BPK telah melansir audit investigasi proyek Hambalang Jilid II. Rizal Mararangeng menilai, audit tersebut perlu dipertanyakan kevalidannya lantaran pada bagian audit terkesan dipaksakan.
"Sistematikanya kacau. Ada beberapa yang bagus. Di sisi lain terlihat sangat dangkal, amatiran. Ini nggak adil. Atau mungkin dipaksakan. Audit ini tidak ditulis oleh satu orang. Pertanyaan harusnya ke BPK, kok nulisnya jelek banget sih," ucap Rizal di Freedom Institue , Jakarta, Senin (26/8/2013).
Rizal menyebutkan, Wafid Muharam hanya ingin mengalihkan kesalahan yang dibuatnya pada orang lain terkait kasus korupsi Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang. Karena itu, Wafid membuat pernyataan yang seolah menceritakan alur uang yang menjerat Andi dan Choel Mallarangeng.
"Orang ini (Wafid Muharam) memiliki peran mengalihkan kesalahannya pada orang lain," ucap Rizal.
Pernyataan Wafid terkait keterlibatan Andi Mararangeng tercantum dalam audit BPK jilid II yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam audit itu disebutkan, Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat Mahyudin meminta uang senilai Rp 600 juta kepada Wafid yang dibayar 2 kali. Pertama Rp 500 juta, dan kedua Rp 100 juta.
Mahyudin sebelumnya sudah menyampaikan hal itu kepada Menpora yang saat itu dijabat Andi Mararangeng. Uang itu diterima Mahyudin melalui ajudannya.
"Ini semua kata Wafid. Hanya satu sumber dan BPK tidak memverifikasi kembali. Harusnya BPK menanyakan kepada Andi, apa benar seperti itu? Lalu dimasukkan pada hasil audit. Ini kan tidak seperti itu," lanjut Rizal.
Pernyataan yang sama juga ada pada alur pengaturan kontraktor dan permintaan fee yang diajukan Choel Mararangeng. Wafid mengatakan, ada pertemuan antara Andi dengan Teuke Bagus dari PT Adhi Karya untuk membicarakan fee 15% yang diminta Choel.
Selain itu, Wafid juga menyebut ada pertemuan di lantai 10 Kantor Kemenpora. Pada pertemuan itu, Choel menanyakan kesiapan PT Adhi Karya. Pertemuan lanjutan juga digelar di Restoran Jepang, Plaza Senayan, untuk mengatur fee proyek Hambalang. Choel meminta Wafid agar PT Global Daya Manunggal (GDM) dapat proyek dari Kemenpora, dan Wafid mengaturnya sehingga PT GDM menjadi subkontraktor proyek Hambalang.
"Ini pun hanya bersumber dari pernyataan Wafid. BPK seharusnya dengan mudah menanyakan pihak-pihak yang disebutkan oleh Wafid, tapi nyatanya tidak dilakukan," jelas Rizal. (Ali)
"Sistematikanya kacau. Ada beberapa yang bagus. Di sisi lain terlihat sangat dangkal, amatiran. Ini nggak adil. Atau mungkin dipaksakan. Audit ini tidak ditulis oleh satu orang. Pertanyaan harusnya ke BPK, kok nulisnya jelek banget sih," ucap Rizal di Freedom Institue , Jakarta, Senin (26/8/2013).
Rizal menyebutkan, Wafid Muharam hanya ingin mengalihkan kesalahan yang dibuatnya pada orang lain terkait kasus korupsi Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang. Karena itu, Wafid membuat pernyataan yang seolah menceritakan alur uang yang menjerat Andi dan Choel Mallarangeng.
"Orang ini (Wafid Muharam) memiliki peran mengalihkan kesalahannya pada orang lain," ucap Rizal.
Pernyataan Wafid terkait keterlibatan Andi Mararangeng tercantum dalam audit BPK jilid II yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam audit itu disebutkan, Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat Mahyudin meminta uang senilai Rp 600 juta kepada Wafid yang dibayar 2 kali. Pertama Rp 500 juta, dan kedua Rp 100 juta.
Mahyudin sebelumnya sudah menyampaikan hal itu kepada Menpora yang saat itu dijabat Andi Mararangeng. Uang itu diterima Mahyudin melalui ajudannya.
"Ini semua kata Wafid. Hanya satu sumber dan BPK tidak memverifikasi kembali. Harusnya BPK menanyakan kepada Andi, apa benar seperti itu? Lalu dimasukkan pada hasil audit. Ini kan tidak seperti itu," lanjut Rizal.
Pernyataan yang sama juga ada pada alur pengaturan kontraktor dan permintaan fee yang diajukan Choel Mararangeng. Wafid mengatakan, ada pertemuan antara Andi dengan Teuke Bagus dari PT Adhi Karya untuk membicarakan fee 15% yang diminta Choel.
Selain itu, Wafid juga menyebut ada pertemuan di lantai 10 Kantor Kemenpora. Pada pertemuan itu, Choel menanyakan kesiapan PT Adhi Karya. Pertemuan lanjutan juga digelar di Restoran Jepang, Plaza Senayan, untuk mengatur fee proyek Hambalang. Choel meminta Wafid agar PT Global Daya Manunggal (GDM) dapat proyek dari Kemenpora, dan Wafid mengaturnya sehingga PT GDM menjadi subkontraktor proyek Hambalang.
"Ini pun hanya bersumber dari pernyataan Wafid. BPK seharusnya dengan mudah menanyakan pihak-pihak yang disebutkan oleh Wafid, tapi nyatanya tidak dilakukan," jelas Rizal. (Ali)