Kenaikan BI rate dinilai hanya memberikan dampak sementara bagi perekonomian nasional yang sedang lesu. Kebijakan ini pun hanya memperbaiki sektor moneter dan bukan sektor riil yang masih menjadi tumpuan perekonomian Indonesia.
Ekonom Universitas Indonesia, Nina Sapti mengatakan kenaikan BI rate bisa menarik aliran modal kembali masuk ke Indonesia yang diharapkan mampu membangkitkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Tapi kebijakan ini mungkin hanya untuk 3 sampai 6 bulan, sementara jangka panjangnya harus mulai dipikirkan pemerintah," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (30/8/2013).
Dia mengatakan, kenaikan BI rate memang menjadi kewenangan BI untuk mengatur sektor moneter di Indonesia. Sebab itu, kebijakan ini hanya sebagian besar memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia.
Menurut dia, kenaikan BI rate akan membuat aliran modal masuk. Tapi di sisi lain sektor riil menjadi terhambat pertumbuhannya sebagai tindak lanjut dampak kenaikan BI rate.
Sebab itu selain moneter, pemerintah diminta ikut memikirkan kebijakan sektor lain seperti riil. Seperti mencari cara bagaimana mengurangi ketergantungan pada impor yang masih besar. Apalagi, impor tersebut menyangkut kebutuhan pangan dan energi nasional.
Dia mengingatkan saat ini harga kebutuhan pokok seperti daging, sayur dan bahan bakar minyak (BBM) masih cukup tinggi di dalam negeri. Hal itu karena sebagian besar masih dipasok dari negara lain.
"Jadi BI rate memberikan kepercayaan di pasar uang tetapi memberikan stigma buruk bagi sektor riil karena masyarakat masih harus membayar lebih mahal untuk pangan dan minyak," tutur dia.
Kebijakan jangka panjang yang bisa diambil pada sektor riil, dia mencontohkan bagaimana pemerintah membangun kilang BBM yang selama ini menjadi kendala memberikan pasokan energi lebih besar bagi negara. Kemudian menggenjot swasembada daging, kedelai, sayur, buah dan lainnya.
"Jadi sektor riil harus dibangun secepatnya. harus ada insentif dan cara bagaimana pemerintah secepatnya bekerja mengurangi impor agar harga pangan dan energi tetap murah dan inflasi tetap karena inflasi dan tekanan defisit
bagi sinyal untuk rupiah," lanjut Nina.
Menurut dia, jika sektor riil tak segera diperbaiki maka perekonomian nasional bisa memburuk secara permanen. Ini mengingat produk yang diimpor Indonesia merupakan bahan utama dan menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
"Karena jika kita masih bergantung impor kemudian ada kejadian seperti ini lagi maka akan sulit. Harga pangan jadi tambah mahal karena rupiah anjlok, dan masyarakat kelas menengah bawah yang kena, karena pangan dan minyak tidak bisa diganti, " jelas dia. (Nur/*)
Ekonom Universitas Indonesia, Nina Sapti mengatakan kenaikan BI rate bisa menarik aliran modal kembali masuk ke Indonesia yang diharapkan mampu membangkitkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Tapi kebijakan ini mungkin hanya untuk 3 sampai 6 bulan, sementara jangka panjangnya harus mulai dipikirkan pemerintah," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (30/8/2013).
Dia mengatakan, kenaikan BI rate memang menjadi kewenangan BI untuk mengatur sektor moneter di Indonesia. Sebab itu, kebijakan ini hanya sebagian besar memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia.
Menurut dia, kenaikan BI rate akan membuat aliran modal masuk. Tapi di sisi lain sektor riil menjadi terhambat pertumbuhannya sebagai tindak lanjut dampak kenaikan BI rate.
Sebab itu selain moneter, pemerintah diminta ikut memikirkan kebijakan sektor lain seperti riil. Seperti mencari cara bagaimana mengurangi ketergantungan pada impor yang masih besar. Apalagi, impor tersebut menyangkut kebutuhan pangan dan energi nasional.
Dia mengingatkan saat ini harga kebutuhan pokok seperti daging, sayur dan bahan bakar minyak (BBM) masih cukup tinggi di dalam negeri. Hal itu karena sebagian besar masih dipasok dari negara lain.
"Jadi BI rate memberikan kepercayaan di pasar uang tetapi memberikan stigma buruk bagi sektor riil karena masyarakat masih harus membayar lebih mahal untuk pangan dan minyak," tutur dia.
Kebijakan jangka panjang yang bisa diambil pada sektor riil, dia mencontohkan bagaimana pemerintah membangun kilang BBM yang selama ini menjadi kendala memberikan pasokan energi lebih besar bagi negara. Kemudian menggenjot swasembada daging, kedelai, sayur, buah dan lainnya.
"Jadi sektor riil harus dibangun secepatnya. harus ada insentif dan cara bagaimana pemerintah secepatnya bekerja mengurangi impor agar harga pangan dan energi tetap murah dan inflasi tetap karena inflasi dan tekanan defisit
bagi sinyal untuk rupiah," lanjut Nina.
Menurut dia, jika sektor riil tak segera diperbaiki maka perekonomian nasional bisa memburuk secara permanen. Ini mengingat produk yang diimpor Indonesia merupakan bahan utama dan menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
"Karena jika kita masih bergantung impor kemudian ada kejadian seperti ini lagi maka akan sulit. Harga pangan jadi tambah mahal karena rupiah anjlok, dan masyarakat kelas menengah bawah yang kena, karena pangan dan minyak tidak bisa diganti, " jelas dia. (Nur/*)