Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Yassona H. Laolly menyebut sepanjang periode 2009-2013, pemerintah telah menghabiskan dana lebih dari ribuan triliun rupiah yang diklaim bagi kemakmuran rakyat.
"Tercatat sejak 2009 sampai dengan 2013, pemerintah sudah menghabiskan anggaran Rp 6.492 triliun. Pertanyaannya, apakah dengan dana sebanyak itu, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sudah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kritik dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Berdasarkan data Nota Keuangan dan RAPBN 2014, pendapatan negara pada tahun 2009 sebesar Rp 847,1 triliun, 2010 sebesar Rp 992,2 triliun, tahun 2011 sebesar Rp 1.205,3 triliun, tahun 2012 sebesar Rp 1.332,3 triliun dan sebesar Rp 1.497,5 triliun menjadi target pemerintah di tahun ini.
Merujuk pada amanah Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa APBN sebagai wujud teritori keuangan negara ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan secara terbuka serta bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.
Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) APBN 2014, menceritakan pemaparan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Yassona mengatakan, pemerintah mengklaim telah banyak hasil pembangunan yang dinikmati oleh rakyat di seluruh tanah air.
"Pertumbuhan ekonomi 2009-2013 rata-rata 5,9% per tahun lebih tinggi daripada periode sebelumnya. SBY kembali memberi harapan pada rakyat Indonesia bahwa akhir tahun depan, PDB per kapita sudah mendekati US$ 5.000 atau Rp 1 juta per orang per bulan," jelasnya.
SBY, lanjut Yassona, menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah China dalam jajaran G20. Serta pencapaian lain, seperti penurunan tingkat pengangguran, kemiskinan dan sebagainya.
"Tapi di saat SBY mengklaim itu semua, indeks daya saing global justru turun dengan posisi Indonesia terbawah di antara negara ASEAN, kesenjangan pendapatan meningkat tajam 0,41%. Artinya kesuksesan ekonomi hanya dinikmati sebagian kecil masyarakat saja dan sebagian masyarakat justru terhimpit secara ekonomi," tukasnya.
Untuk itu, dia menyarakan kepada pemerintah supaya memberikan perhatian serius mengenai kesenjangan pendapatan tersebut. (Fik/Ndw)
"Tercatat sejak 2009 sampai dengan 2013, pemerintah sudah menghabiskan anggaran Rp 6.492 triliun. Pertanyaannya, apakah dengan dana sebanyak itu, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sudah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kritik dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Berdasarkan data Nota Keuangan dan RAPBN 2014, pendapatan negara pada tahun 2009 sebesar Rp 847,1 triliun, 2010 sebesar Rp 992,2 triliun, tahun 2011 sebesar Rp 1.205,3 triliun, tahun 2012 sebesar Rp 1.332,3 triliun dan sebesar Rp 1.497,5 triliun menjadi target pemerintah di tahun ini.
Merujuk pada amanah Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa APBN sebagai wujud teritori keuangan negara ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan secara terbuka serta bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.
Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) APBN 2014, menceritakan pemaparan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Yassona mengatakan, pemerintah mengklaim telah banyak hasil pembangunan yang dinikmati oleh rakyat di seluruh tanah air.
"Pertumbuhan ekonomi 2009-2013 rata-rata 5,9% per tahun lebih tinggi daripada periode sebelumnya. SBY kembali memberi harapan pada rakyat Indonesia bahwa akhir tahun depan, PDB per kapita sudah mendekati US$ 5.000 atau Rp 1 juta per orang per bulan," jelasnya.
SBY, lanjut Yassona, menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah China dalam jajaran G20. Serta pencapaian lain, seperti penurunan tingkat pengangguran, kemiskinan dan sebagainya.
"Tapi di saat SBY mengklaim itu semua, indeks daya saing global justru turun dengan posisi Indonesia terbawah di antara negara ASEAN, kesenjangan pendapatan meningkat tajam 0,41%. Artinya kesuksesan ekonomi hanya dinikmati sebagian kecil masyarakat saja dan sebagian masyarakat justru terhimpit secara ekonomi," tukasnya.
Untuk itu, dia menyarakan kepada pemerintah supaya memberikan perhatian serius mengenai kesenjangan pendapatan tersebut. (Fik/Ndw)