[VIDEO] Kelas Menengah Terus Tumbuh, RI Butuh Banyak Daging

Ekonomi Indonesia yang terus tumbuh telah mendongkrak jumlah penduduk kelas menengah RI. Hal ini berimbas konsumsi daging masyarakat RI.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 09 Sep 2013, 07:09 WIB
Ekonomi Indonesia yang terus tumbuh telah mendongkrak jumlah penduduk kelas menengah RI. Hal ini tentu berimbas konsumsi daging masyarakat Indonesia yang naik cukup signifikan.

Ditambah, adanya perubahan gaya hidup (life Style) rakyat Indonesia, dari yang hanya makan daging pada dua tahun sekali yaitu saat Idul Fitri dan Idul Adha, atau pada ada perayaan tertentu seperti sunatan. Kini, masyarakat kelas menengah makan daging hampir setiap hari.

"They asked more meat, tak hanya kuantitas tapi juga kualitas harus ditingkatkan," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantornya, seperti ditulis Senin (9/9/2013).

Menurut catatan Rusman, konsumsi daging masyarakat Indonesia yang tadinya 1,9 kilogram (kg) per orang dalam setahun, pada 2013 meningkat menjadi 2,2 kg per orang dalam setahun.

"Bisa jadi faktanya setiap orang sudah konsumsi 2,4 kg per tahun. Memang itu kecil karena jumlah penduduk Indonesia itu kan 250 juta. Kalau di daerah urban seperti Jakarta, tingkat konsumsi daging tahunan bisa menembus 7-8 kg per orang," terang dia.

Meningkatnya kebutuhan daging tentunya harus diikuti dengan bertambahnya pasokan daging sapi. Menurut hasil Sensus 2011, jumlah stok sapi Indonesia mencapai 14,8 juta ekor. Namun sayangnya, dari stok yang ada, ternyata tidak semua bisa dipotong.

"Orang Jawa pelihara sapi bukan pikirkan bisnis, tapi sosial. Misalnya dalam hitungan bisnis, sapi yang dipelihara itu harusnya sudah dijual dan dipotong. Tapi sapi itu tidak dijual karena sapi tersebut dipelihara untuk nabung atau investasi. Pas anak mau masuk sekolah, sapi itu baru dijual," papar dia.

Untuk itu, pemerintah akan melakukan menghitung kembali data sapi yang siap dipotong agar lebih akurat.  Kini dengan stok yang ada, Indonesia telah memenuhi sekitar 85,5% kebutuhan daging masyarakatnya. Sisanya sekitar 14,5% diimpor dari sejumlah negara.

"Kita baru boleh disebut swasembada jika ketergantungan impornya sekitar 10%. Kalau itu bisa dicapai pada 2014, itu alhamdulillah. Kalau tidak, kita harus bangun lebih fundamental lagi," ungkap Rusman.

Gandeng Australia

Indonesia saat ini masih bergantung pada daging impor dari Australia, mulai dari daging beku, sapi potong, daging bakalan hingga sapi indukan.

"Kalau kita terus-menerus impor daging beku saja, praktis tidak ada nilai tambah. Jika impor sapi siap potong, ada nilai tambah upah potong, kalau sapi bakalan itu kan dipenggemukan tiga bulan dulu baru dipotong, nah best choice itu impor sapi indukan," terang dia.

Rusman menuturkan, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian telah membuka keran impor sapi indukan.  Indonesia memiliki teknologi yang bagus untuk mempercepat populasi anak sapi, atau disebut inseminasi buatan.

Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari  memproduksi semen beku (sperma sapi yang dibekukan) berkualitas yang bisa disuntikan ke sapi betina.  Sapi indukan impor tersebut itu bisa dikembangbiakkan di Fak-fak, Papua.

"Semen beku ini berkualitas bagus yang sudah diekspor ke sejumlah negara," tutur dia.

Kedua, Indonesia juga tengah menjajaki investasi di bidang peternakan dengan Australia dengan membentuk perusahaan patungan. 

"Misalnya, sapi dikembangbiakan di Australia, kemudian sampai anak sapi berbobot 350 kg, di bawa ke Indonesia dan dibesarkan di Indonesia. Kemudian dipotong di Indonesia, karena konsumennya lebih besar di Indonesia," jelas dia.

Rusman berpendapat kerja sama ini akan menguntungkan kedua negara. Indonesia bisa menjadi pusat distribusi daging. Hal ini sangat menguntungkan apalagi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015.

"Jangan sampai kita impor daging dari Malaysia. Ingat juga, Indonesia itu negara muslim terbesar di dunia, kalau kita bisa produksi sapi itu nanti pasar timur tengah bakal tertarik beli daging dari kita karena percaya daging itu halal. Australia juga bisa dapat untung," papar dia.  (Ndw)


Baca juga:

Wawancara Khusus Wakil Menteri Pertanian (1): [VIDEO] Masihkah Indonesia Disebut Negara Agraris?

Wawancara Khusus Wakil Menteri Pertanian (2): [VIDEO] Anak Muda Indonesia Ogah Jadi Petani Karena Takut Miskin

Wawancara Khusus Wakil Menteri Pertanian (3): [VIDEO] Produsen Beras No.1 di ASEAN, kok RI Masih Suka Impor?





Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya