Anda yang kerap kurang tidur atau sulit tidur waspadalah! Badan bakal berpotensi menggemuk. Demikian temuan para peneliti menyebutkan.
Para ilmuwan rupanya sudah lama memperhatikan hubungan antara peningkatan kasus kegemukan di negara-negara industri dengan kurangnya jumlah waktu tidur. Satu hal yang terkait dicurigai meski belum bisa dijelaskan hingga sekarang mekanismenya.
Sekelompok tim dari Universitas Californa akhirnya mencoba mencari tahu, dengan menggunakan MRI (magnetic resonance imaging) mereka memindai perubahan aktivitas area otak yang berfungsi mengatur jadawal tidur.
"Temuan ini menyediakan penjelasan tentang mekanisme otak yang mengalami kondisi kurang tidur akan memicu timbulnya gangguan kegemukan," tulis para ilmuwan dalam Jurnal Nature Communications.
Dua puluh tiga peserta diikutsertakan dalam penelitian itu. Mereka menjalani pemindaian otak dua kali. Sekali setelah tidur nyenyak di malam hari dan sekali saat malamnya tidak bisa tidur nyenyak.
Aktivitas otak diukur dan dicermati di hari berikut saat mereka mulai menyeleksi item dan porsi makanan dari 80 gambar makanan yang berbeda. Di antara mereka yang kelelahan, ilmuwan mendapati adanya wilayah cortex otak yang rusak dan meminta keseimbanganya dengan mengeluarkan perintah lapar. Secara berurutan, hal yang sama terjadi juga pada area yang terkait dengan rasa lapar.
"Temuan tambahan yang menarik adalah bahwa makanan berkalori tinggi merupakan jenis yang paling diinginkan oleh para peserta yang mengalami kurang tidur," ujar peneliti Matthew Walker dari Departemen Psikologi Universitas California di Berkely, Amerika Serikat seperti dikutip dari Channelnews Asia, Sabtu (10/8/2013).
Menurut Matthew, temuan akan adanya wilayah otak aktf yang rusak di area yang mengontrol penilaian baik dan pembuatan keputusan, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas di wilayah otak yang mengontrol `reward`, cocok dan menjelaskan, hubungan antara kurangnya tidur dengan kegemukan.
"Temuan kami menunjukkan bahwa kebutuhan tidur yang memadai merupakan faktor penting dalam mengontrol berat badan, yang didapat dengan mengutamakan mekanisme otak dalam mengatur pemilihan makanan yang pas bagi tubuh." jelas Matthew.
(Abd/*)
Para ilmuwan rupanya sudah lama memperhatikan hubungan antara peningkatan kasus kegemukan di negara-negara industri dengan kurangnya jumlah waktu tidur. Satu hal yang terkait dicurigai meski belum bisa dijelaskan hingga sekarang mekanismenya.
Sekelompok tim dari Universitas Californa akhirnya mencoba mencari tahu, dengan menggunakan MRI (magnetic resonance imaging) mereka memindai perubahan aktivitas area otak yang berfungsi mengatur jadawal tidur.
"Temuan ini menyediakan penjelasan tentang mekanisme otak yang mengalami kondisi kurang tidur akan memicu timbulnya gangguan kegemukan," tulis para ilmuwan dalam Jurnal Nature Communications.
Dua puluh tiga peserta diikutsertakan dalam penelitian itu. Mereka menjalani pemindaian otak dua kali. Sekali setelah tidur nyenyak di malam hari dan sekali saat malamnya tidak bisa tidur nyenyak.
Aktivitas otak diukur dan dicermati di hari berikut saat mereka mulai menyeleksi item dan porsi makanan dari 80 gambar makanan yang berbeda. Di antara mereka yang kelelahan, ilmuwan mendapati adanya wilayah cortex otak yang rusak dan meminta keseimbanganya dengan mengeluarkan perintah lapar. Secara berurutan, hal yang sama terjadi juga pada area yang terkait dengan rasa lapar.
"Temuan tambahan yang menarik adalah bahwa makanan berkalori tinggi merupakan jenis yang paling diinginkan oleh para peserta yang mengalami kurang tidur," ujar peneliti Matthew Walker dari Departemen Psikologi Universitas California di Berkely, Amerika Serikat seperti dikutip dari Channelnews Asia, Sabtu (10/8/2013).
Menurut Matthew, temuan akan adanya wilayah otak aktf yang rusak di area yang mengontrol penilaian baik dan pembuatan keputusan, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas di wilayah otak yang mengontrol `reward`, cocok dan menjelaskan, hubungan antara kurangnya tidur dengan kegemukan.
"Temuan kami menunjukkan bahwa kebutuhan tidur yang memadai merupakan faktor penting dalam mengontrol berat badan, yang didapat dengan mengutamakan mekanisme otak dalam mengatur pemilihan makanan yang pas bagi tubuh." jelas Matthew.
(Abd/*)