Bibit radikalisme dan terorisme masih mengancam Indonesia. Secara diam-diam, para pelaku terorisme terus memburu generasi-generasi baru untuk melanjutkan aksi terornya.
"Pola perekrutannya bisa lewat man to man dan penggunaan teknologi internet. Oleh karena itu para pelajar dan pemuda harus hati-hati dan memahami benar siapa teman yang diajak bicara, jika tidak dikenal di manapun," kata Mantan Panglima Jemaah Islamiyah (JI), Nasir Abas di hadapan 500 pelajar se-Indonesia dalam Youth Training yang diselenggarakan Lazuardi Birru di Cibubur, Jawa Barat, Kamis (5/9/2013).
"Kalau kita lihat kasus penembakan terhadap polisi yang marak belakangan itu menunjukan bahwa para teroris ini masih terus melakukan aksinya," imbuhnya.
Nasir menilai, para remaja sangat rentan disusupi faham terorisme. Karenanya, untuk membatasi gerak dan pengaruh para pelaku teror, diperlukan keterlibatan semua pihak, termasuk para remaja.
"Remaja ini kan masih labil jiwanya dan sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Nah hal itulah yang dilihat oleh para perekrut pengantin guna menjadikan mereka sebagai pelaku bom. Seperti yang telah kita lihat bersama, para pengantin ini kebanyakan anak-anak muda," tutur Nasir.
Sementara itu, mantan Ketua Asosiasi Korban Bom dan Terorisme Indonesia Tony soemarmo berharap, bahaya radikalisme dan terorisme dapat ditularkan melalui kegiatan ini.
"Kita harapkan mereka bisa mengajak kawan-kawannya dan mempengaruhi mereka untuk tidak malakukan aksi kekerasan dimulai dari perkelahian antar pelajar hingga dideksi terhadap ajakan untuk menjadi teroris," kata salah satu korban bom JW Marriot 1 itu.
Tony mengaku telah menemui salah satu teroris, Umar Patek. Kepada Tony, Umar pun meminta maaf atas aksinya di masa lalu. "Umar Patek meminta maaf kepada para korban, termasuk saya," tutur Tony.
"Dari perbincangan saya dengan dia yang dapat saya tularkan kepada adik-adik kita tidak perlu mencontoh perbuatan mereka karena mereka sendiri menyesal yang mendalam dan meminta maaf kepada kita yang telah menjadin korban," pungkas Tony. (Ndy)
"Pola perekrutannya bisa lewat man to man dan penggunaan teknologi internet. Oleh karena itu para pelajar dan pemuda harus hati-hati dan memahami benar siapa teman yang diajak bicara, jika tidak dikenal di manapun," kata Mantan Panglima Jemaah Islamiyah (JI), Nasir Abas di hadapan 500 pelajar se-Indonesia dalam Youth Training yang diselenggarakan Lazuardi Birru di Cibubur, Jawa Barat, Kamis (5/9/2013).
"Kalau kita lihat kasus penembakan terhadap polisi yang marak belakangan itu menunjukan bahwa para teroris ini masih terus melakukan aksinya," imbuhnya.
Nasir menilai, para remaja sangat rentan disusupi faham terorisme. Karenanya, untuk membatasi gerak dan pengaruh para pelaku teror, diperlukan keterlibatan semua pihak, termasuk para remaja.
"Remaja ini kan masih labil jiwanya dan sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Nah hal itulah yang dilihat oleh para perekrut pengantin guna menjadikan mereka sebagai pelaku bom. Seperti yang telah kita lihat bersama, para pengantin ini kebanyakan anak-anak muda," tutur Nasir.
Sementara itu, mantan Ketua Asosiasi Korban Bom dan Terorisme Indonesia Tony soemarmo berharap, bahaya radikalisme dan terorisme dapat ditularkan melalui kegiatan ini.
"Kita harapkan mereka bisa mengajak kawan-kawannya dan mempengaruhi mereka untuk tidak malakukan aksi kekerasan dimulai dari perkelahian antar pelajar hingga dideksi terhadap ajakan untuk menjadi teroris," kata salah satu korban bom JW Marriot 1 itu.
Tony mengaku telah menemui salah satu teroris, Umar Patek. Kepada Tony, Umar pun meminta maaf atas aksinya di masa lalu. "Umar Patek meminta maaf kepada para korban, termasuk saya," tutur Tony.
"Dari perbincangan saya dengan dia yang dapat saya tularkan kepada adik-adik kita tidak perlu mencontoh perbuatan mereka karena mereka sendiri menyesal yang mendalam dan meminta maaf kepada kita yang telah menjadin korban," pungkas Tony. (Ndy)