"Tidak hilang. Disebut secara keliru saja di dalam audit secara serampangan, tidak profesional dan tidak berimbang," kata Rizal usai acara Silaturahmi Kebangsaan yang digelar Partai Golkar di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2013).
"Ada auditnya yang bagus dan beberapa bagus. Tapi soal Andi ya tidak bagus. Sepihak. Cuma kata Wafid Muharam (Sesmenpora) saja yang dimuat," imbuhnya.
Bagi Rizal, audit tahap II itu tak selayaknya audit. Seharusnya dalam audit dilakukan kroscek dan pembandingan dengan dukomen-dokumen lain.
"Itu bukan audit yang sebenarnya. Kalau ini, kan kata Wafid saja tentang kakak saya mendapat uang. Kan tahap pertama kan ngggak ada cerita (terima uang) seperti itu. Tahap ke dua ini yang ada," ujarnya.
Padahal dalam audit investigatif tahap I BPK, nama Andi disebut-sebut sebagai pihak yang terkait. Bahkan, kini politisi Partai Demokrat itu pun telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun, sampai saat ini belum ditahan.
Dalam audit investigatif tahap I, pada bagian pihak yang diduga terkait disebutkan:
Dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak dan penyusunan anggaran AAM selaku Menteri Pemuda dan Olahraga tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk menyampaikan permohonan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan dan membiarkan Ses Kemenpora melampaui wewenang Menpora yaitu mengusulkan permohonan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan.
Advertisement
Dalam audit tahap II ini nama Andi Mallarangeng hilang. Dia tak disebut-sebut sebagai pihak yang diduga terkait.
Namun, nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum justru muncul dalam audit tahap II. Dalam audit sebelumnya, nama Anas tak disebut-sebut.
Dalam audit tahap II, Anas disebut terkait dalam proses pensertipikatan tanah.
1. AU (Anas Urbaningrum) bersama MN (Muhammad Nazaruddin) meminta IM untuk membantu proses pengurusan SK Hak Pakai di BPN.
2. IM mengambil SK hak pakai tanpa surat kuasa dari Kemenpora.
Padahal dalam audit tahap I, dalam proses pensertipikatan tanah disebut pihak yang diduga terkait adalah:
1. JW selaku Kepala BPN
a) Menandatangani SK Hak Pakai untuk Kemenpora atas tanah Hambalang dengan didukung dokumen yang tidak sesuai kenyataan, di antaranya berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak terdahulu yang diduga palsu.
b) Tidak memperhatikan dengan cermat dan tidak melihat dokumen asli surat pernyataan pelepasan hak yang menjadi persyaratan penting sebelum menandatangani SK Hak Pakai.
2. MM selaku Sestama sekaligus Plt Deputi II BPN
a) Memerintahkan LAW untuk menyerahkan SK Hak Pakai kepada orang yang tidak berhak menerima.
b) Tidak menandatangani RPD mutakhir meskipun merubah RPD dengan memasukkan surat pernyataan pelepasan hak.
3. BS selaku Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN memerintahkan staf untuk menyisipkan surat pernyataan Probosutedjo yang diduga palsu dalam RPD.
4. EW selaku staf pengolah data Deputi II BPN atas perintah Kasie, Kasubdit, dan Direktur menyisipkan surat pernyataan Probosutedjo yang diduga palsu, dalam RPD sehingga SK Hak Pakai dapat ditandatangani.
5. LAW selaku Kabagian Persuratan BPN menyerahkan SK Hak Pakai kepada orang yang tidak berhak menerima.
6. WM selaku Sekretaris Kemenpora menandatangani Surat Pernyataan terkait tanah yang tidak sesuai kenyataannya.
Dalam kasus ini, Anas sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia diduga menerima gratifikasi dari proyek senilai Rp 2,5 triliun ini. Gratifikasi itu diterima saat Anas masih duduk sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Sama seperti Andi, Anas pun kini belum ditahan.(Ndy)