Obama Peringati 50 Tahun `I Have a Dream` Martin Luther King

Obama menyampaikan pidato di titik di mana Martin Luther King Jr menyampaikan 'I Have a Dream` yang menggetarkan jiwa.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 29 Agu 2013, 12:55 WIB
Pada 28 Agustus 1963, Martin Luther King Jr menyampaikan pidatonya tentang persamaan hak yang menggetarkan jiwa, "I Have a Dream" di kaki patung Abraham Lincoln 'Sang Pembebas'. Di titik yang  sama, 50 tahun kemudian, berdiri presiden Amerika keturunan Afrika pertama, yang mungkin melampaui apa yang dibayangkan King di masanya: Barack Obama.

Berpidato di halaman Lincoln Memorial di Washington DC, Obama kembali mengingatkan rakyatnya untuk melanjutkan perjuangan persamaan hak warga negara, untuk mengenang pidato King yang menyuarakan harapan terpendam jutaan orang, sekaligus menghargai mereka yang terhina dan tewas dalam perjuangan gerakan hak-hak sipil .

"Kematian mereka tidak sia-sia," kata Obama pada kerumunan massa, seperti dimuat Daily Mail 28 Agustus 2013. "Mereka telah meraih kemenangan besar."

Obama menyampaikan pidatonya secara berapi-api untuk mengingat jasa besar Martin Luther King. "Mereka berkumpul di sini, di ibukota negara kita, di bawah bayang-bayang 'Sang Pembebas', untuk bersaksi atas ketidakadilan, untuk mengajukan petisi kepada pemerintah, untuk membangkitkan nurani Amerika yang telah lama tertidur pulas, " kata Obama, seperti dimuat BBC.

"Karena aksi mereka, Dewan-Dewan Kota berubah, demikian juga para Legislator, Kongres, dan ya, akhirnya Gedung Putih berubah, " kata Obama disambut sorak-sorai. "Karena mereka, Amerika menjadi lebih bebas dan adil . "

Namun, Obama mengingatkan, kerja belum usai. "Kita harus mengingatkan diri kita bahwa ukuran kemajuan bagi mereka yang beraksi 50 tahun yang lalu itu tidak hanya berapa banyak orang kulit hitam telah bergabung dengan jajaran jutawan, " kata Obama .

"Tapi adalah apakah negara ini akan mengakui semua orang yang mau bekerja keras, terlepas dari rasnya."

Fakta menunjukkan, masih ada kesenjanganj ekonomi, di mana pengangguran kulit hitam hampir 2 kali lipat mereka yang berkulit putih -- dan fakta bahwa AS adalah negara di mana banyak warganya masih berjuang agar mampu membayar perawatan kesehatan. "Itu masih jadi kerja besar yang belum terselesaikan."

Obama juga minta rakyatnya bersatu. "Ketika kita tak saling berhadapan satu sama lain, menghadap ke arah yang sama, di saat itulah kita sadar, kita tak sendirian, -- dari situlah keberanian muncul," kata dia. "Dan dengan keberanian itu, kita bisa berdiri bersama, mewujudkan lapangan pekerjaan yang baik, juga upah...untuk mewujudkan hak mendapatkan layanan kesehatan ..hak anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang menggugah pikiran dan membangkitkan semangat, mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi masa depan."

"Amerika, aku tahu jalan yang akan kita tempuh amatlah panjang, namun aku yakin kita akan sampai ke sana. Mungkin kita akan tersandung, tapi yang pasti kita akan bangkit."

Sepanjang pidatonya, Obama menyebut bagaimana AS membaik karena "mereka yang menggelar aksi tahun 1963 lalu". Dan di akhir pidatonya, ia mengajak rakyatnya untuk terus 'berjalan bersama'.

"Tak ada yang bisa menandingi kecemerlangan King. Namun, api yang sama yang menggelorakan semangat orang-orang yang berani mengambil langkah perdana demi keadikan. Aku yakin, api itu masih ada saat ini," kata Obama.

Api itu, menurut Obama, ada di hati guru-guru yang tak kenal lelah datang awal ke sekolah, pulang paling akhir, mengorbankan uangnya untuk membeli perlengkapan yang kurang, karena ia yakin, setiap anak adalah tanggung jawabnya.

"Pebisnis sukses yang meski tak harus, namun membayar upah pekerjanya dengan adil," kata Obama. "Para ibu yang mencurahkan cinta pada putrinya, agar ia tumbuh dengan kepercayaan diri untuk menempuh jalan yang sama dengan putra orang lain."

Perubahan, menurut Obama, tak datang dari pemerintah. Namun, berawal dari kemauan rakyat.

Sebelumnya, Obama mengatakan, setengah abad setelah gerakan Martin Luther King, adalah waktu yang tempat untuk berkontemplasi, khususnya setelah insiden penembakan terhadap Trayvon Martin di Florida yang diduga didasari prasangka rasial.  (Ein/Ism)

Foto dok. Liputan6.com



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya