirkan inovasi yang berarti.
"Gamer cepat sekali bosan. Dengan teknologi yang diusung perangkat mobile saat ini, semua menjadi mungkin. Seharusnya para pengembang game lebih bisa menghadirkan gameplay interaktif yang dapat memberikan pengalaman lebih pada gamer," lanjut Riccitiello. (dhi/dew)
Pada kesempatan wawancara khusus dengan situs web Polygon, Riccitiello mengatakan bahwa para pengembang game mobile seharusnya tidak perlu terlalu memfokuskan diri untuk mempercantik grafis game besutan mereka sehingga menyamai kualitas konsol game. Namun, Riccitiello menyarankan agar mereka lebih bekerja keras dalam menghadirkan gameplay yang unik.
"Menginvestasikan grafis yang canggih tanpa menghadirkan gameplay berbeda, tanpa memikirkan bagaimana gameplay bisa memuaskan gamer adalah langkah menuju kehancuran. Pengembangan game bergrafis cantik akan memakan banyak biaya, padahal yang dapat memuaskan seorang gamer adalah pengalaman terhadap gameplay yang menarik," tutur Riccitiello seperti dikutip dari laman Polygon, Senin (5/8/2013).
Menurut Riccitiello, kondisi seperti saat ini serupa dengan apa yang terjadi pada era 90-an. Saat itu banyak developer dan studio game memaksakan diri untuk bisa menyajikan grafis 3D ke berbagai judul game. Namun pada akhirnya hal itu menjadi sia-sia.
Pembaruan grafis justru menambah ongkos produksi game, sementara penghasilan rata-rata pengembang tetap sama karena gagal menghadirkan inovasi yang berarti.
"Gamer cepat sekali bosan. Dengan teknologi yang diusung perangkat mobile saat ini, semua menjadi mungkin. Seharusnya para pengembang game lebih bisa menghadirkan gameplay interaktif yang dapat memberikan pengalaman lebih pada gamer," lanjut Riccitiello. (dhi/dew)