Sutradara Hanung Bramantyo santai menanggapi film tandingan yang menceritakan kisah Sang Proklamator Soekarno. Ia sendiri berencana merilis Soekarno: Indonesia Merdeka, Desember mendatang.
Dia justru menyambut positif film lain yang mengisahkan hidup presiden pertama Indonesia tersebut. "Bung Karno itu ya, dari lahir tahun 1901 sampai meninggal, kalau difilmkan bisa ada lebih dari 10 judul," kata Hanung di Jakarta, baru-baru ini.
Hanung menjelaskan momentum kelahiran Soekarno hingga terjun ke politik, saat menikah dengan Inggit Ganarsih, pembentukan Pancasila atau saat dibuang ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, menjadi kisah tersendiri.
"Bisa banyak filmnya, karena sosoknya adalah sosok yang sama seperti Mahatma Gandhi. Bisa dibuat banyak kisah. Dan saya senang, Indonesia sudah mulai berpola pikir serupa," terangnya.
Menyusul film bertema Soekarno garapan sutradara Viva Westi, Hanung mengaku antusias melihatnya, apalagi film garapan Viva Westi itu akan bercerita soal perjalanan hidup Soekarno di Ende.
Di tempat itu, Sang Proklamator merasakan dan bersinergi dengan pluralisme hingga kemudian memprakarsai Pancasila. Sementara film garapan Hanung lebih banyak mengisahkan semangat Bung Karno hingga Indonesia merdeka.
"Film Soekarno di Ende itu positif, memang begitu semestinya. Jadi ada persaingan sehat, sehingga penonton keluar bioskop nanti bisa dapat banyak gambaran," kata dia.
Sutradara film Ayat-Ayat Cinta itu lalu meminta masyarakat menafikan perbedaan dalam film-film bertema Soekarno. "Ini bagus, coba banyangkan, 20 tahun lalu kita menyebut nama Soekarno aja bisa dipenjara, saya cuma ingin mengenalkan sosok hebat ini pada masyarakat," katanya.(Asw)
Dia justru menyambut positif film lain yang mengisahkan hidup presiden pertama Indonesia tersebut. "Bung Karno itu ya, dari lahir tahun 1901 sampai meninggal, kalau difilmkan bisa ada lebih dari 10 judul," kata Hanung di Jakarta, baru-baru ini.
Hanung menjelaskan momentum kelahiran Soekarno hingga terjun ke politik, saat menikah dengan Inggit Ganarsih, pembentukan Pancasila atau saat dibuang ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, menjadi kisah tersendiri.
"Bisa banyak filmnya, karena sosoknya adalah sosok yang sama seperti Mahatma Gandhi. Bisa dibuat banyak kisah. Dan saya senang, Indonesia sudah mulai berpola pikir serupa," terangnya.
Menyusul film bertema Soekarno garapan sutradara Viva Westi, Hanung mengaku antusias melihatnya, apalagi film garapan Viva Westi itu akan bercerita soal perjalanan hidup Soekarno di Ende.
Di tempat itu, Sang Proklamator merasakan dan bersinergi dengan pluralisme hingga kemudian memprakarsai Pancasila. Sementara film garapan Hanung lebih banyak mengisahkan semangat Bung Karno hingga Indonesia merdeka.
"Film Soekarno di Ende itu positif, memang begitu semestinya. Jadi ada persaingan sehat, sehingga penonton keluar bioskop nanti bisa dapat banyak gambaran," kata dia.
Sutradara film Ayat-Ayat Cinta itu lalu meminta masyarakat menafikan perbedaan dalam film-film bertema Soekarno. "Ini bagus, coba banyangkan, 20 tahun lalu kita menyebut nama Soekarno aja bisa dipenjara, saya cuma ingin mengenalkan sosok hebat ini pada masyarakat," katanya.(Asw)