Status kepemilikan tanah seluas hampir 6 hektar di RW 10 Pulogadung, Jakarta Timur, yang ditempati ribuan Kepala Keluarga, kini tak jelas. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra pun menyatakan siap membentuk tim advokasi tanpa unsur politik.
"Saya bertindak sebagai advokat, bisa menggunakan kantor saya, saya bekerja seiklas-iklasnya, karena saya sadar akan keadaan masyarakat. Saya ingin menangani kasus ini, ini bukan politik, ini bener-benar hukum," kata bakal capres dari Partai Bulan Bintang (PBB) itu kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (19/8/2013).
Sebelum memberikan bantuan advokasi kepada 6.000 KK itu, ia mengaku akan lebih dahulu mempelajari riwayat tanah yang ditempati warga sejak tahun 1976 tersebut.
"Hingga kini warga tidak tahu status lahan yang mereka tempati, apakah tanah negara bebas, eks eigendom verponding ataukah milik seseorang," ujar Yusril.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menambahkan, rencananya dia akan menurunkan tim untuk menemui Badan Pertanahan Nasional, untuk mempertanyakan kepemilikan tanah tersebut. Sebab, kalau tidak ada pemiliknya berarti tanah milik negara.
"Mereka berhak memohon kepada negara untuk mereka pakai. Insyallah saya ingin pelajari dokumen ini, atau surat yang pernah di sampaikan kepada lembaga pemerintah," terang Yusril.
Alasan Yusril menolak dibayar warga sebagai tim advokasi, lantaran dirinya paham bila kawasan itu kumuh dan penduduknya rakyat kecil, hal itu diketahui mengenai kodisi warga tersebut, setelah mendengarkan keterangan Ketua RW dan para Ketua RT.
"Saya bersedia membantunya dengan cuma-cuma. Mudah-mudahan ada jalan keluar atasi masalah ini," ungkapnya.
Yusril menjelaskan, sejak 1992 warga membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas tanah yang mereka tempati. Namun kini kantor pajak menolak menerimanya. Kantor pajak mengatakan PBB-nya telah lunas dibayar, namun tidak bersedia menjelaskan pihak mana yang membayarnya.
"Warga jadi bingung, sehingga penduduk tidak dapat mengurus hak atas tanah tersebut dengan sebab-sebab yang tidak jelas. BPN menolak permohonan warga tanpa alasan yang jelas," pungkas Yusril. (Mut)
"Saya bertindak sebagai advokat, bisa menggunakan kantor saya, saya bekerja seiklas-iklasnya, karena saya sadar akan keadaan masyarakat. Saya ingin menangani kasus ini, ini bukan politik, ini bener-benar hukum," kata bakal capres dari Partai Bulan Bintang (PBB) itu kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (19/8/2013).
Sebelum memberikan bantuan advokasi kepada 6.000 KK itu, ia mengaku akan lebih dahulu mempelajari riwayat tanah yang ditempati warga sejak tahun 1976 tersebut.
"Hingga kini warga tidak tahu status lahan yang mereka tempati, apakah tanah negara bebas, eks eigendom verponding ataukah milik seseorang," ujar Yusril.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menambahkan, rencananya dia akan menurunkan tim untuk menemui Badan Pertanahan Nasional, untuk mempertanyakan kepemilikan tanah tersebut. Sebab, kalau tidak ada pemiliknya berarti tanah milik negara.
"Mereka berhak memohon kepada negara untuk mereka pakai. Insyallah saya ingin pelajari dokumen ini, atau surat yang pernah di sampaikan kepada lembaga pemerintah," terang Yusril.
Alasan Yusril menolak dibayar warga sebagai tim advokasi, lantaran dirinya paham bila kawasan itu kumuh dan penduduknya rakyat kecil, hal itu diketahui mengenai kodisi warga tersebut, setelah mendengarkan keterangan Ketua RW dan para Ketua RT.
"Saya bersedia membantunya dengan cuma-cuma. Mudah-mudahan ada jalan keluar atasi masalah ini," ungkapnya.
Yusril menjelaskan, sejak 1992 warga membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas tanah yang mereka tempati. Namun kini kantor pajak menolak menerimanya. Kantor pajak mengatakan PBB-nya telah lunas dibayar, namun tidak bersedia menjelaskan pihak mana yang membayarnya.
"Warga jadi bingung, sehingga penduduk tidak dapat mengurus hak atas tanah tersebut dengan sebab-sebab yang tidak jelas. BPN menolak permohonan warga tanpa alasan yang jelas," pungkas Yusril. (Mut)