Kurs rupiah terus melemah menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir setelah risiko utang Indonesia meningkat ke level tertinggi sejak Oktober 2011. Akibatnya, nilai tukar rupiah di pasar Non Delivered Forward (NDF) rentang satu bulan ke depan, sempat menyentuh level 11.094 per dolar AS atau terendah sejak 20 Juni.
Penurunan ini dipicu kekhawatiran para investor terhadap spekulasi Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menghentikan program stimulusnya. Sementara program tersebut tercatat mengalirkan sejumlah dana ke berbagai aset negara berkembang.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (20/8/2013), nilai obligasi Indonesia untuk tenor 5 tahun telah naik 56 basis poin menjadi 283 basis poin sejak Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI rate di level 6,5%.
Dari seluruh analis yang disurvei Bloomberg bulan ini, 65% diantaranya yakin The Fed akan memulai perlambatan laju pembelian obligasi bulanannya pada September.
"Rupiah masih akan terus berada di bawah tekanan penjualan mengacu pada sentimen global, begitu pula dengan sejumlah aset lokal lainnya," tutur Kepala Riset dan Strategi Treasury PT Bank CIMB Niaga Mika Martumpal di Jakarta.
Lebih lanjut dia menjelaskan, indikasi risiko obligasi meningkat akibat kekecewaan terhadap BI yang tidak menaikkan suku bunga guna menguatkan nilai tukar rupiah dan menarik dana asing masuk ke dalam negeri.
Data yang dihimpun Bloomberg, kurs rupiah di pasar non deliverable forward (NDF) untuk jangka waktu satu bulan ke depan tercatat merosot 2,3% dan menjadi penurunan terbesar sejak 20 Juni. Saat itu rupiah sempat menembus level 11.094 per dolar AS pada pukul 9:54 di Jakarta.
Sementara kontrak tersebut pernah menyentuh level 11.107, nilai terlemah sejak April 2009 dan diperdagangkan 5,3% lebih rendah dari pasar spot. Selisih tersebut merupakan yang terbesar sejak September 2011. Nilai rupiah menurun 0,1% menjadi 10.495 seperti harga yang dipatok sejumlah bank lokal.
Data Association of Banks di Singapura yang biasanya digunakan untuk melunasi kontrak derivatif mkencatat rupiah berada di level 10.499 kemarin. Jumlah tersebut merupakan yang terendah sejak Juni 2009. Volatilitas kurs rupiah selama satu bulan ke depan meningkat 101 basis poin atau 1,01% menjadi 14,6%
Yield untuk obligasi nasional pada Mei 2023 sedikit berubah menjadi 8,37%, sesuai harga yang ditunjukkan Dealer Market Association show. Kemarin nilainya mencapai 8,41%, level tertinggi sejak Maret 2011. (Sis/Shd)
Penurunan ini dipicu kekhawatiran para investor terhadap spekulasi Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menghentikan program stimulusnya. Sementara program tersebut tercatat mengalirkan sejumlah dana ke berbagai aset negara berkembang.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (20/8/2013), nilai obligasi Indonesia untuk tenor 5 tahun telah naik 56 basis poin menjadi 283 basis poin sejak Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI rate di level 6,5%.
Dari seluruh analis yang disurvei Bloomberg bulan ini, 65% diantaranya yakin The Fed akan memulai perlambatan laju pembelian obligasi bulanannya pada September.
"Rupiah masih akan terus berada di bawah tekanan penjualan mengacu pada sentimen global, begitu pula dengan sejumlah aset lokal lainnya," tutur Kepala Riset dan Strategi Treasury PT Bank CIMB Niaga Mika Martumpal di Jakarta.
Lebih lanjut dia menjelaskan, indikasi risiko obligasi meningkat akibat kekecewaan terhadap BI yang tidak menaikkan suku bunga guna menguatkan nilai tukar rupiah dan menarik dana asing masuk ke dalam negeri.
Data yang dihimpun Bloomberg, kurs rupiah di pasar non deliverable forward (NDF) untuk jangka waktu satu bulan ke depan tercatat merosot 2,3% dan menjadi penurunan terbesar sejak 20 Juni. Saat itu rupiah sempat menembus level 11.094 per dolar AS pada pukul 9:54 di Jakarta.
Sementara kontrak tersebut pernah menyentuh level 11.107, nilai terlemah sejak April 2009 dan diperdagangkan 5,3% lebih rendah dari pasar spot. Selisih tersebut merupakan yang terbesar sejak September 2011. Nilai rupiah menurun 0,1% menjadi 10.495 seperti harga yang dipatok sejumlah bank lokal.
Data Association of Banks di Singapura yang biasanya digunakan untuk melunasi kontrak derivatif mkencatat rupiah berada di level 10.499 kemarin. Jumlah tersebut merupakan yang terendah sejak Juni 2009. Volatilitas kurs rupiah selama satu bulan ke depan meningkat 101 basis poin atau 1,01% menjadi 14,6%
Yield untuk obligasi nasional pada Mei 2023 sedikit berubah menjadi 8,37%, sesuai harga yang ditunjukkan Dealer Market Association show. Kemarin nilainya mencapai 8,41%, level tertinggi sejak Maret 2011. (Sis/Shd)