Bom Vihara Ekayana, Noktah Hitam Ramadan

Ledakan bom mengguncang Vihara Ekayana, Jakarta Barat. Noktah hitam telah merusak indahnya Ramadan. Bagaimana itu bisa terjadi?

oleh Muhammad Ali diperbarui 06 Agu 2013, 01:07 WIB
Minggu 4 Agustus 2013 petang, suasana Vihara Ekayana Buddhist Center di Kawasan Duri Kepa, Jakarta Barat, tampak tenang. Para umat Budha melakukan sembahyang sejak pukul 17.00 WIB yang rencananya berakhir pada pukul 19.00 WIB.

Namun di tengah kekhusukan ibadah, suasana menjadi berubah. 1 Dari 2 bom yang diletakkan orang tak dikenal di dekat vihara itu meledak. Menurut Kepala Wihara Ekayana Buddhist Center, Bhikkhu Arya Maitri Mahatera, bom meledak sekitar pukul 18.53 WIB saat umat Buddha masih banyak yang melakukan ibadah.

Meski begitu, bom berdaya ledak rendah itu tak membuat panik orang yang sedang beribadah. "Umat sangat tenang, bahkan menyangka itu petasan biasa," kata Bhikkhu Arya di lokasi kejadian, Senin (5/8/2013).

Sementara Kapolsek Tanjung Duren Kompol Firman Andreanto menyatakan, kejadian berawal ketika 2 kantong plastik diletakkan di vihara tersebut. "Kantong plastik pertama berwarna hijau terletak di dalam vihara dan kantong plastik, kedua warna kuning terletak di luar halaman vihara. Yang meledak yang warna hijau yang di dalam vihara," kata Firman di Jakarta, Minggu 5 Agustus 2013.

Pada saat meledak, bom memuntahkan serpihan besi, kabel, dan baterai persegi. Ledakan mengakibatkan 3 orang menjadi korban, yaitu Elisa yang luka pada telinga, Rice luka ringan pada tangan, dan Ling Ling luka pada telinga.

Tak ayal, peristiwa ini memicu kecaman dari sejumlah pihak. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto mengutuk pelaku peledakan bom Wihara Ekayana, Jakarta Barat.

"Aparat keamanan sudah diminta segera mencari dan menangkap siapa pun pelaku peledakan di Wihara Ekayana," kata Menko Polhukam di Jakarta, Senin (5/8/2013).

Para pengamat menuding peristiwa ini diduga didalangi jaringan terorisme lama. Meski Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Sutarman belum dapat memastikan, peristiwa ini berasal dari kelompok teroris. Sutarman menegaskan, saat ini timnya masih memeriksa 8 saksi dan menganalisa dari kelompok mana yang melakukan tindakan ini.

"Kita sedang analisis dari kelompok mana, masih menungu tim bekerja. Tim temukan serpihan, di bungkus koran (bom) alat buktinya masih dikumpulkan, jadi kita tidak bisa jelaskan secara keseluruhan karena tim masih olah TKP," ucap Sutarman di lokasi kejadian, Senin (5/8/2013) dini hari.

Untuk mengungkapkan hal itu, pihaknya juga masih menyelidiki rekaman CCTV saat peristiwa ledakan terjadi. Hal ini menyusul adanya dugaan seorang pria yang masuk ke ruang vihara tempat umat Buddha beribadah. "CCTV sedang kita analisis. Kalau ada laki-laki kita masih analisis, teman-teman bersabar, sehingga tidak mempengaruhi pencarian pelaku, ditakutkan lari," ungkap Sutarman di lokasi kejadian, Senin (5/8/2013) dini hari.

Selain penyelidikan melalui rekaman CCTV, Polri juga menurunkan Tim Indonesia Automatic Fingerprints Identification System (Inafis) ke lokasi. Tim yang datang menggunakan 1 unit mobil itu beranggotakan 5 hingga 7 personel. Mereka langsung melakukan penelusuran di pelataran dalam vihara, tak jauh dari patung Budha Maitreya, lokasi diletakkannya salah satu paket bom.

Noktah Hitam Ramadan 1434 H

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta menyesalkan terjadinya insiden ledakan bom di Vihara tersebut. Menurut mereka, insiden ini dinilai telah menodai bulan suci Ramadan.

"Melihat kejadian ini, sungguh kami prihatin dan sangat menyesalkan. Apalagi kejadian ini terjadi di akhir bulan Ramadan. Perbuatan ini harus disesalkan, menodai bulan Ramadan," kata Ketua FKUB Ahmad Syafi'i Mufidi di Wihara Ekayana, Jakarta, Senin (5/8/2013).

Tak hanya itu, kecaman juga muncul dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam akun twitter @SBYudhoyono, SBY mengaku terganggu dengan peristiwa tersebut. "Kita terganggu dengan ledakan Vihara Ekayana di penghujung Ramadan," kata SBY, Senin (5/8/2013).

Politisi Demokrat Ruhut Sitompul yang mendatangi lokasi ledakan bom juga menyatakan, dirinya menyesalkan aksi ini. Dia yakin pelaku teror bom di bulan suci Ramadan ini akan segera terungkap. "Pemerintah sangat memperhatikan peristiwa ini, karena apapun ini bulan suci Ramadan," kata Ruhut di Vihara Ekayana, Jakarta Barat, Senin (5/8/2013).

"Kami berharap, suasana khusyuk ini supaya tidak terganggu atas kejadian ini," imbuh Ruhut.

`Kami Menjawab Jeritan Rohingya`

Ada pesana tertulis yang ditemukan Menteri Agama Suryadharma Ali saat mendatangi lokasi ledakan bom tersebut. Dari informasi yang diperoleh, Suryadharma Ali mengaku mendapati pesan yang diduga dibuat sang pelaku.

"Ada pesan tertulis pada bom, tulisannya 'Kami Menjawab Jeritan Rohingya'," kata Suryadharma Ali usai mendatangi lokasi ledakan di Wihara Ekayana, Jakarta Barat, Senin (5/8/2013).

Sementara menurut politisi Golkar Bambang Soesatyo, kelompok pelaku ini diduga ingin mengekspresikan keprihatinan mereka atas tragedi kemanusiaan yang dialami etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar. "Saya yakin, semua orang di Indonesia pasti prihatin atas tragedi Rohingya," tutur dia.

Namun, secara tegas pria yang akrab disapa Bamsoet ini menilai meledakkan bom di Vihara Ekayana bukanlah solusi menyelamatkan Muslim Rohingya. "Ledakan bom itu tidak menyelesaikan masalah," tegas Bamsoet.

Cara paling bijak membantu etnis Rohingya, ungkap Bamsoet, adalah memperkuat langkah-langkah yang telah ditempuh Ketua PMI Jusuf Kalla melalui diplomasi dan bantuan kemanusiaan. Artinya, dibanding sekadar memberi pesan lewat ledakan bom, akan jauh lebih produktif jika menggalang kekuatan seluruh komponen umat beragama di Indonesia untuk membantu etnis Rohingya.

Kekerasan Rohingya

Kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingya di Myanmar yang dilakukan sekelompok ekstremis Budhatelah memakan ratusan korban. Diduga aparat keamanan pemerintah Myanmar terlibat dalam aksi pembunuhan, penganiayaan dengan pemerkosaan, penjarahan harta benda, pembakaran pemukiman dan penodaan sarana ibadah, yang mengindikasikan pelanggaran berat Hak Azazi Manusia (HAM) terhadap etnis Rohingya.

Juru bicara Suku Rakhine Myaing Win mengatakan, 112 orang telah tewas dalam bentrokan terbaru. Selain itu, 72 orang dilaporkan terluka, termasuk juga 10 anak-anak.

Menindaklanjuti hal itu, Badan HAM Dunia atau Human Rights Watch (HRW) tengah berupaya bertindak untuk memberikan keamanan bagi ratusan umat Muslim di Myanmar itu. Wakil Direktur HRW untuk Asia, Phil Robertson mengatakan, HRW mendesak pemerintah Myanmar melindungi warga Rohingya. "Pemerintah Myanmar harus menjaga keamanan Rohingya di Arakan, Rakhine yang tengah mengalami serangan yang kejam," kata Robertson, seperti dilansir Reuters, Sabtu 27 Oktober 2012 lalu.

Kasus kekerasan Rohingya ini merupakan kali kedua pada tahun ini. Sebelumnya pada Juni 2012 lalu, serangkaian bentrokan antara warga Buddha dan Rohingya di Rakhine juga terjadi.

Tak hanya Badan HAM Dunia, sejumlah negara Asean pun didesak turun tangan menghentikan aksi kekerasan tersebut. Menurut Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, negara-negara yang tergabung dalam kerjasama regional Asia Tenggara yakni ASEAN (Association of Southeast Asia Nations) cenderung tidak bereaksi dan membiarkan tragedi pembantaian warga sipil beragama di Myanmar.

"ASEAN dan utamanya Indonesia, Malaysia, serta Brunei Darussalam sebagai negara berpenduduk muslim, sepatutnya mengambil prakarsa serius guna menghentikan situasi kelam yang diciptakan untuk merenggut nyawa dan memberangus etnis muslim Rohingya secara barbar, karena fenomena seperti itu tidak pantas terjadi di era moderen yang mendasarkan prinsip saling menghargai kebebasan beragama atau rasa kemanusiaan," jelas anggota dewan pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Pusat itu.

Meskipun, sekitar 800 ribu warga Rohingya tinggal di Myanmar dan telah lama menetap di negeri itu, pemerintah dan publik Myanmar terus menganggap Rohingya sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Di pihak lain, Bangladesh pun tidak mengakui Rohingya sebagai penduduk mereka.

Teror Bom, Sampai Kapan Berakhir?

Teror bom terus membayangi putra-putri Ibu Pertiwi. Tak hanya Vihara, sebelumnya teror juga melanda Masjid di areal Kompleks Markas Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, Jumat 15 April 2011 siang. Sejumlah orang terluka. Diduga, ledakan ini adalah bom bunuh diri.

Selang beberapa bulan, sebuah ledakan bom juga menimpa Gereja Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Minggu siang, 25 September 2011 silam. Ledakan terjadi saat jemaat keluar dari gereja usai beribadah. Akibat ledakan ini, sejumlah orang terluka dan langsung dibawa ke rumah sakit. Dilaporkan delapan orang dalam kondisi kritis.

Selain korban luka, seorang tewas akibat ledakan itu. Diduga korban adalah pelaku bom bunuh diri.

Usai tempat ibadah, para pelaku teror sempat mengalihkan aksinya dengan aparat kepolisian sebagai sasaran. Seperti yang terjadi di Mapolres Rajapolah Tasikmalaya, Jawa Barat. Tempat tersebut dilempar bom molotov rakitan oleh orang tak dikenal. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari perwira Polsek Rajapolah, peristiwa itu terjadi pada Sabtu 20 Juli 2013, sekitar pukul 01.30 WIB dini hari.  Diduga kuat pelaku mengendarai sepeda motor. Pelaku yang mengendarai sepeda motor itu diduga langsung melarikan diri sesaat setelah melemparkan bom rakitan ke dalam Mapolsek Rajapolah.

Rentetan teror terus mengancam masyarakat Indonesia. Lantas sampai kapan kondisi ini berakhir? "Teroris tidak akan pernah berhenti mengganggu kedamaian umat. Berbagai pertimbangan yang mendasari perbuatan mereka," kata Ketua DPR Marzuki Alie dalam pesan singkatnya, Senin (5/8/2013).

Meski Pemerintah memiliki Densus 88 yang terus gencar berupaya memberantas terorisme, itu belum menunjukkan perubahan yang berarti. Lantaran terorisme muncul karena adanya ketidakadilan. "Ketidakadilan masih berlangsung, baik di dalam negeri maupun luar negeri," ucap Marzuki.

Selain itu, Marzuki menilai tindakan teror menjadi pertanda bahwa masih ada pihak tertentu yang tak suka dengan ketentraman dan kerukunan di Indonesia.

"Indonesia menjadi target dari kepentingan asing. Oleh karenanya tugas kepolisian untuk mengungkapkan latar belakang kejadian itu, agar masalah ini tidak terulang kembali," tegas Marzuki. (Ali)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya