Pengamat Intelijen Umar Abduh ikut mengomentari permasalah pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia (migas). Khususnya mantan Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, Rudi Rubiandini yang ditangkap tangan oleh KPK.
Menurut Umar, Rudi hanya orang baru dalam pusaran kekuasaan dalam pengelolaan migas. "Rudi tidak akan berani menerima suap jika tidak ada sistem yang menjaminnya melakukan perbuatan tersebut," kata Umar dalam diskusi 'Peta Jalan Migas Nasional: Kepentingan Rakyat Vs Politik Kartel' di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2013).
Jika Rudi benar-benar sudah dipantau KPK sejak lama, kata Umar, maka seharusnya bukan cuma Rudi yang kena. Bahkan juga semestinya Menteri ESDM Jero Wacik pun juga ikut kena.
"Harusnya semua tepantau, sampai kepada Karen (Direktur Utama Pertamina), suaminya dan Jero Wacik dan ke atasnya. Tapi logikanya kan hanya berlaku dalam kajian, tidak pernah ada upaya menuntut yang tajam," tuturnya.
Menurut dia, masyarakat tidak pernah sejahtera dengan pengelolaan migas selama ini. Seharusnya pengelolaan migas menjadi modal besar untuk menyejahterahkan masyarakat.
"Yang menikmati hasil migas hanyalah keluarga pejabat Pertamina dan pemerintah. Saat Orde Baru dulu hasil migas masuk ke dalam Supersemar yang dikelola oleh keluarga Soeharto," terangnya.
Masyarakat pun, lanjut Umar, tidak mengetahui hasil migas. Lantaran tidak ada audit terhadap Pertamina selaku pengelola migas.
Padahal, migas pernah berada di atas 1 juta barel per hari. Karenanya dia mempertanyakan uang dari hasil pengelolaan migas selama ini.
"Tidak pernah ada audit. Sekarang 950 ribu barel per hari. Jadi tidak pernah ada laporan ke mana duit migas itu selama ini? Laporan Pertamina hanya bisnis, beli sekian, jual sekian," ujar Umar. (Frd/Ism)
Menurut Umar, Rudi hanya orang baru dalam pusaran kekuasaan dalam pengelolaan migas. "Rudi tidak akan berani menerima suap jika tidak ada sistem yang menjaminnya melakukan perbuatan tersebut," kata Umar dalam diskusi 'Peta Jalan Migas Nasional: Kepentingan Rakyat Vs Politik Kartel' di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2013).
Jika Rudi benar-benar sudah dipantau KPK sejak lama, kata Umar, maka seharusnya bukan cuma Rudi yang kena. Bahkan juga semestinya Menteri ESDM Jero Wacik pun juga ikut kena.
"Harusnya semua tepantau, sampai kepada Karen (Direktur Utama Pertamina), suaminya dan Jero Wacik dan ke atasnya. Tapi logikanya kan hanya berlaku dalam kajian, tidak pernah ada upaya menuntut yang tajam," tuturnya.
Menurut dia, masyarakat tidak pernah sejahtera dengan pengelolaan migas selama ini. Seharusnya pengelolaan migas menjadi modal besar untuk menyejahterahkan masyarakat.
"Yang menikmati hasil migas hanyalah keluarga pejabat Pertamina dan pemerintah. Saat Orde Baru dulu hasil migas masuk ke dalam Supersemar yang dikelola oleh keluarga Soeharto," terangnya.
Masyarakat pun, lanjut Umar, tidak mengetahui hasil migas. Lantaran tidak ada audit terhadap Pertamina selaku pengelola migas.
Padahal, migas pernah berada di atas 1 juta barel per hari. Karenanya dia mempertanyakan uang dari hasil pengelolaan migas selama ini.
"Tidak pernah ada audit. Sekarang 950 ribu barel per hari. Jadi tidak pernah ada laporan ke mana duit migas itu selama ini? Laporan Pertamina hanya bisnis, beli sekian, jual sekian," ujar Umar. (Frd/Ism)