Kekerasan di Mesir yang melibatkan 2 kubu, pihak militer dan Ikhwanul Muslimin yang mendukung Presiden terguling Mohammed Morsi terus berlanjut. Pemerintahan sementara bentukan militer telah menetapkan status darurat selama 1 bulan. Ratusan warga sipil meninggal dunia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (NU), KH Said Aqil Siradj mengutuk keras kekerasan di Mesir. Menurutnya, penembakan terhadap warga sipil yang dilakukan militer Mesir merupakan tindakan jahat yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya.
"Kita PBNU selalu mengutuk kekerasan pada manusia atas nama apapun dengan alasan apapun. Seperti yang di Mesir, yang di Timur Tengah, kita kecewa berat," ujar Said di Balaikota DKI Jakarta, Senin, (19/8/2013).
"Penyebab terjadinya peralihan kekuasaan berdarah di Mesir karena tidak adanya peran ulama dalam memberikan kontribusi di pemerintahan. Sehingga, apa yang dilakukan saat ini melenceng jauh dari nilai keislaman," sambung Said.
"Disana jelas ada kekosongan ulama kevakuman peranan ulama di sana. Coba kalau ulama diperankan pasti tidak seperti ini," kata dia.
Menurut Said, dalam situasi konflik semestinya ulama dan para pemuka agama harus mengambil peran penting. Namun yang terjadi saat ini di Mesir, justru ulama hanya bisa memberikan pernyataan yang tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Itu kan masalah politik. Para ulama harus bicara. Jangan politikus terus yang bicara. Akhirnya rakyat banyak jadi korban," tegas Said.
Selama ini, lanjut Said, dirinya melihat peran Universitas Al Azhar --Universitas Islam tertua di dunia yang banyak mencetak ulama besar di dunia-- tidak bereaksi dan mengambil peran penting.
"Disana kan ada Universitas Al Azhar, dengan ulama-ulama besar yang ilmunya hebat-hebat. Tapi disitu tidak berperan sama sekali. Mesir akhirnya berdarah," pungkas Said. (Tnt/Ism)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (NU), KH Said Aqil Siradj mengutuk keras kekerasan di Mesir. Menurutnya, penembakan terhadap warga sipil yang dilakukan militer Mesir merupakan tindakan jahat yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya.
"Kita PBNU selalu mengutuk kekerasan pada manusia atas nama apapun dengan alasan apapun. Seperti yang di Mesir, yang di Timur Tengah, kita kecewa berat," ujar Said di Balaikota DKI Jakarta, Senin, (19/8/2013).
"Penyebab terjadinya peralihan kekuasaan berdarah di Mesir karena tidak adanya peran ulama dalam memberikan kontribusi di pemerintahan. Sehingga, apa yang dilakukan saat ini melenceng jauh dari nilai keislaman," sambung Said.
"Disana jelas ada kekosongan ulama kevakuman peranan ulama di sana. Coba kalau ulama diperankan pasti tidak seperti ini," kata dia.
Menurut Said, dalam situasi konflik semestinya ulama dan para pemuka agama harus mengambil peran penting. Namun yang terjadi saat ini di Mesir, justru ulama hanya bisa memberikan pernyataan yang tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Itu kan masalah politik. Para ulama harus bicara. Jangan politikus terus yang bicara. Akhirnya rakyat banyak jadi korban," tegas Said.
Selama ini, lanjut Said, dirinya melihat peran Universitas Al Azhar --Universitas Islam tertua di dunia yang banyak mencetak ulama besar di dunia-- tidak bereaksi dan mengambil peran penting.
"Disana kan ada Universitas Al Azhar, dengan ulama-ulama besar yang ilmunya hebat-hebat. Tapi disitu tidak berperan sama sekali. Mesir akhirnya berdarah," pungkas Said. (Tnt/Ism)