Bagaimanakah cara penentuan tanggal 1 Syawal dalam penanggalan hijriyah terutama dalam penetapan awal Ramadan dan Syawal yang kerap mengundang pro dan kontra bahkan kebingungan di masyarakat. Berikut penjelasan penentuan Isbat untuk menentukan Idul Fitri yang diolah dari berbagai sumber.
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Kamis (7/8/2013), penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri sama seperti menentukan awal Ramadan. Ada 2 cara yang digunakan sejak jaman awal Islam yaitu metode Hisab yakni berdasarkan penghitungan matematis astronomi. Lalu, ada metode Rukyat yang didasarkan pada pengamatan posisi bulan terhadap bumi dan matahari.
Hilal adalah penampakan bulan sabit yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami posisi ijtimak atau konjungsi. Yakni, posisi bulan sejajar dengan matahari dan bumi. Hilal adalah kriteria awal bulan Hijriyah. 1 bulan Hijriah terdiri dari 29 atau 30 hari.
Hisab berarti penghitungan. Istilah yang sering digunakan dalam ilmu Astronomi memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Hilal penting diketahui sebagai penanda periode bulan baru kalender Hijriyah. Sementara, perhitungan posisi matahari terhadap bumi diperlukan untuk penentuan waktu salat.
Rukyat adalah kegiatan mengamati Hilal. Rukyat dilakukan jelang terbenamnya matahari pertama setelah ijtimak atau konjungsi. Saat itu, posisi bulan berada di ufuk Barat dan bulan terbenam sesaat setelah matahari terbenam. Rukyat dulu dilakukan dengan mata telanjang, kini menggunakan teleskop. Rukyat biasanya dilakukan pada saat jelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak. Bila hilal terlihat, petang atau magrib waktu setempat ditetapkan memasuki tanggal 1.
Penentuan Bulan
Kriteria penentuan awal bulan kalender hijriyah bisa dilakukan dengan rukyatul hilal yakni kriteria penentuan awal bulan dengan mengamati hilal secara langsung. Bila bulan sabit tidak terlihat, bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari yang biasa disebut istikmal. Kriteria ini biasanya digunakan ormas Nahdlatul Ulama (NU).
Wujudul hilal, yakni kriteria penentuan awal bulan dengan 2 prinsip. Ijtimak telah terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam. Maka petang hari tersebut dinyatakan awal bulan Syawal tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam. Muhammadiyah biasa menggunakan kriteria ini.
Imkanur Rukyat Mabims adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah yang ditetapkan berdasarkan musyawarah menteri-menteri agama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kriteria ini untuk menjembatani metode rukyat dan hisab. Awal bulan Syawal terjadi bila saat matahari terbenam. Ketinggian bulan di cakrawala minimal 2 derajat saat bulan terbenam. Usia bulan minimal 8 jam sejak ijtimak.
3 Kemungkinan
Terdapat 3 kemungkinan kondisi. Bila ketinggian hilal kurang dari 0 derajat, dipastikan Hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian Hilal lebih dari 2 derajat. kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengonfirmasi terlihatnya Hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian Hilal antara 0 sampai 2 derajat. kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat. tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala. jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi, jika rukyat tidak berhasil melihat hilal, metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian, ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini. Hal ini terjadi pada penetapan 1 syawal 1432 Hijriah/2011 lalu.
Di Indonesia secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), pemerintah melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan sidang isbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru. Atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip imkanur-rukyat digunakan antara lain oleh Persatuan Islam (Persis).
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
Beda Lebaran
Perbedaan metode isbat atau penentuan awal bulan Hijriyah kerap mengakibatkan perbedaan awal puasa dan Idul Fitri. Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali perbedaan penetapan 1 Syawal. Pada 1992, Lebaran dirayakan di tiga hari berbeda. 3 April mengikuti Arab Saudi, 4 April berdasar Rukyat NU. 5 April hasil sidang Isbat.
Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada 1993 dan 1994. Pada 2011 juga terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender resmi Indonesia sudah tercetak bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang Isbat memutuskan awal Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011. sementara itu, Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011.
Hal serupa terjadi 2012 lalu, dimana awal bulan Ramadan ditetapkan Muhammadiyah 20 Juli 2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal 21 Juli 2012. Namun, pemerintah mengampanyekan bahwa perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada keyakinan dan kemantapan masing-masing. Serta mengedepankan toleransi terhadap perbedaan.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa menyaksikan video berikut ini. (Adi/Yus)
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Kamis (7/8/2013), penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri sama seperti menentukan awal Ramadan. Ada 2 cara yang digunakan sejak jaman awal Islam yaitu metode Hisab yakni berdasarkan penghitungan matematis astronomi. Lalu, ada metode Rukyat yang didasarkan pada pengamatan posisi bulan terhadap bumi dan matahari.
Hilal adalah penampakan bulan sabit yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami posisi ijtimak atau konjungsi. Yakni, posisi bulan sejajar dengan matahari dan bumi. Hilal adalah kriteria awal bulan Hijriyah. 1 bulan Hijriah terdiri dari 29 atau 30 hari.
Hisab berarti penghitungan. Istilah yang sering digunakan dalam ilmu Astronomi memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Hilal penting diketahui sebagai penanda periode bulan baru kalender Hijriyah. Sementara, perhitungan posisi matahari terhadap bumi diperlukan untuk penentuan waktu salat.
Rukyat adalah kegiatan mengamati Hilal. Rukyat dilakukan jelang terbenamnya matahari pertama setelah ijtimak atau konjungsi. Saat itu, posisi bulan berada di ufuk Barat dan bulan terbenam sesaat setelah matahari terbenam. Rukyat dulu dilakukan dengan mata telanjang, kini menggunakan teleskop. Rukyat biasanya dilakukan pada saat jelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak. Bila hilal terlihat, petang atau magrib waktu setempat ditetapkan memasuki tanggal 1.
Penentuan Bulan
Kriteria penentuan awal bulan kalender hijriyah bisa dilakukan dengan rukyatul hilal yakni kriteria penentuan awal bulan dengan mengamati hilal secara langsung. Bila bulan sabit tidak terlihat, bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari yang biasa disebut istikmal. Kriteria ini biasanya digunakan ormas Nahdlatul Ulama (NU).
Wujudul hilal, yakni kriteria penentuan awal bulan dengan 2 prinsip. Ijtimak telah terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam. Maka petang hari tersebut dinyatakan awal bulan Syawal tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam. Muhammadiyah biasa menggunakan kriteria ini.
Imkanur Rukyat Mabims adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah yang ditetapkan berdasarkan musyawarah menteri-menteri agama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kriteria ini untuk menjembatani metode rukyat dan hisab. Awal bulan Syawal terjadi bila saat matahari terbenam. Ketinggian bulan di cakrawala minimal 2 derajat saat bulan terbenam. Usia bulan minimal 8 jam sejak ijtimak.
3 Kemungkinan
Terdapat 3 kemungkinan kondisi. Bila ketinggian hilal kurang dari 0 derajat, dipastikan Hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian Hilal lebih dari 2 derajat. kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengonfirmasi terlihatnya Hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian Hilal antara 0 sampai 2 derajat. kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat. tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala. jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi, jika rukyat tidak berhasil melihat hilal, metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian, ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini. Hal ini terjadi pada penetapan 1 syawal 1432 Hijriah/2011 lalu.
Di Indonesia secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), pemerintah melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan sidang isbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru. Atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip imkanur-rukyat digunakan antara lain oleh Persatuan Islam (Persis).
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
Beda Lebaran
Perbedaan metode isbat atau penentuan awal bulan Hijriyah kerap mengakibatkan perbedaan awal puasa dan Idul Fitri. Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali perbedaan penetapan 1 Syawal. Pada 1992, Lebaran dirayakan di tiga hari berbeda. 3 April mengikuti Arab Saudi, 4 April berdasar Rukyat NU. 5 April hasil sidang Isbat.
Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada 1993 dan 1994. Pada 2011 juga terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender resmi Indonesia sudah tercetak bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang Isbat memutuskan awal Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011. sementara itu, Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011.
Hal serupa terjadi 2012 lalu, dimana awal bulan Ramadan ditetapkan Muhammadiyah 20 Juli 2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal 21 Juli 2012. Namun, pemerintah mengampanyekan bahwa perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada keyakinan dan kemantapan masing-masing. Serta mengedepankan toleransi terhadap perbedaan.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa menyaksikan video berikut ini. (Adi/Yus)