Dinilai Ilegal, Buruh Tolak Rapat Forum Pengupahan Indonesia

Demonstrasi menuntut kenaikan upah minimum provinsi DKI 2014 sebesar Rp 3,7 juta juga akan menggeruduk Ancol, lokasi rapat Forum Buruh DKI.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 03 Sep 2013, 06:12 WIB
Demonstrasi menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2014 sebesar Rp 3,7 juta akan dilangsungkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Forum Buruh DKI Jakarta. Mereka akan menggelar aksinya di 2 titik di Jakarta. Pertama, menurut Ketua KSPI DKI Jakarta, Winarso, massa buruh akan bergerak dari kawasan industri Pulogadung menuju kantor Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di Jalan Medan Merdeka Selata, Jakarta Pusat.

Selain mengepung Kantor Gubernur DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, buruh juga akan menggeruduk Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Di tempat itulah, rapat Forum Pengupahan Indonesia digelar.

"Ada sebagian peserta aksi akan aksi di Mercure Ancol karena di situ diselenggarakan rapat Forum Pengupahan Indonesia yang akan dibuka oleh Wapres Boediono," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat dihubungi Liputan6.com, Senin, 2 September 2013 malam.

Iqbal mengatakan, rapat yang dilaksanakan mulai Selasa, 3 September 2013 itu ilegal. Hal itu disebabkan, Surat Keputusan (SK) keanggotaan Dewan Pengupahan Nasional yang mengikuti rapat tersebut sudah kedaluwarsa alias tidak berlaku.

"Ilegal karena SK Presiden sudah tidak berlaku lagi sejak September tahun lalu," tegasnya.

Iqbal menilai, forum ini tetap diselenggarakan karena ingin digunakan untuk melegitimasi Inpres tentang penetapan UMP yang kini sedang ditentang oleh para buruh. Sebab, Inpres ini dinilai cacat hukum.

"Kita nggak setuju penetapan upah hanya 5-10 persen karena itu nggak ada dasarnya," lanjutnya.

Seharusnya, papar Iqbal, UMP ditentukan melalui beberapa mekanisme. Bukan langsung ditentukan seperti pada Inpres. Ketentuan itu melalui penilaian dewan pengupahan daerah yang akan melaporkan ke bupati dan wali kota. Mereka kemudian melaporkan ke gubernur. Penilaian dilakukan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).

"Misalnya, tahun lalu UMP Rp 2,2 juta, itu senilai 112 persen dari KHL," terangnya.

Untuk penentuan UMP tahun depan, buruh menginginkan KHL yang digunakan adalah 84 poin. Sejauh ini, UMP hanya ditentukan dari 60 poin KHL.

"Kenapa kita nggak gunakan 60 KHL, karena hasilnya akan sama saja dan terasa tidak ada kenaikan. Karena itu, kita punya alasan dan dasar kenapa buruh ingin kenaiakn UMP tahun lalu menjadi Rp 3,7 juta," tandas Iqbal. (Tnt)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya