[VIDEO] Jaket `A1AM Gear`, Bisnis Sukses di Tangan si Dokter

Berawal dari hobi motor, seorang dokter bernama Irfan Arifahni memutuskan beralih profesi menjadi pengusaha jaket biker.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Sep 2013, 11:00 WIB
Berawal dari hobi berkendara motor, membuat seorang dokter bernama Irfan Arifahni memutuskan beralih profesi menjadi pengusaha jaket khusus para biker.

Sebelumnya, selama kurang lebih 2 tahun Irfan menjalankan profesi sebagai dokter umum, sesuai bidang ilmu yang didapatkan sewaktu masih duduk dibangku kuliah.

Tepatnya pada 2004 Irfan mulai merintis usaha pembuatan perlengkapan bagi pengendara motor seperti jaket dan rompi yang diberi nama 'A1AM Gear'.

Nama ini dia gunakan berdasarkan masukan dari teman-teman yang menyarankan dirinya memakai menamai merek tersebut sesuai dengan nomor plat mobil.

"Kebetulan saya hobi motor sejak SMP, dan masuk jenjang kuliah itu stop di motor, begitu kuliah beres saya kembali lagi ke motor, dan lebih enak. Saya juga suka jalan jauh dan berpikir harus punya jaket yang bagus dan celana motor yang bagus. Jadi awalnya memang berdasarkan kebutuhan sendiri," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com ditoko miliknya di Jalan Raya Gandul, Depok, Jawa Barat seperti ditulis Kamis (12/9/2013).

Awal Usaha

Dengan modal awal sekitar Rp 150 juta-200 juta yang digunakan untuk menyewa tempat, membeli mesin jahit, peralatan dan lain-lain, Irfan pun sedikit demi sedikit memulai membuat desain jaket yang disesuaikan dengan apa tresn dan kebutuhan para pengendara motor.

Awalnya Irfan hanya fokus membuat jaket dan rompi. Namun ketika usaha mulai berkembang, dia pun mulai membuat produk seperti celana untuk touring, kemeja serta kaos.

Harganya, produk buatan Irfan memang terbilang tidak murah. Ini dijamin memiliki kualitas dan fungsi yang optimal.

Produk jaket mulai dijual dari Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta, rompi Rp 145 ribu sampai Rp 350 ribu, celana motornya Rp 325 ribu sampai Rp 650 ribu.

Bahkan agar lebih eksklusif lagi, pada tiap model produknya, Irfan membatas produksi hanya 100 buah agar tidak terkesan pasaran.

"Kalau dibilang mahal saya rasa tidak juga, karena dengan produk-produk lokal yang sudah ada merk-nya, kita masih dibawah mereka. Tetapi saya mementingkan kebutuhan kawan-kawan dimotor ini bisa terpenuhi. Yang penting bagi saya menguntungkan dan buat mereka jaket ini fungsinya oke. Kalau harga justru kita masih berada dibawah produk lokal yang memang bermerk," tutur ayah 4 orang anak ini.

Usaha Irfan ini semakin hari semakin berkembang, bahkan kini omsetnya mencapai Rp 100 juta- Rp 160 juta per bulan. Atau tiap bulan dia mampu menjual sekitar 200-300 item produk.

Itu pun dalam keadaan normal, jika pesanan membeludak, dalam 1 proyek dia bisa mengantongi omzet hingga Rp 800 juta.

Produknya ini kini telah pesan dari seluruh Indonesia, seperti di Sumatera mulai dari Lampung sampai Aceh, di Jawa mulai dari Banten sampai Bali, Madura, Lombok, serta Sulawesi seperti Kendari.

Tak hanya di dalam negeri, pemesan jaket banyak berasal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. "Tetapi itu berdasarkan orderan saja, untuk acara-acara motor besar disana," tutur dia.

Irfan memasarkan produk melalui internet dan dari mulut ke mulut antar teman, karena baginya, teman-teman tersebut juga bisa menjadi tenaga marketing saya yang ampuh untuk mempromosikan produk-produk buatannya.

Pangsa pasar produknya ini mayoritas berasal dari kalangan komunitas motor. Namun banyak juga anggota dari komunitas tersebut yang membeli untuk keperluan sendiri tanpa ada embel-embel logo komunitasnya.

Proses produksi

Kini dia telah memiliki sekitar 8 hingga 9 karyawan yang bekerja memotong, membuat pola, menjahit, dan lain-lain. Jumlah produksi masing-masing karyawan berbeda-beda setiap harinya. Ini tergantung pada tingkat kesulitan dari jaket atau desain si pemesan.

"Kalau yang agak ribet 1 orang mungkin hanya 1-1,5 jaket sehari, kalau yang mudah 1 orang bisa membuat 4-5 jaket dalam sehari," jelas pria kelahiran Jakarta, 24 des 1977 ini.

Sebagian besar bahan yang digunakan dalam pembuatan produknya diimpor dari Korea Selatan. Bahan asal negeri gingseng tersebut lebih berkualitas, tahan lama dan sedikit lebih murah dibanding dengan bahan lokal dengan kualitas yang sama.

"Awalnya saya beli jaket dari luar, ternyata itu bahannya juga dari Korea. Dari pabrik-pabrik besar yang memang mereka produksi untuk ekspor, rata-rata mereka mengimpor dari Korea. Ternyata memang ini yang paling bagus. Bahannya ini water proof tetapi dalam kondisi cuaca panas, ini tidak terlalu panas. Dan macamnya pun berbeda, seperti kondura atau gortek ada tipenya," jelasnya.

Untuk mengimpor bahan ini, Irfan menitipkan kepada pabrik-pabrik beskala besar. Dalam sebulan  bahan yang dibutuhkan sekitar 1.000-1.500 yard untuk bagian luar dan 1.000 yard atau 20-30 roll untuk dalaman.

Menurut dia, penggunaan bahan baku asal Korea ini tersebut justru yang membuat jaket buatannya lebih bagus dan berbeda dibanding jaket dengan bahan baku lokal lain.

Selain memproduksi jaket dan rompi, Irfan juga memproduksi kelengkapan fashion biker lainnya seperti kemeja, celana dan kaos, yang tentunya dominan akan motif dan desain yang pas bagi para pengendara motor. Namun dia mengakui saat ini yang paling banyak diminati adalah jaket dan rompi itu sendiri.

Dalam menjalankan bisnisnya ini, Irfan memiliki beberapa kendala seperti dari sisi bahan baku dimana saat ini kondisi dolar yang tengah menguat sehingga dia menunda untuk memasok bahan baku.

Selain itu dari sisi tenaga kerja, karena tiap jaket yang diproduksi memiliki tingkat kesulitan sendiri sehingga tidak semua karyawan sanggup untuk mengerjakan.

Saat ini Irfan hanya memiliki 1 toko dan dia sendiri belum berniat untuk menambah toko baru karena saat ini dia masih ingin mengembangkan tokonya tersebut. Namun dia tidak menutup kemungkinan untuk bekerjasama dengan toko-toko lain untuk mensuplai produk-produknya. (Dny/Nur)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya