Telegram telah menjadi bagian dunia telekomunikasi di Indonesia sejak tahun 1850-an, usianya hampir sama dengan yang ada di India. India menutup telegram pada 14 Juli 2013 setelah berumur 162 tahun.
Telegram menjadi saksi awal pengabdian PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) yang berawal pada 23 Oktober 1856, karena menjadi layanan telekomunikasi pertama dalam bentuk pengiriman telegram dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor).
Telegram kemudian sempat menjadi alat telekomunikasi utama bagi masyarakat selain telepon rumah di Indonesia kurun 1900-an.
Namun, jasa pengiriman telegram lambat laun terkesan terlupakan begitu saja. Penghentian jasa pengiriman telegram di Indonesia terkesan tak seheboh dan tanpa ada selebrasi, seperti yang terjadi di India.
Seperti dimuat dalam Daily Mail, Senin (15/7/2013) lalu, ribuan warga India rela antre di kantor jasa telegram untuk mengirim pesan telegram terakhir sebagai suvenir.
Ini menyusul penutupan layanan telegram milik pemerintah India, Bharat Sanchar Nigam Limited (BSNL), sehari setelah melakukan pelayanan terakhir pada Minggu 14 Juli waktu setempat.
Berbeda dengan negara lain, yang mengumumkan penutupan Telegramnya, di Indonesia telegram mati pelan-pelan dan habis tak tersisa tanpa woro-woro pengumuman sebelumnya.
Menurut penuturan mantan Direktur Utama PT Telkom periode 1992-1996, Setyanto P Santosa, keberadaan telegram mulai tergeser sejak ada teleks pada tahun 1990-an.
"Setelah teleks muncul makin banyak, keberadaan telegram makin surut dan di situlah telegram istilahnya mati pelan-pelan," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (6/8/2013).
Sebenarnya, Setyanto menuturkan, redupnya jasa pengiriman telegram sudah diprediksi masyarakat dunia sejak tahun 1980-an.
Perkembangan teknologi komunikasi yang terus tumbuh diperkirakan akan memunculkan teknologi-teknologi lainnya yang lebih canggih di bidang telekomunikasi.
"Ketika ada pertemuan di Jenewa pada tahun 1980-an, telegram memang sudah diprediksi mati secara pelan-pelan," ujar Setyanto yang kini menjabat Ketua Masyarakat Telematika Indonesia.
Meksi tak begitu ingat kondisi penutupan telegram di Indonesia, dia menduga ketiadaan perayaan penutupuan jasa pengiriman telegram di Indonesia karena masyarakat mulai jarang menggunakannya sejak tahun 1990-an.
"Setelah ada ponsel, orang langsung lupa. Kemudian seperti perbankan juga sudah memiliki teleks. Jadi telegram lama-lama terlupakan," lanjut dia.
Karena tak pernah untung, Telkom pun harus berpikir realistis dengan menutup Telegram. (Nur/*)
Telegram menjadi saksi awal pengabdian PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) yang berawal pada 23 Oktober 1856, karena menjadi layanan telekomunikasi pertama dalam bentuk pengiriman telegram dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor).
Telegram kemudian sempat menjadi alat telekomunikasi utama bagi masyarakat selain telepon rumah di Indonesia kurun 1900-an.
Namun, jasa pengiriman telegram lambat laun terkesan terlupakan begitu saja. Penghentian jasa pengiriman telegram di Indonesia terkesan tak seheboh dan tanpa ada selebrasi, seperti yang terjadi di India.
Seperti dimuat dalam Daily Mail, Senin (15/7/2013) lalu, ribuan warga India rela antre di kantor jasa telegram untuk mengirim pesan telegram terakhir sebagai suvenir.
Ini menyusul penutupan layanan telegram milik pemerintah India, Bharat Sanchar Nigam Limited (BSNL), sehari setelah melakukan pelayanan terakhir pada Minggu 14 Juli waktu setempat.
Berbeda dengan negara lain, yang mengumumkan penutupan Telegramnya, di Indonesia telegram mati pelan-pelan dan habis tak tersisa tanpa woro-woro pengumuman sebelumnya.
Menurut penuturan mantan Direktur Utama PT Telkom periode 1992-1996, Setyanto P Santosa, keberadaan telegram mulai tergeser sejak ada teleks pada tahun 1990-an.
"Setelah teleks muncul makin banyak, keberadaan telegram makin surut dan di situlah telegram istilahnya mati pelan-pelan," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (6/8/2013).
Sebenarnya, Setyanto menuturkan, redupnya jasa pengiriman telegram sudah diprediksi masyarakat dunia sejak tahun 1980-an.
Perkembangan teknologi komunikasi yang terus tumbuh diperkirakan akan memunculkan teknologi-teknologi lainnya yang lebih canggih di bidang telekomunikasi.
"Ketika ada pertemuan di Jenewa pada tahun 1980-an, telegram memang sudah diprediksi mati secara pelan-pelan," ujar Setyanto yang kini menjabat Ketua Masyarakat Telematika Indonesia.
Meksi tak begitu ingat kondisi penutupan telegram di Indonesia, dia menduga ketiadaan perayaan penutupuan jasa pengiriman telegram di Indonesia karena masyarakat mulai jarang menggunakannya sejak tahun 1990-an.
"Setelah ada ponsel, orang langsung lupa. Kemudian seperti perbankan juga sudah memiliki teleks. Jadi telegram lama-lama terlupakan," lanjut dia.
Karena tak pernah untung, Telkom pun harus berpikir realistis dengan menutup Telegram. (Nur/*)