Membuat profil merek suatu produk di LinkedIn, jaringan profesional online terbesar di dunia sangat berisiko. Berbagai peluang kesalahan penulisan kata, tanda baca dan tata bahasa bisa membuat orang menertawakan merek tersebut.
Seperti dilansir dari Forbes, Senin (19/8/2013), perusahaan pendeteksi kesalahan penggunaan bahasa internasional, Grammarly mengungkapkan, tulisan adalah salah satu cara paling penting untuk menunjukkan kredibilitas perusahaan pada konsumen, rekan bisnis, dan tenaga kerja.
Di banyak kasus, penentu keberhasilan suatu merek tak hanya tergantung pada nilai saham, pendapatan atau jumlah tenaga kerja yang tinggi.
Namun akurasi penulisan iklan, informasi, dan profil perusahaan pun turut menentukan kesuksesan suatu merek. Salah mengiklankan merek tentu bisa membuat para konsumen beralih ke tempat lain.
Grammarly lalu membentuk tim khusus untuk mengecek kesalahan bahasa pada iklan dan profil sejumlah merek ternama.
Tim tersebut fokus mengamati berbagai tulisan yang di 'post' dua merek perusahaan dengan produk sejenis di LinkedIn. Rata-rata tulisan yang dimuat mendekati jumlah 400 kata per perusahaan.
Tim lalu menentukan pemenang di antara dua merek tersebut berdasarkan kesalahan penulisan yang paling sedikit.
Berikut tiga merek yang berhasil menang dengan jumlah kesalahan penulisan lebih sedikit:
1. Coca Cola versus Pepsi
Coca-Cola: 0,9% total kesalahan penulisan per 100 kata
Pepsi: 3,6% total kesalahan penulisan per 100 kata
Coca-Cola memenangkan pertarungan merek dari jenis produk minuman bersoda ini. Coca-Cola membuat kesalahan penulisan empat kali lebih sedikit dibanding Pepsi pada tulisannya di LinkedIn.
Grammarly menemukan berbagai kesalahan akurasi profil untuk kedua merek tersebut. Namun Pepsi membuat lebih banyak kesalahan tata bahasa.
Meski tujuh tahun lebih dulu mengeluarkan mereknya dibanding Pepsi, keduanya bersaing hebat di supermarket, restoran dan periklanan. Pepsi memiliki lebih banyak pegawai dan pendapatan yang lebih tinggi, tapi Coca-Cola lebih mendominasi pasar saham untuk produk sejenis.
2. Facebook versus Google
Faceook: 4,3% total kesalahan penulisan per 100 kata
Google: 1,1% kesalahan penulisan per 100 kata
Google dan Facebook memiliki persaingan sengit di dunia periklanan sistem pencarian online. Meski demikian Google mendominasi 65% pasar di Amerika Serikat. Untuk informasi terkini yang dicantumkannya di LinkedIn, Google tercatat melakukan kesalahan lebih sedikit daripada Facebook.
3. Ford VS GM
Ford: 0,5% total kesalahan penulisan per 100 kata
GM: 1,3% kesalahan penulisan per 100 kata
Kedua merek otomotif terkemuka ini telah memulai produksinya sejak 1908. Namun bicara soal keakuratan penulisan informasi, iklan dan profil di LinkedIn, GM melakukan lebih banyak kesalahan. Meski persentasenya tak berbeda jauh, tapi kesalahan penulisan di media sosial bisa menjadi bahan lawakan banyak orang. (Sis/Igw)
Seperti dilansir dari Forbes, Senin (19/8/2013), perusahaan pendeteksi kesalahan penggunaan bahasa internasional, Grammarly mengungkapkan, tulisan adalah salah satu cara paling penting untuk menunjukkan kredibilitas perusahaan pada konsumen, rekan bisnis, dan tenaga kerja.
Di banyak kasus, penentu keberhasilan suatu merek tak hanya tergantung pada nilai saham, pendapatan atau jumlah tenaga kerja yang tinggi.
Namun akurasi penulisan iklan, informasi, dan profil perusahaan pun turut menentukan kesuksesan suatu merek. Salah mengiklankan merek tentu bisa membuat para konsumen beralih ke tempat lain.
Grammarly lalu membentuk tim khusus untuk mengecek kesalahan bahasa pada iklan dan profil sejumlah merek ternama.
Tim tersebut fokus mengamati berbagai tulisan yang di 'post' dua merek perusahaan dengan produk sejenis di LinkedIn. Rata-rata tulisan yang dimuat mendekati jumlah 400 kata per perusahaan.
Tim lalu menentukan pemenang di antara dua merek tersebut berdasarkan kesalahan penulisan yang paling sedikit.
Berikut tiga merek yang berhasil menang dengan jumlah kesalahan penulisan lebih sedikit:
1. Coca Cola versus Pepsi
Coca-Cola: 0,9% total kesalahan penulisan per 100 kata
Pepsi: 3,6% total kesalahan penulisan per 100 kata
Coca-Cola memenangkan pertarungan merek dari jenis produk minuman bersoda ini. Coca-Cola membuat kesalahan penulisan empat kali lebih sedikit dibanding Pepsi pada tulisannya di LinkedIn.
Grammarly menemukan berbagai kesalahan akurasi profil untuk kedua merek tersebut. Namun Pepsi membuat lebih banyak kesalahan tata bahasa.
Meski tujuh tahun lebih dulu mengeluarkan mereknya dibanding Pepsi, keduanya bersaing hebat di supermarket, restoran dan periklanan. Pepsi memiliki lebih banyak pegawai dan pendapatan yang lebih tinggi, tapi Coca-Cola lebih mendominasi pasar saham untuk produk sejenis.
2. Facebook versus Google
Faceook: 4,3% total kesalahan penulisan per 100 kata
Google: 1,1% kesalahan penulisan per 100 kata
Google dan Facebook memiliki persaingan sengit di dunia periklanan sistem pencarian online. Meski demikian Google mendominasi 65% pasar di Amerika Serikat. Untuk informasi terkini yang dicantumkannya di LinkedIn, Google tercatat melakukan kesalahan lebih sedikit daripada Facebook.
3. Ford VS GM
Ford: 0,5% total kesalahan penulisan per 100 kata
GM: 1,3% kesalahan penulisan per 100 kata
Kedua merek otomotif terkemuka ini telah memulai produksinya sejak 1908. Namun bicara soal keakuratan penulisan informasi, iklan dan profil di LinkedIn, GM melakukan lebih banyak kesalahan. Meski persentasenya tak berbeda jauh, tapi kesalahan penulisan di media sosial bisa menjadi bahan lawakan banyak orang. (Sis/Igw)